Sistem Pelayanan Pendidikan Anak Berkesuliatan Belajar Di Sekolah Reguler

Table of Contents
pendidikan anak berkesulitan belajar di sekolah

Berbagai Pilihan Penempatan

Dalam memilih sistem penempatan untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada anak berkesulitan belajar ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan. Berbagai faktor tersebut adalah tingkat kesulitan, kebutuhan anak untuk memperoleh pelayanan yang sesuai, dan keterampilan sosial serta akademik anak. Suatu tim yang menangani anak berkesulian belajar biasanya menganjurkan untuk memilih suatu sistem pemberian pelayanan yang menggabungkan beberapa tipe pelayanan.

Menurut leaner (1988: 141) ada tiga sistem penempatan yang banyak dipilih oleh sekolah, yaitu kelas khusus (spesial class), ruang sumber (resource room), dan kelas reguler (reguler class). Menurut Leaner, 20 persen anak berkesulitan belajar di Amerika Serikat memperoleh pelayanan dikelas klam kelas khusus, 62 persen di ruang sumber, dan 15 persen di kelas reguler.

a. Kelas Khusus

Sekolah yang menyelenggarakan kelas khusus biasanya menempatkan 10 atau 20 anak berkesulitan belajar dalam satu kelas. Pengelompokkan dapat didasarkan atas taraf kesulitan atau faktor – faktor lain. Ada dua macam kelas khusus yang biasa digunakan yaitu kelas khusus sepanjang hari belajar dan kelas khusus untuk studi tertentu.

Dalam kelas khusus sepanjang hari belajar anak berkesulitan belajar diajar oleh guru khusus. Mereka berinteraksi dengan anak yang tidak berkesulitan belajar hanya pada saat beristirahat. Jenis pelayanan ini adalah yang paling bersifat membatasi pergaulan anak berkesulitan belajar dengan anak yang tidak berkesulitan belajar dalam sistem pendidikan integratif.

Dalam kelas khusus untuk bidang studi tertentu anak – anak belajar bidang studi yang tidak dapat mereka ikuti di kelas reguler. Untuk bidang – bidang studi seperti olah raga, musik, kerajinan tangan, dan lain – lain yang dapat dilakukan bersama anak yang tidak berkesulitan belajar, mereka melakukan bersama. Sebagian besar dari waktu yang digunakan  didalam kelas khususjenis ini umunya untuk pelajaran membaca, menulis, berhitung, dan kadang – kadang juga tentang keterampilan sosial atau aspek – aspek khusus dari bahasa.

Sistem pemberian pelayanan dalam kelas khusus tidak hanya memiliki keuntungan tetapi juga memiliki kekurangan. Keuntungan dari sistem pemberian pelayanan ini adalah (1) pembelajarannya lebih efisien karena pengelompokkannya harus homogen dan (2) anak berkesulitan belajar lebih banyak memperoleh pelayanan yang bersifat individual dari guru. Adapun kekurangan dari sistem pemberian pelayanan ini adalah (1) anak berkesulitan belajar sering memperoleh cap negatif yang dapat mengganggu kepercayaan diri, penolakan dari teman, peroleh pekerjaan dimasa depan, sikap negatif dari kelaurga, dan harapan untuk berhasil yang rendah dari guru: dan (2) anak berkesulitan belajar cenderung hanya dapat berimitasi dengan sesama mereka.

b. Ruang Sumber

Ruang sumber merupakan ruang yang disediakan  oleh sekolah untuk memberikan pelayanan pendidikan khusus bagi anak yang membutuhkan, terutama anaka yang mengalami kesulitan belajar. Di dalam ruang tersebut terdapat guru remedial dan berbagai media pembelajaran. Aktivitas di dalam ruang sumber umumnya berkonsentrasi pada upaya memperbaiki keterampilan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Guru sumber belajar atau guru remedial dituntut untuk menguasai bidang keahlian yang berkenaan dengan pendidikan bagi anak berkesulitan belajar. Guru sumber diharapkan juga dapat menjadi “pengganti” guru kelas dan menjadi konsultan bagi guru reguler. Anak belajar di ruang sumber sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Guru diruang sumber biasanya menangani 15 sampai 20 anak tiap hari.

Pemberian pelayanan dalam bentuk ruang sumber memiliki keuntungan tetapi juga kekurangan. Kekurangannya adalah (1) anak yang memerlukan bantuan khusus dibidang akademik atau sosial memperoleh bantuan dari guru yang terlatih dan (2) anak berkesulitan belajar tetap berada di dalam kelas reguler sehingga mereka dapat bergaul dengan anak yang berkesulitan belajar. Adapun kekurangan sistem pemberian pelayanan jenis ini adalah  (1) meningkatkan jumlah waktu terbuang untuk pindah dari eklas reguler ke ruang sumber, (2) mengurangi kemampuan guru kelas atau reguler dalam menangani anak secara individual, (3) meningkatkan kemungkinan adanya inkonsistensi pendekatan pembelajaran, (4) meningkatkan jumlah spesialis yang bekerja untuk anak yang dapat menimbulkan pelayanan yang terpecah – pecah, dan (5) dapat meningkatkan konflik antara kebutuhan kelompok dan kebutuhan individual.

c. Kelas Reguler

Jenis pelayanan dalam dalam bentuk kelas reguler dimaksudkan untuk mengubah citra tentang adanya dua tipe anak, yaitu anak yang berkesulitan belajar dan anak yang tidak berkesulitan belajar. Dalam kelas reguler yang dirancang untuk membantu anak berkesulitan belajar diciptakan suasana belajar koperatif sehingga memungkinkan semua anak, baik yang berkesulitan belajar maupun yang tidak berkesulitan belajar, dapat menjalin kerja sama untuk mencapai tujuan belajar. Suasana belajar koperatif diciptakan untuk menghindari terjadinya kompetisi antara anak berkesulitan belajar dengan anak yang tidak berkesulitan belajar dan untuk menghindari terjadinya duplikasi pemberian pelayanan . program pelayanan pendidikan individual diberikan kepada semua anak yang membutuhkan. Baik yang berkesulitan belajar maupun yang tidak, dan bahkan juga diberikan kepada anak berbakat (gifted and talented). Dalam kelas reguler semacam ini, berbagai metode untuk kedua jenis anak digunakan bersama.

Sistem Pemberian pelayanan dalam bentuk kelas reguler memiliki banyak keuntungan tetapi juga memiliki banyak kekurangan. Berbagai keuntungan dari sistem ini adalah :
  1. Anak berkesulitan belajar akan menggunakan anak yang tidak berkesulitan belajar sebagai model perilaku mereka.
  2. Mengelola anak berkesulitan belajar dikelas reguler lebih murah daripada menyediakan mereka pelayanan dan situasi khusus.
  3. Anak yang tidak berkesulitan belajar dapat menjadi lebih memahami adanya perbedaan antar individu: dan
  4. Guru reguler dimungkinkan untuk menjadi lebih dapat menyesuaikan pembelajaran mereka dengan karakteristik individual semua anak.
Adapun berbagai kekurangan sistem pemberian pelayanan dalam bentuk kelas rguler adalah:
  1. Anak berkesulitan belajar kurang memperoleh pelayanan individu
  2. Anak berkesulitan belajar masih mungkin memperoleh cap negatif dari anak yang tidak berkesulitan belajar
  3. Anak berkesulitan belajar mungkin akan sering gagal karena sulitnya bahan dan tugas
  4. Anak berkesulitan belajar akan dirugikan karena tidak memperoleh pelayanan PLB yang sistematis dan latihan keterampilan dasar yang cukup; dan
  5. Semangat juang (morale) guru kelas atau guru reguler mungkin akan terpengaruh secara negatif karena banyak di antara mereka yang tidak dipersiapkan untuk menangani anak berkesulitan belajar.

Peranan Guru Khusus Untuk Anak Berkesulitan Belajar

Di negara kita guru khusus bagi anak berkesulitan belajar masih sangat langka. Meskipun jurusan pendidikan luar biasa FIP IKIP Jakarta telah menyelenggarakan pendidikan guru khusus bagi anak berkesulitan belajar sejak tahun 1970-an, penempatan lulusannya kedalam sistem persekolahan masih mengalami banyak kesulitan. Para lulusan bidang kekhususan pendidikan bagi anak berkesulitan belajar pada jurusan tersebut umumnya bekerja di sekolah – sekolah swasta yang sudah memiliki perhatian untuk itu. Pada tahun akademik 1993/1994 kurikulum jurusan PLB telah secara tegas mencantumkan adanya bidang kekhususan pendidikan anak berkesulitan belajar. Mulai tahun akademik tersebut, jurusan PLB membuka tujuh bidang kekhususan, yaitu:
  1. pendidikan bagi anak tunanetra
  2. pendidikan bagi anak tunarungu
  3. pendidikan bagi anak tunagrahita
  4. pendidikan bagi anak tunadaksa
  5. pendidikan bagi anak tunalaras
  6. pendidikan bagi anak berkesulitan belajar, dan
  7. pendidikan bagi anak berbakat.
Dengan dibukanya bidang kekhususan baru, pendidikan bagi anak berkesuliatan belajar dan pendidikan bagi anak berbakat, maka kedua lapangan pekerjaan bidang kekhususan tersebut perlu dibuka agar mutu pelayanan pendidikan lebih meningkat.

Ada sembilan peranan guru khusus bagi anak berkesulitan belajar di sekolah (Lerner, 1988: 147). Kesembilan peranan tersebut adalah :
  1. Menyusun rancangan program identifikasi, asesmen, dan pembelajaran anak berkesulitan belajar
  2. Berpartisipasi dalam penjaringan, asesmen, dan evaluasi anak berkesulitan belajar
  3. Berkonsultasi dengan para ahli yang terkait dan menginterpretasikan laporan mereka
  4. Melaksanakan tes, baik tes formal maupun tes informal
  5. Berpartisipasi dalam penyusunan program pendidikan yang diindividualkan (individualized education programs)
  6. Mengimplementasikan program pendidikan yang diindividualkan
  7. Menyelenggarakan pertemuan dan wawancara dengan orang tua
  8. Bekerja sama dengan guru reguler atau kelas untuk memahami anak dan menyediakan pembelajaran yang efektif; dan
  9. Membantu anak dalam mengembangkan pemahaman diri dan memperoleh harapan untuk berhasil serta keyakinan kesanggupan mengatasi kesulitan belajar.
Ada dua kompetensi yang perlu dikuasai oleh guru bagi anak berkesulitan belajar, yaitu kompetensi teknis (technical competencies) dan kompetensi konsultasi kolaborasi (collaborative consultation competencies) (Lerner, 1988: 148). Kompetensi teknis mencakup (1) memahami berbagai teori kesulitan belajar, (2) memahami berbagai tes yang terkait dengan kesulitan belajar, (3) terampil dalam melaksanakan asesmen dan evaluasi, dan (4) terampil dalam mengajarkan bahasa lisan, bahasa tulis, membaca, matematika, mengelola perilaku, da terampil dalam memberikan pelajaran prevokasional dan vokasional. Kompetensi konsultasi kolaboratif mencakup kemampuan untuk menjalin hubungan kerja sama dengan semua orang terkait dengan upaya memberikan bantuan kepada anak berkesulitan belajar. Orang – orang yang terkait dengan upaya memberikan bantuan kepada anak tersebut terutama adalah guru reguler atau guru kelas, administrator sekolah, tim ahli (dokter, psikolog, konselor, dan sebagainya) dan orang tua.

Guru reguler sering tidak memperoleh latihan dalam bidang PLB dan tidak dipersiapkan untuk mengajar anak berkesulitan belajar. Mereka sering takut terhadap tanggung jawab dan enggan menerima tugas tambahan untuk membantu anak berkesulitan belajar. Padahal, tujuan pembelajaran yang dirancang untuk anak hanya dapat dicapai jika semua orang yang terlibat dalam memberikan bantuan kepada anak tersebut berfungsi secara terintegrasi. Oleh karena itu, diperlukan adanya konsultasi kolaboratif yang dapat meningkatkan kerja sama antara orang – orang yang terlibat dalam upaya memberikan bantuan kepada anak berkesulitan belajar.

Perlu dibedakan antara konsultasi dan kolaborasi. Dalam konsultasi, seorang profesioanal (misalnya, guru bagi anak berkonsultasian belajar) menjalin hubungan dengan seorang concultee (misalnya, guru kelas reguler). Problema konsultasi akan muncul jika kedua belah pihak saling tidak menganggap pakar dan guru kelas tidak bersedia menerima anjuran “pakar” tersebut. Dalam kolaborasi, kedua belah pihak, baik guru bagi anak berkesulitan belajar maupun guru kelas diasumsikan memiliki taraf keahlian yang setara terhadap situasi permaslahan yang dihadapi, yang memungkinkan terjadinya interaksi yang terbuka. Dalam konsep konsultasi kolaboratif sifat konsultasi dan kolaborasi digabungkan sehingga tercipta suasana kesejawatan yang setara. Disamping dengan guru kelas, guru bagi anak berkesulitan belajar juga melakukan konsultasi kolaboratif dengan administrator, profesioanal lain (dokter, psikolog, konselor sekolah, dan sebagainya), dan orang tua.

Idol, paulucci-Whitcomb dan Mevin seperti dikutip oleh Lerner (1988: 149) mendifinisikan kolaboratif sebagai suatu proses Interaktif yang memungkinkan orang dengan keahlian yang berbeda menghasilkan solusi kreatif terhadap masalah yang ditetapkan bersama. Hasilnya adalah mempertinggi, mengubah, dan menghasilkan solusi yang berbed dari yang dihasilkan yang berbeda dari yang dihasilkan oleh anggota tim secara mandiri. Hasil utama dari konsultasi kolaboratif adalah tersedianya program yang komprehensif dan efektif, sehingga dengan demikian memungkinkan anak berkesulitan belajar mencapai interaksi konstruktif engan anak yang tidak berkesulitan belajar.

Ada beberapa prinsip konsultasi kolaboratif  yang perlu diperhatikan. Beberapa prinsip tersebut adalah seperti dikemukakan berikut:
  1. Tujuan utama. Tujuan umum program pembelajaran anak berkesulitan belajar harus disadari oleh semua personel sekolah. Jika tiap personel sekolah bekerja dengan tujuan yang bebebeda,  maka anak dapat menimbulkan konflik dan ketidakpuasan.
  2. Komunikasi terbuka dan jelas. Suatu sistem komunikasi yang terencana diperlukan untuk membantu menetapkan dasar-dasar perseptual umum antar anggota yang terlibat dalam upaya penanggualangan kesulitan belajar. Sistem komunikasi semacam itu perlu menyediakan suatu kesempatan yang terjadwal untuk menjelaskan berbagai persoalan yang muncul secepat mungkin. Jika berbagai persoalan berlanjut tanpa adanya kesempatan untukberkomunikasi tatap muka,  ketidakpuasan akan meningkat dan kesalahpahaman akan mudah terjadi.
  3. Kejelasan tangung jawab. Adalah hal yang sangat penting untuk menjelaskan tangung jawab semua orang yang terlibat upaya penaggulangan kesulitan belajar. Tanpa adanya keje;asan tanggung jawab masing-masing anggota akan mudah terjadi konflik dan disfungsi.
  4. Menanggulangi fungsi. Jika berbagai masalah muncul, berbagai metode untuk memecahkan masalah-masalah tersebut harus dikembangkan. Berbagai masalah tersebut tidak boleh diabaikan tetapi juga tidak boleh dipecahkan secara paksa. Semua informasi harus ditempatkan terbuka, dan berbagai problema harus dihadapi oleh semua orang yang terkait.
  5. Waktu dan fasilitas yang cukup. Tanpa adanya waktu yang cukup untuk merancang, mengomunikasikan, dan mengevaluasi, program pendidikan bagi anak berkesulitan belajar akan mengalam i banyak kesulitan dalam kegiatan sekolah yang padat. Ruangan, waktu, dan jaminan bahwa pertemuan-pertemuan tidak terganggu sangat diperlukan untuk suatu kerja produktif.
Kerja sama antar angggota tim sangat diperlukan dalam penanggulangan kesulitan belajar. Ada berbagai aktivitas yang diharapkan dapat meningkatkan kerja sama aau kolaborasi. Berbagai aktivitas tersebut adalah seperti dikemukakan erikut ini :
  1. Pendidikan-servise. Guru reguler dan personel sekolah yang lan sering tidak dibekali pengetahuan tentang pendidikan bagi anak berkesu;itan belajar. Agar semua personel sekolah bersedia memberikan dukungan dan menjalin kerja sama dalam upaya membantu anak berkesulitan belajar, maka dipelukan adanya pendidikan inservice bagi mereka.
  2. Demonstrasi. Guru bagi anak berkesulitan belajar dapat mendemonstrasikan kepada personel sekolah tentang bahan, metode, teknik,dan tes yang digunakan untuk memecahkan  masalah kesulitan belajar.
  3. Metode studi kasus. Diskusi yang mendalam tentang seorang anak berkesulitan belajar dapat melibatkan guru  kelas dan personel sekolah lain. Melalui studi kasus diharapkan para guru dapat memahami proses asesmen, intervensi, dan aspek-aspek lain dari kesulitan belajar.
  4. Pengalaman klinis. Kerja sama antar personel seklah dapat dilakukan dengan melibatkan mereka secara langsung dalam pelaksanaan diagnosis dan pengajaran. Pengalaman semacam ini dapat meningkatkan pemahaman guru tentang kesulitan belajar sehingga mereka memahami pula arti kerja sama dalam upaya pemecahannya.
  5. Pembicara tamu dan menghadiri seminar. Menghadirkan pakar pendididkan anak berkesulitan belajar untuk memberikan ceramah disekolah merupakan salah satu upaya untuk menumbuhkan sikap positif para guru kelas sehingga mereka bersedia memberikan urunan tenaga dan pikiran untuk memecahkan masalah kesulitan belajar. Upaya lain adalah dengan meminta kepada kepada para guru atau personel sekolah lain untuk hadir dalam seminar atau simposium tentang anak berkesulitan belajar.
  6. Laporan berkata. Laporan berkata atau jurnal ynag berkaitan dengan kesulitan belajar hendaknya menjadi salah satu bacaan yang disediakan oleh sekolah bagi para  guru. Bacaan semacam  itu diharapkan meningkatkan sikap positif guru terhadap upaya penaggulangan kesulitan belajar.

Hubungan Orang Tua Dan Guru

Dalam menjalin hubungan dengan orrrangtua, guru perlu memahami bahwa ada berbagai reaksi para orangtua terhadap anak mereka yang berkesulitan belajar. Menurut Lenner (1988:154) ada tia macam reaksi para orangtua terhadap anak mereka yang berkesulitan belajar, yaitu (1) menolak atau tidak menerima kenyataan, (2) kompensasi yang berlebihan, dan (3) menerima anak sebagaimana adanya.

Sikap menolak atau tidak dpat menerima kenyataan sering diperlihatkan dalam bentuk adanya hubungan sayang-benci dan menerima menolak anak. Huungan sayang dan benci merupakan sikap amvibelennsi, kadang-kadamg sayang dan kadang-kadanag benci terhadap anakny yang tergolong berkesulitan belajar. Begitu pula dengan sikap menerima menolak, orangtua disuatu saat dapat  menerima anak sebagaimana adanya tetapi disaat lain menolak. Sikap orangtua yang membenci dan menolak anak berkesulitan belajar tidak hanya dapat menghambat anak untuk menyesuaikan diri dengan kesulitannya tetapi juga menghambat komunikasi didalam keluarga sehingga pada gilirannya dapat menimbulkan rasa tidak aman  pada anak, bentuk reaksi konpensasi yang berlebihan tampak dari adanya kecendeungan  orangtua untuk bersikap tidak realistik, kaku atua keras, dan memberikan perlindungan yang berlebihan, memberikan latihan secara terus menerus, dan engharapkan anaknya dapat menjadi superior. Sikap orrangtua semacam ini dapat mengakibatkan anak menjadi cerdas berlebihan sehingga pada gilirannya menghambat pencpaian prestasi pencapaian yang optimal.

Orang tua yang bersikap menerima anak berkesulitan belajar apa adamya adalah yang paling positif, yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Sesungguhnya sulit untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan menerima anak apa adnya. Menutut Robinson seperti dikutip oleh Mercer (1979:99), yang dimksud dengan menrima anak adlah menghargai apa yang dimiliki anak menyadarikekurangannya, dan aktif menjalin hubungan yang menyenangkan dengan anak. Bertolak dari penghargaan atas apa yang dimiliki anak dan penerimaan atas apa yang tidak dimiliki anak, orangtua menjalinhubungan yang wajar dan berupaya mengembangkan potensi yang masih dimiliki oleh anak untuk mempersiapkan tugasnya di masa depan. Menurut Wortis seperti dikutip oleh Mercer (1979:99), ada dua indikator dari orangtua yang menerimaanak apa adanya, yaitu (1) ttap melakukan aktivitas kehidupan yang normal dan (2) berupaya mempertemukan anak dengan kebutuhannya.

Menurut Mercer (1979:95), sikap menerima anak apa adanya adalah tahapan akhir darimpenyesuaian orangtua dalam menghadapi anaknya yang berkesulitan belajar. Ada liam tahapan penyesuaian orangtua dalam  menghadapi ananya yang berkesulitan belajar, yaitu (1) menyadari adnya masalah (2) mengenal asalah, (3) mencari penyebab, (4) mencapai penyembuhan, dan terakhir adalah (5) menerima anak apa adanya.

Kesadaran terhadap adanya masalah biasanya muncul pada saat orangtua melihat adanya gejala-gejala penytif penyimpangann yang negatif pada anak. Gejala-gejala tersebut antara lain adalah (a) belum dapat duduk pada usia sembilan bulan, (b) belum dapat berjalan pada usia 18 bulan, (c) belum dapat biacara satu  kata yang dapat dimengerti pada usia tiga tahun, (d) sering pandangannya kosong, (e) tangannya kaku dan canggung, (f) sering terantuk da jatuh, (g) memberikan reaksi yang keras tehhadap peristia yang remeh, (h) tidak mudah tertawa, dan (i) tiak menyukai permainan sembunyi-sembunyi atau cilukba. Jika ibu mengetahui adanya gejala-gejala awal tersebut biasanya akan memberitahukan kepad ayah, dan mereka umumnya mulai menyadari tentang adanya masalah tersebut biasanya orangtua berusaha mencari informasi profesional kepada guru TK atau kepada dokte anak.

Setelah orangtua memperoleh informasi dari dokter bahwa anaknya memiliki penyimpangan yang dapat mengganggu proses belajar, orangtua biasanya memberikan reaksi yang bermacam-macam. Reaksi tersebut dpat dalam bentuk pertengkaran orangtus, berpindah-pindah dokter untuk meyakinkan hasil diagnosis (doctor shopping), dan ada pulaorangtua yang menggunakan mekanisme pertahanan diri untuk mengurangi kecemasan yang disebabkan oleh keadaan yang tidak disukai. Pertengkaran orangtua biasanya terjadi karena adanya perbedaan reaksi antara ibu dan ayah dalam menghadapi masalah. Berpindah-pindah dokter terjadi karena rorangtua ingin meyakinkan ketepan diagnosis. Kesulitan-kesulitan, terutama yang tergolong ringan, sering sukar didiagnosis pula masa usia prasekolah.

Untuk mengurangi kecemasan, ada orang tua menggunakan mekanisme pertahanan diri. Bentuk mekanisme pertahanan diri yang paling umum dan paling primitif menurut Mercer (1979:96) adalah penyngkalan (denial). Orangtua mungkin mengatakan bahwa anaknya memiliki kemampuan sehingga membuat tuntutan-tuntutan yang tidak reaalistik., misalnya dengan mengantarkan anak mengikuti les piano, les menari, dan sebagainya. Mungkin orangtua menggunakan mekanisme pertahanan diri dalam bentuk memberikan perlindungan yang berlebihan (overprotection) dengan melarang anak berpartisipasi dalam kegiatan yang dapat dilakukan dan disukai oleh anak. Harapan yang berlebihan dapat menhyebabkan anak menjadi frustasi sedangkan perlindungan yang berlebihan dapat menyebabkan anak menjadi bergantung pada orang lain atau tidak mandiri. Pada tahap pengakuan adanya masalah, maka ia baru dapat di ajak untuk menyiapkan perkembangan anak selanjutnya.

Setelah tahap mengakui adanya masalah, orangtua biasanya  memasuki tahap mencari penyebab. Menurut Robinson dan Robinson seperti dikutip oleh Mencer (1979:7), ada dua alasan rangtua mencai penyebab kesulitan belajar. Pertama, dengan mengetahui penyebab diharapkan dapat ditemukan jalan untuk memperbaiki atau mencegah kesulitan belajar. Kedua, dengan mengetahui penyebab, diharapkan dapat ,engurangi beban berat perasaan berdosa. Orangtua mungkin menjadi sangat frustasi karena penyebab kesulitan belajar sukar dipahami. Diagnosis umumnya didasarkan atas manifestasi perilaku, bukan pada dasar neurologik atau genetik; dan disamping itu orang tua mungkin menemukan berbgai teori yang berbeda-beda tentang penyebab kesulitan belajar.

Tahapan berikutnya adalh mencari penyembuhan. Kebanyakan orangtua mencari penyembuhan didasarkan atas pandangan etiologis atau penyebab tertentu. Jika penyebabnya kekurangan vitamin, mungkin akan disembuhkan dengan memberikan vitamin tertentu.jika penyebabnya disfungsi otak minimal, mungkin akan di sembuhkan dengan latihgan-latihan perseptual motor: dan jika penyebabnya pendidikan yang keliru, mungkin akan disembuhkan dengan memanipulasi dengan lingkungan dan perkembangan yang diinginkan. Macam-macam peneyembuhan tersebut sesungguhnya masih hipotesis dan karena itu guru hendaknya memberikan informasi atau pengarahan yang cukup.

Tahapan terakhir penyesuaian orang tua dalam menghadapi anak berkesulitan beljar adalah menerima anak sebagaimana adanya. Setelah melalui tahapan-tahapan sebelumnya, biasanya orang tua sampai pada tahapan akhir penyesuaian ini. Jika orang tua telah sampai pada tahapan inilah pembelajaran bagi anak berkesulitan belajar biasanya dapat mencapai kemajuan.

Dalam menjalin hubungan dengan orang tua, sekolah menyelenggarakan anatara orang tua dan guru. Pertemuan orang tua-guru dapat menjadi suatu jembatan antara rumah dengan sekolah. Baik orang tua maupun guru sering merasa khawatir saat hadir dalam pertemuan semacam itu. Para orang tua umumnya khawatir  terhadap laporan guru tentang anak mereka sedangkan para guru umumnya  khawatir terhadap reaksi negatif dari para orang tua. Pertemuan orang tua guru hendaknya di pandang oleh kedua belah pihak sebagai wahana untuk membantu anak. Dengan melakukan berbagai koordinasi berbagai upaya, orang tua guru dapat bekerja sama untuk membantu anak mencapai kemajuan.

Dalam menyelenggarakan suatu pertemuan, guru hendaknya berusaha meyakinkan orang tua bahwa mereka akan di ajak berkomunikasi dalam hubungan anatar manusia, bukan hubungan dengan sistem yang impersonal. Guru hendaknya memperlihatkan perhatian mereka terhadap anak dan penghargaan terhadap orang tua, dan bukan memperlihatkan kesombongan. Berbagai kesulitan hendaknya di bicarakan dalam suasana tenang dan menghindari istilah-istilah teknis. Para orang tua umumnya ingin memahami sifat masalah, dan karena itu data diagnostik dan pendekatan pembelajaran yang di gunakan hendaknya dijelaskan kepada orang tua. Para orang tua hendaknya juga di bantu untuk menjadi peka terhadap berbagai kesulitan yang dihadapi oleh anak mereka di sekolah.

Para orang tua umumnya ingin mengetahui tentang bantuan yang dapat mereka berikan kepada anak dirumah. Ada berbagai aktivitas yang menurut Mercer ( 1979:102 ) dapat dikerjakan oleh orang tua di Rumah untuk membantu anak, yaitu (1) melakukan observasi perilaku anak, (2) memperbaiki perilaku anak, dan (3) mengajar anak.

Orang tua mempunyai lebih banyak waktu untuk bergaul dengan anak bila dibandingkan dengan guru, dokter, atau konseler. Oleh karena itu, melatih orang tua untuk mengembangkan keterampilan melakukan observasi perilaku anak merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat bagi upaya membantu anak berkesulitan belajar. Hasil observasi orang tua dapat dilaporkan kepada guru, dokter atau konseler sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pemecahan masalah kesulitan belajar anak. Adapun perilaku anak yang perlu diobservasi oleh orang tua antara lain adalah yang berkaitan dengan kemampuan anak bermain bersama kakak atau adiknya, jenis permainan yang disukai, kebiasaan tidur, dan benda atau peristiwa yang ditakuti anak.

Anak berkesulitan belajar sering memperlihatkan banyak masalah perilaku. Beberapa masalah perilaku yang paling umum adalah hiperaktivitas, kecanggungan, dan emosi yang labil. Untuk memperbaiki perilaku tersebut orang tua dapat  mengikuti petunjuk-petunjuk  yang diberikan oleh guru bagi anak berkesulitan belajar , dokter atau psikolog. Dengan demikian, berbagai upaya untuk memperbaiki perilaku anak tidak hanya dilakukan di sekolah tetapi juga di rumah.

Masyarakat umumnya memandang bahwa tugas orang tua di rumah adalah menanamkan kebiasaan dan tradisi yang berlaku dalam lingkungan sosialnya. Orang tua diharapkan dapat mengajarkan kepada anak tentang norma dan keterampilan social. Tetapi , mengenai pelajaran akademik, ada dua macam pandangan. Pertama , pandangan yang tidak memperbolehkan orang tua mengajarkan bidang akademik kepada anak. Kedua, pandangan yang menganjurkan agar orang tua mengajarkan bidang akademik kepada anak di rumah.

Pandangan yang tidak memepebolehkan orang tua mengajarkan bidang akademi kepada anak bertolak dari alasan (1) orang tua tidak memiliki keterampilan mengajar yang esensial, (2) sering menimbulkan ketegangan dan frustasi kepada anak, (3) waktu anak untuk bermain menjadi kurang, dan (4) orang tua mungkin akan berasa bersalah jika tidak memiliki waktu untuk mengajar anak. Pandangan yang menganjurkan agar orang tua mengajarkan bidang akademik kepada anak bertolak dari alasan bahwa (1) jika mendapat latihan orang tua dapat berfungsi sebagai guru di rumah, dan (2) orang tua dapat menjadi pelengkap bagi pembelajaran di sekolah.

Perlu tidaknya orang tua menjadi guru bagi anak mereka di rumah tergantung pada berbagai keadaan. Jika orang tua mampu menjalin hubungan yang baik dengan anak, menguasai bahan pelajaran dan metode pengajarannya, dan memiliki waktu mengajar, ada baiknya orang tua menjadi guru bagi anak mereka di rumah. Tetapi, jika orang tua menjadi tegang, frustasi, kecewa. Atau tidak sabar pada saat mengajar, orang tua semacam itu sebaiknya tidak menjadi guru bagi anak mereka di rumah. Beberapa pertimbangan lain untuk memutuskan apakah orang tua oerlu mengajarkan bidang akademik kepada anak di rumah adalah kemungkinan waktu anak untuk bermain menjadi berkurang, kemungkinan menimbulkan perasaan iri pada anaknya yang lain, dan apakah pengajaran tersebut dapat menyenangkan anak atau tidak.

Program Bimbingan Dan Latihan Bagi Orang Tua

Meskipun peranan orang tua terhadap keberhasilan anak di sekolah telah lama dikenal, penyediaan layanan bimbingan dan latihan bagi orang tua disekolah , terutama di TK dan di SD, masih sangat terbatas. Berikut ini akan dikemukakan program bimbingan dan program latihan bagi orangtua

a. Program bimbingan bagi orang tua

Menurut Mc Dowell seperti dikutip oleh Mercer (1979:100), ada dua macam pendekatan dalam memberikan bimbingan bagi orang tua, yaitu pendekatan informasional dan pendekatan psikoterapetik. Pendekatan informasional menekankan pada penyediaan pengetahuan bagi orang tua tentang kesulitan belajar. Mercer mengemukakan contoh pendekatan ini dengan suatu pertemuan berangkai yang di selenggarakan oleh Mc Whirter. Sekolah menyelenggarakan suatu rangkaian pertemuan bagi orang tua anak berkesulitan belajar dan kepada mereka diberikan informasi tentang anak berkesulitan belajar dan latihan untuk menanggulanginya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertemuan- pertemuan semacam itu sangat berharga bagi orang tua.

Pendekatan psikoterapetik memusatkan perhatian pada usaha membantu orang tua memahami konflik keluarga dan gangguan emosional yang disebabkannya.menurut Abrams dan kaslow seperti dikutip oleh mercer (1979:104)ada beberapa macam strategi pemberian bantuan bagi anak berkesulitan belajar seperti dikemukakan berikut ini.
  1. Hanya intervensi pendidikan.strategi ini ditujukan kepada anak berkesulitan belajar tanpa gangguan emosional, yang memiliki keluarga stabil dan harmonis.
  2. Hanya terapi individual. Strategi ini ditunjukkan kepada anak  berkesulitan belajar yang orang tua nya memiliki gangguan yang sulit disembuhkan seperti orang tua yang pecandu obat bius, peminum alcohol, psikotik , atau yang menolak anak.
  3. Bimbingan kelompok orang tua. Strategi untuk orang tua yang baik, yang dirasakan akan memperoleh keuntungan dari pertemuan – pertemuan kelompok yang berupaya memecahkan masalah kesulitan belajar anaka-anak mereka.
  4. Terapi individual dan tutorial. Strategi ini untuk anak berkesulitan belajar yang membutuhkan intervensi akademik yang sistematik dan orang tua nya memiliki gangguan yang sulit disembuhka (lihat B)
  5. Terapi bersamaan anak dan orang tua dengan pemberi terapi yang berbeda. Strategi ini digunakan jika pemberian terapi kepada anak dan orang tua secara bersamaan dapat menimbulkan kecemasan atau perasaan tertekan.
  6. Terapi bersamaan anak dan orang tua dengan pemberi terapi yang sama. Strategi ini tepat digunakan jika orang tua dan anak dapat menjalin interaksi koperatif.
  7. Terapi keluarga yang terdiri ari anak, orang tua, dan saudara- saudara kandung. Strtegi ini tepat digunakan bagi keluarga yang dapat memecahkan masalah dengan menciptakan lingkungan social yangsaling menunjang atau koperatif.
Strategi psikoterapik dapat dipandang sebagai strategi yang cenderung menekankan pada peran orang tua dalam memecahkan masalah emosional anak, yang memandang perlu adanya perbaikan keseluruhan lingkungan keluarga.

b. Program Latihan bagi Orang Tua

Program ini ditunjukan kepada orang tua untuk memeperoleh keterampilan mengajar, berinteraksi, dan mengelola perilaku anak secara efektif di rumah. Menurut McDowell seperti dikutip oleh Mercer(1979:101) ada dua pendekatan dalam program latihan bagi orang tua, yaitu (a) pendekatan komunikasi (communication approach) dan (b)  pendekatan keterlibatan ( involment approach)

Pendekatan komunikasi menekankan pada penyelenggaraaan komunikasi langsung antara orang tua dengan anak;sedangkan pendekatan keterlibatan menekan pada upaya pemecahan masalah praktis melalui kerja sama kelompok.

Dinkemeyer dan Carlson seperti dikutip oleh mercer (1979; 101) mengembangkan suatu strategi keterlibatan yang disebut ``C-Group`` yang membantu orang tua memecahkan masalah praktis melalui kerja sama (collaboration), konsultasi (consultation), klarifikasi (clarification) konfrontasi(confrontation), perhatian dan pengasuhan (concern and caring), kerahasiaan (confidentiality), dan tanggung jawab (commitment) pada perubahan. Dalam pendekatan ini orang tua diminta untuk menyajikan masalah-masalah praktis kepada kelompok dan kemudian mereka mencoba memecahkan masalah sesuai dengan saran yang dikemukakan oleh kelompok.


DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Mulyadi, M.Pd. I. 2012. Diagnostikkesulitan Belajar Dan Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus
Prof. Mulyono, 2012 . Anak Berkesulitan Belajar (Teori, Diagnostik, dan Remediasinya)
Dr. Mulyono Abdurahman. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar.

Terima Kasih atas kunjungan anda, jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar atas postingan ini...

Post a Comment