Makalah Kesulitan Belajar Menulis

Table of Contents

BAB I PENDAHUUAN

1.1 Latar Belakang

Keterampilan berbahasa diperoleh dari proses hubungan yang teratur dan sangat kompleks. Tiap-tiap aspek keterampilan saling berhubungan dan merupakan kesatuan yang utuh. Dimulai pada masa kecil, seseorang belajar menyimak bahasa terlebih dahulu disekelilingnya, baru kemudian ia akan berbicara, kemudian ia akan belajar membaca dan menulis. Komponen dari keterampilan berbahasa adalah: keterampilan berbicara, keterampilan menyimak, keterampilan membaca dan keterampilan menulis.

Menulis bukan hanya menyalin tetapi juga mengekspresikan pikiran dan perasaan ke dalam lambing-lambang tulisan. Kegunaan kemampuan menulis bagi para siswa adalah untuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan sebagian besar tugas sekolah. Tanpa memiliki kemampuan untuk menulis, siswa akan mengalami banyak kesulitan dalam melaksanakan ketiga jenis tugas tersebut. Oleh karena itu, menulis harus diajarkan pada saat anak mulai masuk SD dan kesulitan belajar menulis harus memperoleh perhatian yang cukup dari para guru.

Untuk makalah ini, yang akan dibahas secara khusus adalah hambatan atau kesulitan menulis dalan belajar.

1.2  Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu :
  1. Apa itu hakikat menulis?
  2. Apa hakikat kesulitan menulis?
  3. Bagaimana asesmen kesulitan menulis?
  4. Apa saja remediasi kesulitan belajar menulis?


1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan yang dicapai melalui pembahasan maalah ini adalah agar dapat dipahami :
  1. Menjelaskan defnisi hakikat menulis secara rinci
  2. Menjelaskan hakikat kesulitan menulis secara rinci
  3. Memaparkan proses asesemen kesulitan menulis
  4. Memberikan contoh remediasi kesulitan belajar menulis

1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini memiliki manfaat sebagai berikut :
  1. Dapat menjelaskan kesulitan siswa dalam menulis serta solusi menangani kesulitan belajar menulis siswa
  2. Mampu menguraikan berbagai macam proses belajar menulis serta perkembangan anak dalam belajar mrnuli
  3. Dapat mengembangkan setiap aspek dalam proses pembelajaran menulis serta kesulitan yang dialami siswa. 

BAB II ISI

2.1 Hakikat Menulis

Banyak orang yang lebih menyukai membaca daripada menulis karena menulis dirasakan lebih lambat dan lebih sulit. Meskipun demikian, kemampuan menulis sangat diperlukan baik dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat. Para siswa memerlukan kemampuan menulis untuk menyalin, mencatat, atau untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Dalam kehidupan masyarakat orang memerlukan kemampuan menulis untuk keperluan berkirim surat, mengisi formulir, atau membuat catatan.

Kemampuan menulis sangat diperlukan baik dalam kehidupan disekolah maupun dimasyarakat, dalam kehidupan masyarakat orang memerlukan kemampuan menulis untuk mengisi formulir, mengirim surat, atau membuat catatan.

Ada banyak definisi tentang menulis yaitu :

1. Lerner (1985 :413)


Menulis adalah menuangkan ide kedalam satu bentuk visual

2. Soemarmo Markam (1989 :7)

Menulis adalah mengugkapkan bahasa dalam bentuk symbol gambar. Menulis adalah suatu aktivitas kompleks, yang mencakup gerakan lengan ,tangan, jari,dan mata secara terintegrasi. Menulis juga terkait dengan pemahaman bahasa dan kemampuan bicara

3. Tarigan (1986 : 21)

Mendefinisikan menulis sebagai melukiskan lambang –lambang grafis dari bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang – orang lain yang menggunakan bahasa yang sama dengan penulis tersebut.

4. Hargrove dan Poteet (1984 : 239 )

Menulis merupakan penggambaran visual tentang pikiran, perasaan, dan ide dengan menggunakan symbol – symbol system bahasa penulisnya untuk keperluan komunikasi atau mencatat
Dari beberapa definisi tentang menulis yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa :
  1. menulis merupakan salah satu komponen sistem komunikasi;
  2. menulis adalah menggambarkan pikiran, perasaan, dan ide ke dalam bentuk lambang-lambang bahasa grafis; dan
  3. menulis dilakukan untuk keperluan mencatat dan komunikasi.

Proses belajar menulis melibatkan rentang waktu yang panjang. Proses belajar menulis tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan proses belajar berbicara dan membaca. Pada awal anak belajar membaca, mereka menyadari pula, bahwa bahasa ujaran yang biasa digunakan dalam percakapan dapat dituangkan dalam bentuk lambing tulisan. Mulai saat itu, timbullah kesadaran pada anak tentang perlunya belajar menulis. Dengan demikian, proses belajar menulis terkait erat dengan proses belajar berbicara dan membaca.

Proses belajar menulis pada hakikatnya merupakan suatu proses neurofisiologis. Russel dan Wanda (1986:16-21) mengemukakan adanya pembagian otak ke dalam empat lobus

(1) lobus frontalis

Lobus frontalis terletak dibagian depan, dilindungi oleh tulang dahi. Fungsinya adalah sebagai pusat pengertian, koordinasi motorik, dan yang berhubungan dengan watak dan tabiat

(2) lobus parietalis

Lobus perietalis terletak dibagian atas, dilindungi oleh tulang ubun-ubun. Fungsinya adalah untuk menerima dan menginterpretasikan rangsangan sensoris, kinestetis, orientasi ruang, penghayatan tubuh (body emage), dan taktil lobus temporalis terletak pada bagian samping, dilindungi oleh tulang pelipis

(3) lobus temporalis

Adapun fungsi lobus temporalis adalah sebagai pusat pengertian pembicaraan, pendengaran, asosiasi pendengaran, memori, pengecap, dan penciuman.

(4) lobus occipitalis

Lobus occipitalis terletak dibagian belakang, dilindungi oleh tulang belakang kepala. Fungsinya adalah sebagai penglihatan  dan asosiasi penglihatan. Pada saat menulis akan terjadi peningkatan aktivitas pada susunan saraf pusat dan bagian-bagian organ tubuh. Rangsangan dari lingkungan diterima oleh alat indra, dan selanjutnya diteruskan ke susunan saraf pusat melalui spinal ke cortex di daerah lobus occipitalis, lobus temporalis, lobus parietali, dan lobus frontalis; kemudian kembali ke saraf-saraf spinal yang keluar dari sumsum tulang belakang.

2.2 Hakikat Kesulitan Menulis

Proses belajar menulis melibatkan rentang waktu yang panjang dan tidak dapat dilepaskan kaitan nya dengan proses belajr berbicara dan membaca.
  1. Pelajaran menulis mencakup :
  2. Menulis dengan tangan
  3. Mengeja
  4. Menulis ekspresi

Para ahli menyarankan agar anak diajari menulis terlebih dahulu dengan menulis huruf sambung, berikut ketiga alasan kenapa anak disarankan belajar huruf sambung terlebih dahulu :
  1. Tulisan sambung memudahkan anak – anak untuk mengenal kata – kata sebagai satu kesatuan
  2. Tidak memungkinkan anak menulis terbalik – balik
  3. Menulis dengan huruf sambung lebih cepat karena tidak ada gerakan pensil yang terhenti untuk tiap huruf.

a. Menulis dengan Tangan atau Menulis Permulaan

Sejak awal masuk sekolah anak harus belajar menulis tangan karena kemampuan ini merupakan prasyarat bagi upaya belajar berbagai bidang studi yang lain. Kesulitan menulis dengan tangan tidak hanya menimbulkan masalah bagi anak tetapi juga guru. Tulisan yang tidak jelas misalnya, baik anak maupun guru tidak dapat membaca tulisan tersebut.

Menurut Lerner (1985:402), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan anak untuk menulis, (1) motorik, (2) perilaku, (3) persepsi, (4) memori, (5) kemampuan melaksanakan cross modal, (6) penggunaan tangan yang dominan, dan (7) kemampuan memahami instruksi. Anak yang perkembangan motoriknya belum matang atau mengalami gangguan, akan mengalami kesulitan dalam menulis; tulisannya tidak jelas, terputus-putus, atau ntidak mengikuti garis. Anak yang hiperaktif atau yang perhatiannya mudah teralihkan, dapat menyebabkan pekerjaan terhambat, termasuk pekerjaan menulis.

Anak yang terganggu persepsinya dapat menimbulkan kesulitan dalam menulis. Jika persepsi visualnya yang terganggu, anak mungkin akan sulit membedakan bentuk-bentuk huruf yang hampir sama seperti d dengan b, p dengan q, h dengan n, atau m dengan w. jika persepsinya auditorisnya yang terganggu, mungkin anak akan mengalami kesulitan untuk menulis kata-kata yang diucapkan oleh guru. Gangguan memori juga dapat menjadi penyebab terjadinya kesulitan belajar menulis karena anak tidak mampu mengingat apa yang akan ditulis. Jika gangguan menyangkut ingatan visual, maka anak akan sulit untuk mengingat huruf atau kata; dan jika gangguan tersebut menyangkut memori auditori, anak akan mengalami kesulitan menulis kata-kata yang baru saja diucapkan oleh guru.

Kemampuan melaksanakan cross modal menyangkut kemampuan mentransfer dan mengorganisasikan fungsi visual ke motorik. Ketidakmampuan di bidang ini dapat menyebabkan anak mengalami gangguan koordinasi mata-tangan sehingga tulisan menjadi tidak jelas, terputus-putus, atau tidak mengikuti garis lurus. Anak yang tangan kirinya lebih dominan atau kidal tulisannya juga sering terbalik-balik dan kotor. Ketidakmampuan memahami instruksi dapat menyebabkan anak sering keliru menulis kata-kata yang sesuai dengan perintah guru.

Kesulitan belajar menulis sering disebut juga disgrafia (dysgraphia) (Jordon seperti dikutip oleh Hallahan, Kauffaman, & Lloyd, 1985: 237). Kesulitan belajar menulis yang berat disebut juga agrafia. Disgrafia menunjuk pada ketidakmampuan mengingat cara membuat huruf atau simbol-simbol matematika. Disgrafia sering dikaitkan dengan kesulitan belajar membaca atau disleksia (dyslexia) karena kedua jenis kesulitan tersebut sesungguhnya saling terkait.

Kesulitan belajar menulis sering terkait dengan cara anak memegang pensil. Ada empat macam cara anak memegang pensil yang dapat dijadikan sebagai petunjuk bahwa anak berkesulitan belajar menulis, yaitu (1)  sudut pensil terlalu besar, (2) sudut pensil terlalu kecil, (3) menggenggam pensil(seperti mau meninju), dan (4) menyangkutkan pensil di tangan atau menyeret (Hornsby, 1984: 66). Jenis memegang pensil yang terakhir, menyeret pensil, adalah khas bagi anak kidal.

Menurut Hagin (Lovitt, 1989:227), ada lima alasan perlunya anak diajar menulis huruf cetak lebih dulu pada awal belajar menulis:
  1. huruf cetak lebih mudah dipelajari karena bentuknya sederhana;
  2. buku-buku menggunakan huruf cetak sehingga anak-anak tidak perlu mengakomodasikan dua bentuk tulisan;
  3. tulisan dengan huruf cetak lebih mudah dibaca daripada tulisan dengan huruf s huruf cetak digunakan untuk kehidupan sehari-hari seperti mengisi formulir atau berbagai dokumen; dan
  4. kata-kata yang ditulis dengan huruf cetak lebih mudah dieja karena huruf-huruf tersebut berdiri sendiri-sendiri.
Para ahli yang menyarankan agar anak diajar menulis dengan huruf sambung lebih dahulu bertolak dari tiga alasan. Ketiga alasan tersebut adalah
  1. Tulisan sambung memudahkan anak untuk mengenal kata-kata sebagai satu kesatuan
  2. tidak memungkinkan anak menulis terbalik-balik;
  3. menulis dengan huruf sambung lebih cepat karena tidak ada gerakan pensil yang terhenti untuk tiap huruf.
Pengalaman menunjukkan, bahwa untuk menentukan jenis tulisan yang harus diajarkan pada saat anak belajar menulis permulaan bukan pekerjaan yang sederhana. Guru harus melakukan observasi cukup lama lebih dulu untuk menentukan jenis tulisan yang pertama harus diajarkan.

b. Mengeja

Mengeja adalah suatu bidang yang tidak memungkinkan adanya kreativitas atau berpikir devergen. Hanya ada satu pola susunan huruf-huruf untuk suatu kata  yang dapat dianggap benar, tidak ada kompromi. Sekelompok huruf yang sama akan memiliki makna yang berbeda jika disusun secara berbeda, kelompok huruf “b”, ”i”, dan ”u” misalnya, dapat disusun menjadi “ibu”, ”bui”, ”iub”; tiga susunan pertama mengandung makna yang berbeda sedang susunan terakhir tidak mengandung makna. Oleh karena itu, mengeja pada hakikatnya adalah memproduksi urutan huruf yang benar baik dalam bentuk ucapan atau tulisan dari suatu kata. Perbedaan urutan huruf akan menghasilkan kata yang berbeda makna atau mungkin tidak bermakna.

Menuut Mann, Suiter, dan McClung (1979:191), mengeja kata-kata terpisah (isolated words) tanpa makna dapat memberikan pemahaman kepada anak struktur bahasa. Menurut Lerner (1985:406), ada dua cara untuk mengajarkan mengeja, (1) mengeja melalui pendekatan linguistik dan (2) mengeja melalui pendekatan kata-kata

c. Menulis Ekspresif

Yang dimaksud dengan menulis ekspresif adalah mengungkapkan pikiran dan atau perasaan ke dalam suatu bentuk tulisan, sehingga dapat dipahami oleh orang lain yang sebahasa. Menulis ekspresif disebut juga mengarang atau komposisi ( Hallahan, Kauffman, Lioyd,(1985: 143).

Kesulitan menulis ekspresif mungkin yang paling banyak dialami baik oleh anak maupun oleh orang dewasa. Agar dapat menulis ekspresif seseorang harus lebih dulu memiliki kemampuan berbahasa ujaran, membaca, mengeja, menulis dengan jelas, dan memahami berbagai aturan yang berlaku bagi suatu jenis penulisan.

Roit dan McKenzie mengemukakan tiga saran dalam menyusun program pengajaran menulis ekspresif. Ketiga saran tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Guru hendaknya sensitive terhadap akibat sikap negative anak berkesulitan belajar terhadap menulis. Guru hendaknya memberikan juga membantu anak agar mereka menyadari bahwa menulis atau mengarang merupakan sesuatu yang menuntut keaktifan, proses eksploratoris, dan pengoranisasian pikiran.
  2. Guru hendaknya menyusun suatu jadwal menulis dalam situasi dan konteks yang bervariasi untuk membantu anak dalam membuat generalisasi.
  3. Guru hendaknya menggunakan aktivitas yang berorientasi pada upaya membangkitkan rasa ingin tahu, semangat, prediksi, dan sebagainya.

Dalam menyusun rancangan pengajaran menulis ekspresif bagi anak berkesulitan belajar maupun yang tidak berkesulitan belajar, Hansen seperti dikutip oleh Lovitt (1989:251) menyarankan agar mencakup :
  1. menulis perintah dan pemberitahuan
  2. menulis laporan tentang artikel atau cerita
  3. merangkum bacaan, pembicaraan, laporan tertulis, dan diskusi kelas
  4. menulis pengalaman pribadi
  5. menulis karangan imajinatif
  6. menulis surat untuk tujuan sosial dan bisnis
  7. menulis untuk majalah atau koran sekolah
  8. menulis untuk mengorganisasikan dan mengembangkan ide; dan
  9. menulis peringatan untuk diri sendiri dan orang lain.

2.3 Asesmen Kesulitan Menulis

Ada dua jenis asesmen yang digunakan dalam menulis yaitu asesmen formal dan informal. Dinegara kita asesmen formal belum dikembangkan, Dua alasan mengapa asesmen formal belum dikembangkan :
  1. Kajian tentang kesulitan belajar itu sendiri masih berada pada tahap permulaan
  2. Melakukan adaptasi berbagai asesmen dari Negara lain yang telah mengembangkan dan hal ini bukan pekerjaan yang mudah karena adanya latar belakang budaya yang berbeda.


A. Asesmen Kesulitan Menulis dengan Tangan (Menulis Permulaan)

Untuk mengetahui apakah anak mengalami kesulitan menulis tangan, guru dapat melakukan observasi terhadap berbagai kemampuan sebagai berikut:
  1. menulis dari kiri ke kanan
  2. memegang pensil dengan benar;
  3. menulis nama panggilannya sendiri
  4. menulis huruf-huruf
  5. menyalin kata-kata dari papan tulis ke buku atau kertas; dan
  6. menulis pada garis yang tepat.

B. Asesmen Kesulitan Mengeja

Untuk mengetahui kemampuan anak dalam mengeja dapat dilihat adanya berbagai kesalahan pada tulisan mereka. Adapun berbagai kesalahan yang sering dilakukan oleh anak-anak dalam mengeja adalah:
  1. pengurangan huruf (bekerja ditulis bekerja)
  2. mencerminkan dialek (sapi ditulis sampi)
  3. mencerminkan kesalahan ucap (namun ditulis nanum)
  4. pembalikan huruf dalam kata (ibu ditulis ubi)
  5. pembalikan konsonan (air ditulis ari)
  6. pembalikan konsonan atau vokal (berjalan ditulis berjrlan)
  7. pembalikan suku kata (laba ditulis bala).

C. Asesmen Kesulitan Menulis Ekspresif

Untuk mengetahui kemampuan menulis ekspresif anak-anak SD Johnson seperti dikutip oleh Lovitt (1989:254) telah mengembangkan intstrumen informal yang meminta anak-anak menuliskan suatu cerita yang mencakup bagian permulaan, pertengahan, dan akhir. Berdasarkan tulisan cerita tersebut guru melakukan evaluasi berdasarkan :
  1. panjang karangan;
  2. ejaan, tanda baca, dan tata bahasa;
  3. kematangan dan keabstrakan tema;
  4. bentuk tulisan tangan dan huruf;
  5. panjang kalimat dan perkembangan perbendaharaan kata.
Untuk memperoleh data tentang kemampuan anak dalam menulis, Poteet meminta kepada anak-anak beberapa contoh yang menggambarkan berbagai tulisan, huruf, daftar, laporan, jawaban terhadap pertanyaan, sesuai dengan tingkat kelas masing-masing. Ia juga menyarankan agar anak-anak membaca tulisan mereka dengan keras., dan guru mencatat tiap penyimpangan dari tulisan anak-anak tersebut.

Daftar Cek untuk Mengukur Kemampuan Menulis  Ekspresif yang Dikembangkan oleh Poteet (Lovitt, 1989:225)
Nama Siswa    : ……………………………….
Kelas               : ……………………………….
Nama Guru     : ……………………………….

ST
T
C
R
Ket
I. Keindahan Tulisan
A.    Jarak pada halaman
B.     Jarak antarkalimat
C.     Jarak tiap kata
D.    Jarak tiap kata
E.     Kemiringan huruf
F.      Bentuk huruf
G.    Tekanan pada kertas
H.    Cara memegang pensil
II.   Ejaan (. . .% salah eja)
A.    Salah menyebutkan
B.     Penyisipan huruf
C.     Penghilangan huruf
D.    Penggantian huruf
E.     Mengeja huruf
F.      Kebingungan arah
G.    Kontrol vokal
H.    Orientasi huruf
I.       Urutan
J.       Lain-lain
III.    Tata Bahasa
A.    Huruf capital
1.      Kata benda nama diri
2.      Kata sifat yang tepat
3.      Kata pertama tiap kalimat
4.      Kata pertama tiap syair
5.      Kata pertama tiap kutipan
6.      Gelar kebangsawanan
7.      Gelar pribadi
8.      Personifikasi
9.      Salam pembuka surat
10.  Salam penutup surat
11.  Lain-lain
B.     Pemberian  tanda baca
1.      Titik
2.      Koma
3.      Tanda kutip
4.      Tanda tanya
5.      Tanda  koma
6.      Tanda seru
7.      Tanda titik dua
8.      Tanda penghubung
9.      Tanda kurung
10.  Tanda kurung kurawal
C.     Sintaksis
1.      Bagian-bagian percakapan
a.       Kata kerja
b.      Kata benda
c.       Kata ganti
d.      Kata sifat
e.       Kata keterangan
f.       Kata depan
g.      Kata penghubung
h.      Kata seru
2.      Persetujuan
3.      Kasus
4.      Acuan kata ganti
5.      Urutan/letak kata-kata
6.      Paralelisme
7.      Singkatan/jumlah
8.      Paragraf







IV. Ideasi

A. Jenis tulisan
  • Cerita
  • Sajak
  • Surat
  • Laporan
  • Ulasan
B. Substansi
  • Menyebutkan
  • Mendiskripsikan
  • Alur cerita
  • Pokok persoalan
C. Produktivitas
  • Jumlah kata yang ditulis
  • Jumlah yang dapat diterima
  • Terlalu sedikit
D. Pemahaman
  • Mudah mengerti
  • Suka mengerti
  • Tidak dapat mengerti
  • Perseverasi kata-kata
  • Tidak logis
  • Perseverasi ide-ide
  • Disorganisasi


E. Realitas

  • Persepsinya tentang stimulus atau tugas tepat
  • Persepsinya tentang stimulus atau tugas tidak tepat

F. Gaya

1. Kalimat

a. Kelengkapan
(1) kalimat lengkap
(2) kalimat tidak lengkap
(3) kalimat terpenggal-penggal

b. Struktur
(1) sederhana
(2) campuran
(3) kompleks
(4) campuran/kompleks

c. Tipe
(1) deklaratif
(2) interogatif
(3) imperative
(4) kalimat seru

d. Nada
(1) akrab
(2) bersahabat
(3) impersonal

2. Pilihan kata

a. Formalitas
(1) formal
(2) informal
(3) bahasa sehari-hari

b. Kompleksitas
(1) sederhana
(2) multisilabel
(3) singkat

c. Keteruraian
(1) samar-samar
(2) uraiannya hidup
(3) menggambarkan percakapan

d. ketepatan
(1) kata-kata tidak pasti
(2) berlebihan/mengulang-ulang
(3) penghilangan

2.4 Remediasi Kesulitan Belajar Menulis

Ada tiga jenis remedial yang dibahas yaitu pengajaran remedial (1) menulis permulaan atau menulis dengan tangan, (2) mengeja, dan (3) menulis ekspresi.

a. Menulis Permulaan atau Menulis dengan Tangan

Ada 15 macam aktivitas yang menurut Lerner (1988: 422) dapat digunakan untuk membantu anak berkesulitan belajar menulis dengan tangan seperti dikemukakan berikut ini.
1.      Aktivitas Menggunakan Papan Tulis
Aktivitas ini dilakukan sebelum pelajaran menulis yang sesungguhnya. Kepada anak disediakan papan tulis dan kapur, dan pada papan tulis tersebut anak diberi kebebasan untuk menggambar garis, lingkaran, bentuk-bentuk geometri, dan sebagainya. Aktivitas tersebut dapat melibatkan motorik kasar dan halus.

2.      Bahan-bahan Lain untuk Latihan Gerakan Menulis
Selain papan tulis, ada bahan-bahan lai yang dapat digunakan untuk melatih gerakan menulis, yang mencakup motorik kasar maupun motorik halus. Bahan-bahan tersebut antara lain kertas yang ditempel pada papan atau dengan menggunakan bak pasir. Pada kertas atau bak pasir tersebut anak dapat berlatih membuat angka, huruf, atau bentuk-bentuk geometri. Tujuannya untuk melatih gerakan menulis yang erat kaitannya dengan kematangan mtorik halus dan koordinasi mata tangan.

3.      Posisi
Untuk latihan menulis anak hendaknya disediakan kursi yang nyaman dan meja yang cukup berat agar tidak mudah goyang. Kedua tangan anak diletakkan diatas meja, tangan yang satu untuk menulis dan tangan yang lain un tuk memegang kertas bagian atas.

4.      Kertas
Posisi kertas untuk menlis cetak sejajar dengan sisi meja, untuk menulis tulisan sambung 60 derajat kekiri bagi anak yang menggunakan tangan kanan, dan sebaliknya. Agar kertas tidak bergerak, dapat direkat dengan selotip.

5.      Memegang Pensil
Untuk memegang pensil yang benar, ibu jari dan telunjuk diatas pensil, sedangkan jari tengah berada dibawah pensil, dan pensil dipegang agak sedikit diatas bagian yang diraut. Bagi anak yang belum dapat memegang pensil dengan benar, bagian pensil yang harus dipegang dapat dibatasi dengan selotip. Bagi anak yang sulit memegang pensil dengan benar, pensil dapat dimasukkan kedalam pelastik yang berbentuk segitiga dan anak memegang segitiga tersebut. Bagi anak yang dapat memegang pensil, latihan dapat dimulai dengan spidol besar, sedang, biasa, dan kemudian pensil.

6.      Kertas Stensil dan Karbon
Kepada anak diberikan kertas stensil yang sudah digambari berbagai bentuk. Letakkan kertas polos diatas meja, letakkan karbon diatasnya, dan kemudian letakkan kertas stensil bergambar diatas karbon tersbut, diklip, dan selanjutnya anak diminta untuk mengikuti gambar dengan pensil.

7.      Menjiplak
Buat bentuk atau tulisan dengan warna hitam tebal diatas kertas yang agak ebal, letakkan diatasnya selembar kertas tipis, dan suruh anak menjiplak bentuk atau tulisan tersebut. Gambar hendaknya berupa garis-garis tegak lurus (vertikal), horisontal, miring kekiri, miring kekanan, lengkung keatas, dan lengkung kebawah, dan baru segi empat, segi tiga, lingkaran, angka, dan huruf.

8.      Menggambar di Anatar Dua Garis
Kepada anak diberikan selembar kertas bergaris dan anak diminta membuat “jalan” yang mengikuti atau memotong garis-garis tersebut. Selanjutnya, anak diminta menulis berbagai angka dan huruf diantara garis-garis secara tepat.

9.      Titik-titik
Guru membuat dua jenis huruf, huruf yang utuh dan huruf yang terbuat dari titik-titik. Selanjutnya, anak diminta untuk menggabungkan titik-titik tersebut menjadi huruf yang utuh.

10.  Menjiplak dengan Semakin Dikurangi
Pada mulanya guru menulis huruf utuh dan anak diminta untuk menjiplak huruf tersebut. Lama kelamaan guru yang menulis sebagian besar hingga sebagian kecil huruf tersebut dan anak diminta untuk meneruskan penulisan.

11.  Buku Bergaris Tiga
Buku bergaris tiga sering disebut juga buku tipis-tebal. Dengan buku bergaris semacam itu, anak dapat berlatih membuat dan meletakkan huruf-huruf secara benar. Garis dapat diberi warna yang mencolok untuk meningkatkan perhatian anak.

12.  Kertas dengan Garis Pembatas
Anak yang mengalami kesulitan untuk berhenti menulis pada tempat yang telah ditentukkan dapat dibantu dengan menggunakan pembatas berupa karton yang diberi “jendel” atau dibatasi dengan selotip.

13.  Memperhatikan Tingkat Kesulitan Penulisan Huruf
Ada pula huruf yang mudah dan ada pula huruf yang sulit untuk ditulis. Berbagai huruf yang mudah ditulis adalah m, n, t, i, u, r, s, l, dan r, sedangkan yang sulit ditulis adalah x, z, y, j, p, b, h, k, / g, dan q. Anak hendaknya diajar menulis dengan huruf-huruf yang lebih mudah, meningkat ke yang lebih sulit, dan baru krmudian gabungan dari keduanya.

14.  Bantuan Verbal
Pada saat anak sedang menulis, guru dapat memberikan banuan dengan mengucaokan petunjuk seperti “naik”, “turun”, “belok”, “stop”.

15.  Kata dan Kalimat
Setelah anak mampu menulis huruf-huruf, latihan ditingkatkan dengan menulis kata-kata selanjutnya kalimat. Penempatan huruf, ukuran, dan kemiringan hendaknya juga memperoleh perhatian.

b.      Mengeja

Ada beberapa metode pengajaran remedial bagi anak berkesulitan belajar mengeja seperti dikemukakan berikut ini.
1.      Persepsi dan Memori Auditoris Bunyi-bunyi Huruf
Berikan kepada anak latihan untuk mendengarkan bunyi-bunyi huruf, berikan penekanan pada pengetahuan tentang bunyi-bunyi bahasa (phonics) dan analisis susunannya, dan dikembangan pula keterampilan untuk menggunakan bunyi-bunyi bahasa secara umum.

2.      Persepsi dan Memori Visual Huruf-huruf
Berikan kepada anak latihan persepsi dan memori visual huruf-huruf sehingga anak dapat mengenal dan mengingat bentuk-bentuk huruf tersebut. Berikan pula kepada anak latihan untuk mempercepat penglihatan, misalnya dengan menggunakan kartu-kartu kata, anak disuruh mengeja, makin lama makin cepat.

3.      Penggunaan Metode Multisensori
  • Mengartikan dan mengucapkan
  • Mengkhayalkan.
  • Mengingat kembali.
  • Menganalisis kata.
  • Menguasai.

4.      Metode Fernald
Metode ini merupakan pendekatan multisensori untuk mengajar membaca, menulis, dan mengeja. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
  1. Anak diberitahu bahwa mereka akan mempelajari kata-kata dan didorong untuk memilih sendiri kata yang ingin dipelajari.
  2. Guru menulis kata yang dipilih oleh anak diatas selembar kertas berukuran 4x10 inci
  3. Anak menulusuri bentuk kata dengan jarinya, mengucapkan kertas tersebut berulang kali
  4. Selanjutnya anak menuliskan kata tersebut dari ingatannya, tanpa melihat tulisan aslinya.
  5. Pada tahapan yang lebih akhir, anak tidak lagi menulusuri bentuk kata dengan jarinya.

5. Metode “Tes-Belajar-Tes” Lawan Metode “Belajar-Tes”
Ada dua metode mengajar mengeja, metode “tes-belajar-tes” dan metode “belajar-tes”. Metode “tes-belajar-tes” dimulai dengan memberikan tes awal untuk mengetahui kemampuan anak, setelah itu anak diajar, dan kemudian dites lagi.

6.      Mengeja Kata dari Proyektor Film Strip
Guru menulis kata-kata yang akan dieja pada transparansi. Kata-kata tersebut selanjutnya diletakkan diatas OHP dan ditutup dengan kertas yang memiliki “jendela” yang dapat dibuka dan ditutup. Dengan membuka dan menutupi jendela tersebut anak diminta untuk mengeja atau melengkapi huruf yang ditutup.

7.      Mengeja Melalui Tape Recorder
Pengajaran mengeja dapat dilakukan dengan menggunakan tape recorder. Anak yang sudah dapat belajar sendiri, dapat melakukannya dilaboratorium bahasa. Di laboratorium bahasa anak dapat menggunakan earphone. Dengan alat ini, anak memperoleh instruksi secara individual dari guru. Penggunaan eraphone dapat mengurangi rangsangan auditoris yang dapat mengganggu perhatian anak.

8.      Menirukan Kesalahan Anak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mengulang kesalahan anak sebelum memperbaikinya dapat memberi keuntungan kepada anak. Melalui metode ini, anak disadarkan dari kesalahannya, baru kemudian diperbaiki. Dengan kemudian, anak dapat membedakan antara respons yang salah dari respons yang benar.

c.       Menulis Ekspresi

Banyak anak berkesulitan belajar yang meskipun telah duduk dibangku SLTA tetapi memiliki pengalaman menulis ekspresif yang sangat sedikit. Hal ini karena anak itu sendiri memiliki kecendrungan untuk menolak belajar ekspresif. Berikut ini dikemukakan berbagai strategi dalam memberikan kesempatan kepada anak berkesulitan belajar untuk menulis ekspresif.
1.      Pemebelajaran dalam proses menulis. Bos seperti dikutip oleh Lerner (1988: 417) mengemukakan enam pendekatan untuk mengajarkan proses menulis bagi anak berkesulitan belajar
  • Memberi kesempatan kepada anak untuk banyak menulis.
  • Menempatkan anak dalam suasana kehidupan yang gemar menulis.
  • Biarkan anak memilih topik tulisannya sendiri.
  • Model penulisan dan berfikir strategis.
  • Mengembangkan berfikir reflektif.
  • Transfer kepemilikan dan kontrol penulisan siswa.
2. Memberikan motivasi secara bertingkat. Agar anak berani mengapresiasikan pikiran dan perasannya dalam bentuk tulisan, penulisan hendaknya diberikan secara bertingkat

3. Tulisan pribadi dan tulisan fungsional. Tulisan pribadi bertujuan untuk mengembangkan ide dan mengekspresikannya ke dalam bentuk tulisan. Yang dipentingkan dalam tulisan pribadi adalah proses penuangan ide, bukan kesempatan tekniknya.

4.  Memberikan masukan sebanyak-banyaknya. Agar siswa dapat menulis dengan baik, mereka memerlukan bahan untuk ditulis.

5. Melengkapi kalimat. Tugas melengkapi kalimat merupakan suatu metode menulis ekspresif yang bermanfaat.

6. Menggabungkan berbagai kalimat. Menulis beberapa kalimat yang terpisah-pisah tetapi kalimat-kalimat tersebut dapat disusun menjadi suatu cerita. Selanjutnya, anak diminta untuk menyusun kalimat-kalimat tersebut menjadi suatu cerita yang logis dan sistematis.

DAFTAR PUSTAKA


Drs. H. Mulyadi, M.Pd.I. 2012. Diagnostik Kesulitan Belajar dan Bimbingan terhadap Kesulitan Belajar Khusus

Prof. Mulyono. 2003. Anak Berkesulitan Belajar (Teori, Diagnosis, dan Remediasinya)

Dr. Mulyono Abdurahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar

1 comment

Jika ada yang ditanyakan, bisa menggunakan fitur Contact Us
Comment Author Avatar
December 18, 2016 at 2:02 PM Delete
maaf link nya nggak bisa di download, sebaiknya klo mau buat blog itu pertangguang jawabkan apa yang anda tulis. terima kasih