PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA

Table of Contents
PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA

Perkembangan Kurikulum Sekolah Dasar (SD)

Kurikulum Sekolah Dasar pada Masa Kompeni sampai Tahun 1960

            Pada awalnya bangsa Eropa baik Portugis maupun Belanda belum memperhatikan pendidikan, tujuan mereka hanya perdagangan dan misi agama. Untuk mempermudah menjalankan misi tersebut, pada abad 16 dan 17, berdirilah lembaga-lembaga pendidikan untuk bangsa Belanda dan pribumi dalam upaya penyebaran agama Kristen di tanah air oleh Belanda. Sedangkan Portugis mendirikan lembaga pendidikan di Maluku dalam upaya penyebaran agama Katolik. Dengan adanya lembaga pendidikan itu, Belanda terdorong untuk membuka sekolah-sekolah agar anak didik sanggup dipekerjakan pada pemerintah dan gereja.
            Pada masa Inggris (1811-1816), masalah pendidikan tidak diperhatikan. Namun pada zaman Van Den Bosch (1830-1834), Belanda membuka sekolah-sekolah lagi untuk keperluan Tanam Paksa yang memerlukan pegawai bisa membaca dan menulis. Akan tetapi, pendidikan masih terbatas hanya untuk anak pribumi atau priyayi golongan pribumi sedangkan bagi bangsa Belanda, pendidikan sangat diutamakan. Pada tahun 1892, terdapat 2 (dua) macam sekolah rendah yaitu :
-          Sekolah Kelas Dua untuk anak pribumi dengan lama pendidikan 3 tahun, dan pelajaran yang diprogramkan : Berhitung, menulis, dan membaca.
-          Sekolah Kelas Satu untuk anak pegawai Hindia Belanda dengan lama pendidikan 7 tahun, dan pelajaran yang diprogramkan : Ilmu Bumi, sejarah, ilmu hayat/menggambar, dan ilmu mengukur tanah. Bahasa pengantarnya adalah Bahasa Melayu dan Belanda.

2.1.2 Kurikulum Sekolah Dasar pada Masa Kolonial Belanda
            Pada masa ini muncul Politik Etisch yang memberi perluasan sekolah bagi putra-putri Indonesia. Undang-undang Hindia Belanda membagi jenis penduduk menjadi 3 golongan, yaitu :
-          ELS (European Lagere School), untuk anak-anak Eropa, Tionghoa, dan Indonesia yang haknya disamakan dengan bangsa Eropa.
-          HCS (Holland Chinese School) untuk anak Tionghoa.
-          HIS (Holland Inlandse School) untuk rakyat golongan pribumi atau Bumiputera kalangan atas,
-          Sekolah Desa dan Sekolah Sambungan, untuk pribumi dari kalangan bawahan.

2.1.3 Kurikulum Sekolah Dasar pada Masa Pemerintahan Jepang
            Pada masa ini, hanya ada Sekolah Rendah untuk bangsa Indonesia yaitu sekolah rakyat Kokumin Gako (6 tahun) lamanya. Jenis pendidikan ini kurang memperhatikan isinya karena anak didik harus mengikuti latihan militer untuk kepentingan pertahanan dalam peperangan membantu Jepang. Namun, bahasa pengantar yang digunakan adalah Bahasa Indonesia.

2.1.4 Kurikulum Sekolah Dasar Pasca Kemerdekaan sampai 1964

a. Masa setelah merdeka sampai 1952

Setelah merdeka, pedoman pelaksanaan pendidikan berdasarkan UUD 1945. Pada Desember 1945 dibentuklah Panitia Penyelidikan Pendidikan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K).

b.Sejak tahun 1952 sampai 1964

Pada masa ini, pendidikan di Indonesia mengalami penyempurnaan. Tujuan pendidikan dan pengajaran Republik Indonesia ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Pada tahun 1952, Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan menerbitkan Rencana pengajaran terurai untuk Sekolah Rakyat III dan IV sebagai pedoman dalam proses belajar mengajar pada sekolah dasar.

Jenis-jenis pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, dan Sejarah dengan waktu belajar 8 bulan dalam 1 (satu) tahun. Mata pelajaran lain juga diajarkan yaitu mengenai Sapta Usaha Tama yang terdiri atas,
Penertiban aparatur dan usaha-usaha kementerian PP dan K
Menggiatkan kesenian dan olahraga
Mengharuskan penabungan
Mewajibkan usaha-usaha koperasi
Mengadakan kelas masyarakat
Membentuk regu kerja pada SLA dan Universitas

Kurikulum Sekolah Dasar (SD) dari tahun 1952 sampai 1964 dapat dikategorikan kurikulum tradisional, yakni separated subject curriculum.

a. Sejak tahun 1957 sampai 1964
Pada tahun 1964, Direktorat Pendidikan Dasar/Prasekolah, Departemen PP dan K, menerbitkan Rencana Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar. Tujuannya adalah membentuk manusia Pancasila dan Manipol/Usdek yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat yang adil dan makmur, materil, dan spiritual.

Sistem pendidikannya adalah Sistem Panca Wardana yang diuraikan menjadi beberapa pelajaran, yakni :
  • Perkembangan moral : pendidikan kemasyarakatan dan agama/budi pekerti;
  • Perkembangan intelegensi : bahasa Indonesia dan daerah, berhitung, dan pengetahuan alamiah;
  • Perkembangan emosional/artistik : seni sastra/musik, seni lukis/rupa, seni tari, dan seni sastra/drama;
  • Perkembangan keprigelan : pertanian/peternakan, industri kecil/pekerja tangan, koperasi/tabungan, dan keprigelan-keprigelan lain;
  • Perkembangan jasmaniah : pendidikan jasmaniah dan kesehatan.

Semua pelajaran tersebut diberikan sejak kelas I,II, dan III dengan jumlah jam pelajaran dalam satu minggu yakni :
Kelas I & II : 26 jam pelajaran @ 30 menit
Kelas III & IV : 36 jam pelajaran @ 40 menit
Disamping mata pelajaran Wardana, dikenal juga Krida, hari untuk berlatih menurut bakat dan minat anak didik.

Kurikulum sekolah dasar tahun 1964 dapat dikategorikan sebagai Correlated Curriculum, karena tampak sekolah dasar diarahkan pada pembekalan anak didik untuk terjun ke dunia kerja

Kurikulum sekolah dasar sejak orde baru (1965) sampai 1968

Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan pada landasan pendidikan yang berdasarkan Falsafah Negara Pancasila dengan uraian sebagai berikut.

  1. Dasar Pendidikan Nasional adalah Falsafah Negara Pancasila (Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966 Bab II Pasal
  2. Tujuan Pendidikan Nasional ialah membentuk manusia Pancasialis sejati berdasarkan UUD 1945 dan isi UUD 1945 (Ketetapan MPRS No. XXVII/ Bab II Pasal
  3. Isi Pendidikan Nasional adalah
  • Mempertinggi mental budi pekerti dan memperkuat keyakinan agama.
  • Mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
  • Membina dan mempertimbangkan fisik yang kuat dan sehat (Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 Bab II Pasal 4).
Kurikulum Sekolah Dasar 1968 dibagi menjadi 3 kelompok besar :
  1. Kelompok Pembinaan Pancasila : Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Bahasa Indonesia, Pendidikan Bahasa Daerah, dan Olahraga.
  2. Kelompok pembinaan Pengetahuan Dasar : Berhitung, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Kesenian, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (termasuk Ilmu Kesehatan).
  3. Kelompok Kecakapan Khusus : Kejuruan Agraria (Pertanian, Peternakan, Perikanan), Kejuruan teknik (Pekerjaan Tangan/Perbekalan), Kejuruan Ketatalaksanaan/jasa (Koperasi,tabungan).
Jumlah jam pelajaran bagi tiap-tiap kelas dalam satu minggu :
Kelas I & II : 28 jam pelajaran @ 30 menit
Kelas III & IV : 40 jam pelajaran @ 40 menit
2.2 Perkembangan Kurikulum Sekolah Menengah Pertama (SMP)

2.2.1 Masa Penjajahan Belanda

a. Periode sebelum tahun 1900
Pada zaman penjajahan Belanda, didirikan Sekolah Menengah Pertama yang bernama Gymnasium. Lamanya belajar 3 tahun, dan siswa-siswanya hanya terbatas pada orang-orang Barat/golongan ningrat. Adapun mata pelajaran (vakken) yang diajarkan pada Gymnasium, yakni:
Bahasa Belanda (Nederlande Taal)
Bahasa Inggris (Engselce Taal)
Ilmu Hitung (Kekenkunde en)
-          Aljabar (Algebra)
-          Ilmu Ukur (Meetkunde)
-          Ilmu Alam/Kimia
(Naturkunde/Schiedkunde)
-          Sejarah (Geschiedenis)
-          Ilmu Ketatanegaraan
(Staatkunde)
-          Tata Buku (Boekhouden)



            Kurikulum sekolah menengah sebelum tahun 1990, mata pelajaran yang diberikan berdasarkan kebutuhan akan pegawai negeri (onderdeming).


b.      Periode 1900-1914
            Akibat adanya revolusi sosial, industri, dan semakin berpengaruhnya aliran yang menuntut agar pemerintahan jajahan memerhatikan rakyat jajahannya, maka dibukalah sekolah-sekolah untuk penduduk pribumi (Bumiputera) agar mendapat pekerjaan yang agak tinggi.
            Pada tahun 1893 Gymnasium dipisahkan dengan sekolah untuk pegawai pamong praja. Sekolah yang mendidik calon pegawai OSVIA. Di samping itu, didirikan HBS (Hogere Burgere School), yaitu Gymnasium yang khusus untuk orang-orang Belanda dari golongan tinggi. Sedangkan OSVIA adalah sekolah menengah yang di dalamnya telah ada beberapa anak ningrat Bumiputera yang menunjukkan persamaan dengan SMP sekarang, yaitu Gymnasium dengan lama belajar 3 tahun, dan mengenal mata pelajaran.
c.       Periode 1914-1935
            Meluasnya paham humanitas di kalangan orang Belanda membuat pemerintah didesak untuk memperluas pendidikan bagi kaum pribumi. Dengan demikian, didirikanlah sekolah MULO yang lama belajarnya 4 tahun. Rencana pelajaran MULO ini tidak jauh berbeda dari HBS dan Gymnasium, tetapi lama belajarnya ditambah 1 tahun. Hal ini mengingat anak-anak Bumiputera dianggap terlalu sukar, dan untuk mempermudah pemerintah serta anak-anak pribumi (Bumiputera) dalam memahami pelajaran, bahasa Melayu mulai dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah lanjutan.
d.      Periode 1935-1945
            Karena keterbatasan pada sekolah MULO, pemerintah Belanda mengubah struktur organisasi MULO dengan mengembangkan bahasa Indonesia (yang dulunya bahasa Melayu) pada kelas tiga, dan hal itu dilakukan untuk memenuhi tuntutan masyarakat. Pengembangan ini meliputi bagian bahasa sastra, bagian ilmu pasti alam, dan bagian ilmu sosial ekonomi.
2.2.2 Kurikulum Sekolah Menengah Pertama pada Zaman Jepang (1942-1945)
            Pada masa penjajahan Jepang, kurikulum yang diterapkan bertujuan agar rakyat dapat membantu pertahanan Jepang. Karena itu, perubahan dimulai dari perubahan bahasa, dari bahasa Belanda diubah menjadi bahasa Jepang, mata pelajaran ilmu pasti, ilmu alam, ilmu hayat dijadikan pengetahuan dasar, seperti yang diberikan di MULO, yaitu pada bagian ilmu pasti alam. Mata pelajaran ilmu bumi, sejarah, tatanegara yang dahulunya terpusat pada Belanda sekarang berubah terpusat pada Jepang (Asia Timur Raya). Mata pelajaran Gymnasium/pendidikan jasmani diberikan tiap hari sebelum masuk sekolah, sedangkan latihan dasar kemiliteran diberikan pada murid-murid sekolah. Musik nyanyian Belanda diganti menjadi musik nyanyian Jepang Asia Jaya dan diajarkan di sekolah Gayo, serta dilaksanakan pula semacam SAPTA USAHA TAMA, di mana murid diharuskan menanami halaman sekolah dan rumahnya dengan tanaman-tanaman yang berguna, seperti jeruk, ketela, dan sebagainya.
2.2.3 Masa Republik Indonesia
a.       Masa 1945-1950
            Pada masa Indonesia merdeka, perubahan sistem pendidikan pun sangat diperlukan bahkan sangat mendesak. Kemudian, Ki Hajar Dewantara, Menteri PP dan K, mengeluarkan instruksi umum yang memerintahkan kepada semua kepala sekolah dan guru-guru, yakni:
Ø  Pengibaran Sang Saka Merah Putih di halaman sekolah pada setiap harinya;
Ø  Menyanyikan lagu Indonesia Raya, sebagai lagu kebangsaan;
Ø  Menurunkan bendera Jepang dan menghilangkan Kimigayo;
Ø  Menghapuskan bahasa Jepang dan semua upacara yang berasal dari balatentara Jepang;
Ø  Memberikan semangat kebangsaan kepada anak didik atau murid.
            Atas usul BPKNIP, tertanggal 29 Desember 1945, Menteri O & K membentuk Panitia Penyelidikan dan Pengajaran yang bertugas untuk melakukan perombakan Sekolah Menengah Pertama ala Jepang menjadi Sekolah Menengah Pertama ala pribumi, lamanya 3 (tiga) tahun, dengan kategori-kategori:
-          Bagian A         : Bahasa dan pengetahuan sosial
-          Bagian B         : Ilmu pasti dan pengetahuan alam.
            Sekolah ini diperuntukkan bagi semua anak Indonesia dan  isi kurikulumnya sebagian masih ada yang merupakan kelanjutan dari MULO, milik Belanda. Agar lebih jelasnya, tabel berikut diharapkan dapat membantu.

Tabel
Rencana Pelajaran Sekolah Menengah Pertama
Republik Indonesia 1945
No.
Mata Pelajaran
Jumlah Jam Pelajaran dalam Seminggu
I
II
IIIA
IIIB
1.
Bahasa Indonesia
6
6
6
5
2.
Bahasa Daerah
2
2
3
2
3.
Bahasa Inggris
3
3
4
3
4.
Berhitung/Aljabar
4
4
2
4
5.
Ilmu Ukur
3
3
-
3
6.
Ilmu Alam/Kimia
2
3
2
5
7.
Ilmu Hayat
2
2
2
2
8.
Ilmu Bumi
2
2
3
2
9.
Sejarah Tatanegara
2
2
3
2
10.
Pengetahuan Dagang
-
1
2
-
11.
Seni Suara
1
1
1
1
12.
Menggambar
1
1
1
2
13.
Pekerjaan Tangan
1
1
1
1
14.
Pendidikan Jasmani
3
3
3
3
15.
Budi Pekerti
-
-
-
-
16.
Agama
2
2
2
2
Jumlah
37
37
37
37
Catatan :
1. Untuk kelas II 4 x 7 jam, Jum’at 3 jam, Sabtu 6 jam.
2. Untuk kelas III dan II 3 x 7 jam, 2 x 6 jam dan Jum’at 5 jam.
3. Tiap jam pelajaran lamanya 45 menit.
4. Istirahat 2 x 5 menit.
2.2.4 Masa 1950-1962
            Belanda ingin menjajah Indonesia lagi dengan mendirikan NICA. Pemerintah RI yang legal mengalami pemindahan dari Jakarta ke Yogyakarta, sementara itu pihak Belanda terus melancarkan Aksi Militer I dan II (1947,1948). Akhirnya, negara Indonesia mengalami perpecahan dengan berbagai daerah kantong. Setelah terjadi KMB (Konferensi Meja Bundar) dan tergabung dalam RIS, negara-negara bagian pun muncul sebagai follow-up dari daerah-daerah kantong sebelumnya, misalnya: Negara Bagian Pasundan, Jawa Timur, Sumatera Timur, dan lain-lain.
            Aplikasi dalam bidang pendidikan pun mengalami berbagai perbedaan antara satu negara bagian dengan negara bagian lainnya. Bagi Republik Indonesia, tetap masih berlaku sistem pendidikan yang telah ditetapkan, tetapi di luar RI kembali kepada MULO (dulu). Di negara Pasundan, SMP lamanya 4 tahun, di negara Sumatera Timur IMS lamanya juga 4 tahun.
            Dengan terbentuknya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) pada tanggal 17 Agustus 1950, struktur dan sistem pendidikan harus diseragamkan, dan sebagai pedomannya adalah SMP di Yogyakarta (milik RI) dan akan diberlakukan pada semua SMP di tanah air, yang namanya diubah menjadi SMP Otomatis dengan kurikulum SMP RI (Yogyakarta).


2.3 Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA)
2.3.1 Kurikulum SMA pada Masa Belanda
            Sekolah Menengah Atas (SMA) pada zaman Belanda adalah AMS (Algemene Midelbare School). Sekolah ini berdiri pada tahun 1919, setelah mendirikan Sekolah Menengah Pertama, seperti MULO (Meer Uifgebried Onder Wijs) pada tahun 1914, Gymnasium Villen 3 tahun (1897), dan HBS (1857) dengan lama pendidikan 3 tahun kemudian berubah menjadi 5 tahun.
AMS mempunyai tujuan:
·         Memberi kesempatan kepada pemuda Indonesia (tamatan MULO untuk meneruskan pelajaran).
·         Sebagai jembatan untuk meneruskan ke perguruan tinggi.
·         Mendidik anak didik untuk menjadi pegawai-pegawai Kolonial Belanda dan mempertahankan kekuasaannya.
·         Lamanya pendidikan AMS adalah 3 tahun, yang terbagi menjadi: Bagian A dan Bagian B.
·         Bagian A: Ilmu Pengetahuan Kebudayaan, yakni Kesusastraan Timur (AI), Kesusastraan Klasik Barat (AII).
·         Bagian B: Ilmu Pengetahuan Kealaman.
            Mata pelajaran pokok AMS bagian AI (Kesusastraan Timur) adalah Bahasa Jawa, Bahasa Melayu, Sejarah Indonesia (ditinjau dari kepentingan Belanda) dan ilmu bangsa-bangsa. Mata pelajaran pokok AMS II (Kesusastraan Klasik Barat) adalah Bahasa Latin. Sedangkan, mata pelajaran pokok AMS B adalah Ilmu Pasti dan Ilmu Alam. Lulusan jenis sekolah AMS ini dapat melanjutkan ke Perguruan Tinggi (PT). Namun hanya memungkinkan dari kalangan anak pegawai pemerintah kolonial.



2.3.2 Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) pada Masa Jepang
            Pada tahun 1942, AMS (milik Belanda) diganti oleh Jepang menjadi Sekolah Tinggi (SMT) dengan lama pendidikan 3 tahun. Isi di dalam rencana pelajaran SMT yang sangat penting untuk diketahui adalah:
Ø  Pemakaian Bahasa Belanda dilarang.
Ø  Bahasa resmi dan pengantar adalah Bahasa Indonesia.
Ø  Bahasa Jepang menjadi mata pelajaran wajib.
Ø  Pengajaran adat istiadat Jepang.
Ø  Sejarah Jepang sangat penting.
Ø  Pelajaran Ilmu Bumi dalam aspek geopolitik perlu dipelajari.
            Hal positif bagi Indonesia dari jenis pelajaran di atas, antara lain: Bahasa Indonesia dipelajari secara merata di seluruh tanah air, cinta kebudayaan dan kemerdekaan muncul, tidak ada diskriminasi dalam memperoleh kesempatan belajar.
2.3.3 Kurikulum Indonesia Masa Republik Indonesia
a.       Masa 1950-1965
            Pada tahun 1950, lahirlah UUD Pendidikan dan Pengajaran di sekolah yang berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, yakni Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 yang kemudian diubah menjadi Undang-undang Nomor 14 Tahun 1945.
Pada Bab II pasal 3, diungkapkan tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah yakni: membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang dmokratis serta bertanggung jawab kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Bab III pasal 4 berbunyi: Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila, Undang-undang Dasar Negara RI dan atas Kebudayaan kebangsaan Indonesia.
            Implikasinya, kedua pasal tersebut sangat penting dalam membawa tujuan dan arah pendidikan bagi anak atau pengelola pendidikan.
Sekolah Menengah Atas (SMA) dibagi menjadi 3 (tiga) bagian:
*   Bagian A : Jurusan Kesusastraan.
*   Bagian B : Jurusan Ilmu Pasti dan Ilmu Alam.
*   Bagian C : Jurusan Sosial Ekonomi.
            Tujuannya: menyiapkan calon anggota masyarakat yang berguna dan mendidik anak didik agar dapat meneruskan studinya ke jenjang yang lebih tinggi.
Sejak bulan Juli 1959, Indonesia menganut paham Demokrasi terpimpin, sehingga pendidikan yang sedang berlangsung pun harus disesuaikan dengan paham ini.           Berdasarkan rapat Direktur semua SMA pada bulan Mei 1962, menghasilkan SMA baru yang dinamakan SMA Gaya Baru. Materi pengajarannya pun mengalami perubahan, antara lain:
*      Sesuai dengan haluan negara, maka mata pelajaran Bahasa Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, sejarah Indonesia, dan Pelajaran Kewarganegaraan mendapat tempat teratas, baik dalam hal jumlah jam pelajaran maupun penilaian dalam ujian.
*      Memerhatikan perkembangan jiwa si anak didik oleh ahli jiwa, pada tiap sekolah ada tim tenaga khusus.
*      Menghapuskan jurusan A, B, dan C pada kelas I SMA, dan pada akhir kelas satu anak-anak dapat diketahui bakatnya.
*      Mulai kelas II dilakukan diferensiasi.
*      Melakukan pendidikan prakarya dan pendidikan kesenian (anak didik belajar memasak, menjahit, bertukang, dan lain-lain).
            Tujuannya adalah adalah agar lulusan SMA tidak semata-mata dapat mengikuti pelajaran sesuai dengan bakatnya, dan mampu belajar di Perguruan Tinggi sesuai dengan jurusannya, tetapi juga tidak canggung untuk menjadi anggota masyarakat yang baik. SMA Gaya Baru memiliki 4 (empat) jurusan:
*      Kelompok Khusus Budaya.
*      Kelompok Khusus Sosial.
*      Kelompok Ilmu Pasti.
*      Kelompok Ilmu Pengetahuan Alam.

b.      Masa 1965 – 1985
            Perkembangan kurikulum sekolah meliputi beberapa dimensi dasar (landasan falsafah), tujuan pendidikan nasional, orientasi pelajaran, kualifikasi lulusan yang dikehendaki, orientasi dan isi kurikulum, desain kurikulum, pendekatan metodologis, pembimbing dan fasilitas. Uraian selanjutnya sebagai berikut :
1) Kurikulum SD :
·         Dasar :
          - Kurikuluum SD 1968
          - Falsafah Negara Pancasila (Tap MPRS XXVII/MPRS/1966, Bab II, Pasal 32)
·         Tujuan Pendidikan Nasional :
          Membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isinya.
·         Orientasi Pelajaran :
            Mampu hidup mandiri di masyarakat.
·         Keaktifan Lulusan :
            Warga Negara yang memiliki mental, moral, budi pekerti yang baik; keyakinan agama yang baik; kuat, cerdas, terampil, serta fisik sehat dan kuat.
·         Isi Kurikulum :
            Kelompok pembinaan jiwa Pancasila, Kelompok pembinaan pengetahuan dasar, kelompok pembinaan kecakapan khusus.
·         Desain Kurikulum :
            Menuju ke integrasi kurikulum (TK sampai PT), setiap segi pendidikan terdapat tujuan. Pedoman pelaksanaan, dan cara merangsang agar anak melakukannya secara aktif.
·         Pendekatan Metodologis        :  Tidak jelas
·         Penilaian                                  :  Sistem ujian negara
·         Bimbingan                               :  -

2) Kurikulum SMP
·         Dasar :
          - Demokrasi terpimpin, SMA gaya baru 1962
          - Pendidikan sesuai dengan haluan Negara
·         Tujuan Pendidikan :
            Mempersiapkan anak menjadi warga Negara yang baik.
·         Orientasi pelajaran :
            Bahasa Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, Kewarganegaraan, yang mendapat tempat teratas dalam jumlah jam maupun ujian-ujian.
·         Kualifikasi Lulusan :
            Dapat mengikuti pelajaran sesuai dengan bakat, belajar di perguruan tinggi, dan siap menjadi anggota masyarakat yang baik.
·         Isi Kurikulum :
            Penyesuaian dengan pengembangan anak berdasarkan bakat. Diferensiasi dimulai kelas II, dan terdapat Pendidikan Karya dan Kesenian.
·         Pendekatan Metodologi Mengajar :
            Ditentukan dengan jelas, penggunaan persiapan mengajar biasa, dan ada pedoman yang ditetapkan P dan K.
·         Penilaian :
            Sistem Ujian Negara
·         Bimbingan :
            Oleh Tim Khusus (terutama pada awal diferensiasi)
·         Fasilitas : Tidak dibakukan.
3) Kurikulum SPG :
·         Dasar :
            Falsafah Negara Pancasila (TAP MPRS No.SSVII/1996. Bab II, pasal 2)
·         Tujuan Pendidikan :
            Membentuk manusia Pancasilais semata berdasarkan keinginan pembukaan UUD 1945 dan isinya.
·         Orientasi Pelajaran :
            Menekankan pada pembinaan kecakapan khusus, Ilmu Keguruan, Praktik Pendidikan Ekspresi, pengetahuan Bahasa, Pengetahuan Alam, berhitung dan kemasyarakatan.
·         Kualifikasi Lulusan :
            Guru TK, Guru SD, Guru SLB.
·         Organisasi Kurikulum :
            Pengelompokan mata pelajaran pembinaan jiwa Pancasila, pembinaan pengetahuan dasar, dan pembinaan kecakapan khusus (termasuk ilmu keguruan dan lain-lain).
·         Desain Kurikulum:
             Pengelompokan mata pelajaran.
             Waktu            : Kelas I dan II (40 %) dan III (60 %)
             Asas               : Kemungkinan peralihan demokrasi pendidikan, tahap bakat
                                      mata pelajaran, interaksi pendidikan.
·         Pendekataan Metodologi Mengajar :
            Pengajaran Unit pada tingkat Broadfield.
·         Penilaian : Sistem Ujian Negara
·         Bimbingan : -
4) Kurikulum SD, SMP, SMA, SPG   (1975-1985)
·         Dasar :
          KPTD, MPR-RI No. IV/MPR/1973
          Pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri dan sama-sama bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa.
·         Tujuan Pendidikan dan Pengajaran :
            Tujuan pendidikan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum, tujuan intruksional khusus.
·         Orientasi Pelajaran :
            Keseimbangan antara kognitif, keterampilan, sikap, antara pelajaran teori dan praktik, menunjang akan tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran.
·         Kualifikasi Lulusan :
            Jelas dan terarah pada lapangan pekerjaan tertentu, mengandung aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
·         Orientasi Kurikulum :
            Pendekatan bidang studi program yang terdiri dari program umum, akademik/kejuruan, pendidikan keterampilan.
·         Pendekatan Metodologi Pengajaran :
-          Pendekatan PPSI dan Model Satuan Pelajaran.
-          Menggunakan konsep CBSA.
-          Lengkap dengan pedoman metode, evaluasi, bimbingan administrasi dan supervisi.
·         Desain Kurikulum :
                 - Berorientasi pada tujuan.
                 - Efisiensi dan efektivitas
                 - Relevansi dengan kebutuhan
                 - Keluwesan dan keadaan
                 - Pendidikan seumur hidup
·         Penilaian : Penilaian formulatif dan sumatif, TPB, EBTA, EBTANAS.
           
2.3.4 Kurikulum Pendidikan Dasar (Tahun 1994)
             Tujuannya adalah memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga Negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah (PP No. 28 Tahun 1990).
             Isi kurikulum pendidikan dasar merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan dasar (pasal 14:1), dan isi kurikulum pendidikan dasar wajib wajib memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran : a) Pendidikan Pancasila, b) Pendidikan Agama, c) Pendidikan Kewarganegaraan, d) Bahasa Indonesia, e) Membaca dan Menulis, f) Matematika termasuk menghitung, g) Pengantar Sains dan Teknologi, h) Ilmu Bumi, i) Sejarah nasional dan sejarah umum, j) Kerajinan Tangan dan Kesenian, k) Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, l) Menggambar, m) bahasa inggris (pasal 14:2).
            Dapat dipahami bahwa kurikulum pendidikan dasar (SD/MI, SMP/MTS) pada tahun 1944 menempatkan pengantar sains dan teknologi pada tempat yang penting bagi anak didik untuk dipelajari, tentunya dengan tidak mengabaikan aspek-aspek yang lain sebagai upaya untuk mempersiapkan anak didik memasuki era-industrialisasi.
            Kemudian, penilaian pendidikan dasar diselenggarakan untuk memperoleh keterangan mengenai proses belajar mengajar dan upaya pencapaian tujuan pendidikan dasar dalam rangka membina dan mengembangkannya, serta untuk penentuan akreditasi satuan pendidikan dasar meliputi : kegiatan dan kemajuan belajar siswa, pelaksanaan kurikulum, guru dan tenaga pendidikan lainnya, serta satuan pendidikan sebagai satu keseluruhan (pasal 18:2).
2.3.5 Kurikulum SMA Tahun 1994
            Pada PP. No. 29 Tahun 1990, dikemukakan bahwa tujuan pendidikan menengah adalah : meningkatkan pengetahuan siswa, untuk melancarkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian (pasal 2:1) serta untuk meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya alam dan sekitarnya (pasal 2:2).
            Kurikulum Sekolah Menengah (SM) pada tahun 1994 sangatlah fleksibel yang merupakan pengembangan daripada kurikulum SM sebelumnya. Pendidikan Menengah umum, misalnya, mengutamakan penyiapan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi (3:1), dan pendidikan menengah kejuruan mementingkan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional.
            Isi kurikulum pendidikan menengah wajib memuat bahan kajian dan mata pelajaran mengenai : Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan pendidikan kewarganegaraan (pasal15:2).
            Kemudian penilaian sekolah mernengah dilakukan secara bertahap, berkesinambungan dan bersifat terbuka dalam memperoleh keterangan mengenai kegiatan dan kemajuan belajar siswa. Pelaksanaan kurikulum, guru dan tenaga kependidikan lainnya. Serta sekolah menengah sebagai satuan keseluruhan dalam rangka pembinaan, pengembangan, dan penentuan akreditasi sekolah menengah yang bersangkutan (PP No. 29 Tahun 1990, pasal 19).
            Kurikulum lokal merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran yang ditetapkan oleh daerah atau lokal sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di daerah yang bersangkutan (Depdikbud 1996:3). Implikasinya bahwa dengan adanya muatan lokal dalam kurikulum pendidikan nasional 1994. Kurikulum pendidikan itu sendiri menjadi fleksibel, dan sebagai wujud nyata pelaksanaan desentralisasi dalam sistem pendidikan, meskipun sentralisasi masih dominan.
            Adanya perubahan dan perkembangan kurikulum pada dasarnya merupakan suatu upaya mengantisipasi  perkembangan masyarakat itu sendiri. Para pengembang dan pelaksana kurikulum, sebagaimana dikemukakan adiwikarta (1994:1), memiliki tantangan dalam memperhatikan orientasi berpikir : kekinian, kedisinian, dan kemasa depanan yang berlaku untuk setiap saat.
2.3.6 Kurikulum 2004 (KBK)
            Secara umum pada era reformasi ini prinsip implementasi kurikulum 2004 adalah lahirnya KBK, yang meliputi antara lain: kegiatan belajar mengajar (KBM), penilaian berbasis kelas dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah.
            Peraturan menteri (Permen) Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2005 tentang Standar Isi (SI) untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang selama ini dipermasalahkan karena lambat disosialisasi, hanya memberikan kesempatan peranan orang tua dalam pelaksanaan kurikulum struktur pendidikan Dasar dan menengah (SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA), yang menurut Permen itu ialah : 1) mata pelajaran, 2) muatan lokal, 3) pengembangan diri. Komponen ketiga bukanlah komponen mata pelajaran yang harus diampu oleh guru. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru dan tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk ekstrakurikuler (Basis, 2006:51)
            Kurikulum 2004 sangat memberikan kesempatan bagi sekolah atau madrasah untuk mengelola, yakni memberi kesempatan bagi orang tua untuk peduli dan terlibat dalam proses pembelajaran sejak jenjang TK hingga pendidikan menengah dan perguruan tinggi.
2.3.7 Kurikulum KTSP
a.       Konsep dasar KTSP
            KTSP adalah kurikulum operasional yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan. Kurikulum merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan, khususnya oleh guru dan kepala sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan. Pada Standar Nasional Pendidikan pasal 1, ayat 15 dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing – masing satuan pendidikan (BSNP, 2006). KTSP disusun dan dikembangkan beradasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 36 ayat 1) dan 2) sebagai berikut.
1.      Pengembangan kurikulum mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2.      Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
b.      Tujuan KTSP
            KTSP bertujuan untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah melakukan pengambilan keputusan secara  partisipatif dalam pengembangan kurikulum (Mulyasa, 2006:22). Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk :
1.      Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2.      Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
3.      Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
            Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan umum KTSP adalah menciptakan kemandirian guru melalui pergantian sistem penyusunan kurikulum dari sentralistik menjadi desentralistik. Dan tujuan KTSP secara khusus yaitu meningkatkan mutu pendidikan pengembangan kurikulum secara bersama-sama, dan meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan. Kedua tujuan KTSP tersebut, baik tujuan umum dan tujuan khusus tetap rnengacu pada tujuan pendidikan nasional.
c.       Landasan Pengembangan KTSP
            Landasan pengembangan KTSP ialah :
1.      Undang – undang nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
menegaskan bahwa kurikulum dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan pembelajaran. Bukan buku teks yang lebih berperan sebagai sumber pembelajaran.
2.      Peraturan Pemerintah RI Nomor 19/2005 tentang standar Nasional Pendidikan, yang dimaksud dalam standar pendidikan adalah kriteria minimal tentang di seluruh wilayah hukum negara  Kesatuan Republik Indonesia.
3.      Peraturan Mendiknas Nomor 22 tentang Standar Isi (SI), sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Permendiknas No. 22 yang dimaksud dengan standar isi adalah ruang lingkup minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
4.      Peraturan Mendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), kepala sekolah beserta guru dan semua pihak pendidikan yang terlibat dalam pengembangan KTSP  harus memahami dan menelaah PERMENDIKNAS Tahun 2006 ini secara seksama.
            Berdasarkan tujuan kelompok mata pelajaran disusun standar kompetensi kelompok mata pelajaran yaitu :



a. Agama dan Akhlak Mulia
b. Kewarganegaraan dan Kepribadian
c. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
d. Estetika
e. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan     Kesehatan
f. Bahasa Indonesia
g. Matematika
h. Ilmu Pengetahuan Alam
i. Ilmu Pengetahuan Sosial
j. Seni Budaya dan Keterampilan
k. Bahasa Inggris



5.      Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006,
pengembangan KTSP harus mengacu pada panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
d.      Visi dan Misi Satuan Pendidikan
            Visi adalah representasi apa yang diyakini sebagai bentuk organisasi masa depan dalam pandangan pelanggan, karyawan pemilik dan lainnya (Mulyasa 2006:176). Rumusan visi harus singkat tetapi mampu menggambarkan ancangan kedepan ke arah yang dicita-citakan sekolah. Misi adalah tindakan atau bentuk layanan atau tugas untuk mewujudkan atau memenuhi tuntutan yang dituangkan dengan berbagai indikatornya.
e.       Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan
            Tujuan pendidikan dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi. Struktur Kurikulum disusun berdasarkan standar lulusan dengan ketentuan sebagai berikut :
1.      Kurikulum SD memuat 8 mata pelajaran.
2.      Substansi mata pelajaran IPA dan IPS di SD merupakan IPA Terpadu dan IPS Terpadu.
3.      Pembelajaran pada kelas 1 sampai kelas 3 dilaksanakan melalui pembelajaran tematik, sedangkan pada kelas 4 sampai 6 melalui pendekatan mata pelajaran.
4.      Jam pembelajaran dialokasikan sesuai pada kurikulum.
5.      Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit.
6.      Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran adalah (dua semester) yaitu 34 – 38 minggu.
f.       Pengembangan KTSP
            Pengembangan KTSP merupakan suatu proses yang kompleks karena melibatkan berbagai komponen yang berkaitan dan pihak yang berkepentingan dengan pihak pelaksanaan di sekolah. Hal ini menuntut profesionalitas tim pengembang, terutama kepala sekolah sebagai ketua tim pengembang kurikulum ditingkat sekolah. Keahlian yang dituntut untuk dikuasai bukan hanya mengenai penguasaan dan pemahaman berbagai komponen beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, melainkan juga keterampilan teknis berkaitan dengan pengorganisasian pelaksanaan pengembangannya.
g.      Hakikat Pengembangan KTSP
            Pengembangan KTSP melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan dengan pelaksanaannya, antara lain guru, siswa, orang tua/wali siswa, pakar kurikulum, komite sekolah, dan pihak lain memiliki kewajiban mensosialisasikan kegiatan tersebut kepada pihak-pihak yang terkait.
h.      Proses Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
            KTSP  terdiri atas komponen : visi sekolah, misi sekolah, tujuan sekolah, struktur dan muatan kurikulum. Kalender pendidikan, silabus, dan RPP untuk itu, penyusunan KTSP mencakup komponen sebagai berikut.
1.      Pengembangan visi dan misi sekolah.
2.      Perumusan tujuan pendidikan dan satuan pendidikan.
3.      Pengembangan dan penyusunan struktur dan muatan KTSP.
4.      Penyusunan kalender pendidikan.
5.      Pengembangan silabus.
6.      Pengembangan RPP.
            Sesuai dengan komponen yang dikembangkan tersebut, tahap pertama yang dilakukan dalam pengetahuan KTSP adalah menganalisis konteks. Yang harus dilakukan dalam menganalisis konteks adalah sebagai berikut.
1.      Menganalisis potensi, kekuatan, dan kelemahan yang ada di sekolah dan satuan pendidikan, baik yang berkaitan dengan siswa, guru, kepala sekolah dan tenaga administrasi, sarana dan prasarana serta pembiayaan, dan program-program yang ada di sekolah.
2.      Menganalisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan sekitar, baik yang bersumber dari komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, serta sumber daya alam dan sosial budaya.
3.      Mengidentifikasi standar isi dan standar kompetensi sebagai acuan dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Tahap kedua, dilakukan school review benhcmarking (mulyasa, 2006: 172). School review dilakukan dalam rangka mengevaluasi dan menilai efektivitas lembaga serta mutu lulusan. Adapun benhcmarking merupakan kegiatan menetapkan standar dan target yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu.
2.3.8 Kurikulum 2013
Pengembangan kurikulum 2013 dilakukan dengan cara mengubah kurikulum Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, serta Sekolah Menengah Kejuruan dengan menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis tes dan portofolio saling melengkapi. Basis perubahan kurikulum 2013 terdiri dari dua komponen besar, yakni pendidikan dan kebudayaan. Kedua elemen tersebut harus menjadi landasan agar generasi muda dapat menjadi bangsa yang cerdas tetapi berpengetahuan dan berbudaya serta  mampu berkolaborasi maupun berkompetisi. 
            Pada Kurikulum 2013 ini, pengurangan mata pelajaran sekolah akan terjadi di tingkat SD dan SMP. SMP yang semula mempunyai 12 mata pelajaran, pada tahun 2013 hanya akan mempunyai 10 mata pelajaran. 10 mata pelajaran tersebut yakni Pendidikan Agama, Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris, Seni Budaya dan Muatan Lokal, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dan Prakarya. Adapun dari sisi jam pelajaran, kurikulum baru ini akan menambah panjangnya jam pelajaran. Untuk SD kelas 1 dari 26 jam per minggu menjadi 30 jam. Untuk kelas 2 SD dari 27 jam menjadi 32 jam. Sedangkan untuk kelas 3 SD dari 28 jam menjadi 34 jam, sementara kelas 4, 5, 6 SD dari 32 menjadi 36 jam per minggu.
            Untuk SD, terjadi perubahan dari 10 mata pelajaran menjadi hanya enam. Keenam mata pelajaran itu adalah Matematika, Bahasa Indonesia, Agama, PendidikanJasmani, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan Kesenian. Sedangkan IPA dan IPS menjadi tematik di pelajaran-pelajaran lain.
            Ditingkat SMP, pemberian pelajaran akan mempergunakan Tekonologi Informasi Komunikasi (TIK) di dalam kelas. Kebijakan ini memungkinkan pemakaian laptop di dalam kelas oleh siswa. Dengan harapan, wawasan siswa dapat semakin terbuka. Sementara ditingkat SMA, siswa mendapatkan mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan. Dari sistem pendidikan ini, per jurusan dijenjang pendidikan SMA tidak dilakukan. Jumlah jam untuk siswa SMK hanya bertambah sekitar 2 jam per minggu. Khusus di SMK, penyesuaian jenis keahlian akan disesuaikan dengan kebutuhan pasar atau tren saat ini. Namun, seluruh siswa SMK ditiap jurusan akan mendapatkan mata pelajaran umum.

DAFTAR PUSTAKA

Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta : AM.
Chamisijatin, Lise, dkk. 2009. Pengembangan Kurikulum SD. Jakarta : Depdiknas.


Terima Kasih atas kunjungan anda, jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar atas postingan ini...

Post a Comment