Karakteristik Perkembangan Remaja

Table of Contents
Karakteristik Perkembangan Remaja
Beberapa teori tentang perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa tahapan. Kehidupan anak dan remaja dalam menelusuri perkembanganya itu pada dasarnya merupakan kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkunganya. Pada proses ini faktor sosial memiliki pengaruh yang besar sehingga mendudukan anak – anak dan remaja sebagai insan yang aktif melakukan proses sosialisasi. Tetapi yang menjadi pusat perhatian disini adalah masa remaja, karena masa remaja merupakan periode transisi antara masa anak – anak dan dewasa yang juga mempengaruhi perkembangan emosinya.

Pada masa remaja berkembang “social cognition” yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai pribadi yang unik, baik menyangkut sifat – sifat pribadi, minat maupun perasaanya. Pemahaman ini mendorong remaja menjalin hubungan sosial dengan seseorang yang lebih akrab dengan mereka, contohnya teman sebaya.

Terkadang dari perkembangan emosi remaja ini disertai dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi. Sehingga orang tua ataupun guru harus dapat memahami dan tanggap tentang masalah yang terjadi pada masa remaja.

Hubungan Sosial Masa Remaja

Syamsul Yusuf (2007) dalam Poerwati, menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial dimana di dalanya ada proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.

Pada masa remaja berkembang ”social cognition”, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Ramaja memahami orang lain sebagi individu yang unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat, nilai-nilai, maupun perasaannya. Pada masa ini juga berkembang sikap ”conformity”, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya). Apabila kelompok teman sebaya yang diikuti menampilkan sikap dan perilaku yang secara moral dan agama dapat dipertanggungjawabkan maka kemungkinan besar remaja tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik. Sebaliknya, apabila kelompoknya itu menampilkan sikap dan perilaku yang melecehkan nilai-nilai moral maka sangat dimungkinkan remaja akan melakukan perilaku seperti kelompoknya tersebut.

Menurut Slavin (2006) hubungan sosial remaja dapat dilihat dari hubungan persahabatan dan hubungan dengan teman sebayanya.

1. Hubungan persahabatan

Memasuki masa remaja, perubahan sifatnya mengenai hubungan persahabatan juga berubah, tidak heran pada masa ini remaja lebih banyak menghabiskan waktunya bersama dengan sahabatnay dibandingkan dengan keluarga (Ambret, 1997). Remaja anak mencari teman yang bisa  menyenangkannya, bisa menghargai dirinya, tidak kesepian, lebih dewasa dalam bersosialisasi dengan sesamanya, dan berbuat lebih baik di sekolahnya (Kerr, Stattin, Biescker, Ferrer- Wreder, 2003).

Masa remaja, lebih memvisualisasikan diri dengan dramatis, keintiman, dan sifat lebih setia, berusaha untuk membangun identitas pribadi berdasarkan background dari orang tua, juga semakin meniru kelakuan dari teman sebayanya (Furman, Buhrmester, 1992).

2. Hubungan dengan teman sebaya

Keberhasialan remaja dalam melakukan proses sosialisasi banyak dipengaruhi oleh sikap orang tua dan orang-orang disekitarnya pada perkembangan sebelumnya. Sehingga apabila bimbingan dari orang tua mereka yang kurang mengarahkan pada nilai-nilai yang positif dan juga lingkungan yang kurang mendukung akan membuat remaja cenderung menunjukkan perilaku agresif dan antisosial dan kinerja level rendah. (Parkhurst ; Ashcr, 1992, Wentzel Erdley, 1993; Zettergren, 2003).

Perkembangan Emosional Masa Remaja

Menurut Slavin (2006) pada masa remaja ini perkembangan emosi mengalami kejok yang drastis, dimana remaja umunya pada usia ini sering marah dan merasa ketakutan yang tidak bisa mereka kendalikan, disamping itu juga mereka sering merasa bersalah dan merasa cemburu dengan apapun yang orang lain miliki. Kemarahan adalah emosi yang umum terjadi pada anak yang ditampilakan denganlebih banyak potensitas banyak emosi lainnya.

Terkait perkembangan emosi pada masa remaja dikatakan oleh Jecquelynne Eccles, et.al (Santrock, 2010) dalam Yusuf (2011:102) mengemukakan bahwa tipe kompetensi untuk perkembangan emosional remaja meluputi:
  1. Memiliki mental yang sehat, termasuk menghargai diri sendiri secara positif.
  2. Memiliki kemampuan meregulasi emosi dan mengatasi masalah dengan baik.
  3. Memiliki keterampilan meresolusi konflik dengan baik.
  4. Memiliki motif prestasi yang baik.
  5. Memiliki personal efficacy (keyakinan terhadap kemampuannya sendiri untuk mengatasi masalah) yang baik.
  6. Planfulness
  7. Memiliki kemandirian atau rasa tanggung jawab sendiri.
  8. Bersikap optimis dengan mendasarkan kepada realita
  9. Memiliki identitas pribadi dan sosial yang memadai
  10. Bersikap prososial dan peka terhadap nilai- nilai budaya
  11. Memiliki kesadaran spiritual sebagai wahana untuk mencapai tujuan kehidupan
  12. Memiliki karakter moral yang kuat (strong moral character)
Salah satu ciri-ciri remaja menurut Allport (1961) adalah berkurangnya egoisme, sebaliknya tumbuh perasaan saling memiliki. Salah atu tanda yang khas adalah tumbuh kemampuan untuk mencintai orang lain dan alam sekitarnya. Kemampuan untuk menenggang rasa dengan orang yang dicintainya, untuk ikut merasakan penderitaan yang dialami oleh orang yang dicintainya. Ciri lainnya adalah berkembangnya “ego ideal” berupa cita-cita, idola dan sebagainya yang menggambarkan bagaimana wujud ego (diri sendiri) di masa depan.

Menurut Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun.
  1. Ciri-ciri emosional usia 12-15 tahun, meliputi remaja cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka, bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri, kemarahan biasa terjadi, cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin selalu menang sendiri, dan mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif.
  2. Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun, meliputi remaja dianggap memberontak karena itu merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak menuju dewasa, banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka dan sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka.
Luella Cole mengemukakan tiga jenis emosi pada masa remaja yaitu :

1. Emosi marah

Emosi marah lebih mudah timbul apabila dibandingkan dengan emosi lainnya dalam kehidupan remaja . penyebab timbulnya emosi marah pada diri remaja ialah apabila mereka Direndahkan, dipermalukan, dihina dan lainnya. Remaja yang sudah cukup matang menunjukkan rasa marahnya tidak lagi dengan berkelahi tapi lebih memilih mengerutu, mencaci atau dalam bentuk ungkapan verbal lainnya.

2. Emosi takut

Jenis emosi lain yang sering muncul pada diri remaja adalah emosi takut. Menjelang seorang anak mencapai remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan yang mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Remaja seperti halnya anak-anak dan orang dewasa, seringkali berusaha untuk mengatasi ketakutan yang timbul dari persoalan kehidupan. Ketakutan tersebut banyak menyangkut dengan ujian yang akan diikuti seperti rendahnya prestasi, sakit, kesepian dan lain-lain. Satu-satunya cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah keberanian menghadapi rasa takut tersebut.

3. Emosi cinta/ kasih saying

Jenis emosi ketiga yang sering muncul pada diri remaja adalah emosi cinta / kasih sayang, emosi ini telah ada sejak bayi dan terus berkembang sampai dewasa. Faktor ini penting dalam kehidupan remaja adalah untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya. Walaupun remaja bergerak ke dunia pergaulan yang lebih luas, dalam dirinya masih terdapat sifat kekanak-kanakanya. Remaja membutuhkan kasih sayang di rumah yang sama banyaknya dengan apa yang mereka alami pada tahun-tahun sebelumnya. Karena alasan inilah sikap menentang mereka, menyalahkan mereka secara langsung, mengolok-olok mereka pada waktu pertama kali karena mencukur kumisnya, adanya perhatian terhadap lawan jenisnya, merupakan tindakan yang kurang bijaksana.

Pada masa remaja rasa cinta mulai diarahkan kepada lawan jenis . Menurut Cole, kecenderungan remaja wanita tertarik terhadap sesama jenis berlangsung lebih lama. Keadaan ini terlihat pada sikap kasih sayang terhadap sesama wanita seperti kepada kakak, adik.

Permasalahan pada Masa Remaja

Mendefinisikan perilaku permasalahan atau sebuah menyimpang dari remaja beragam jenisnya mulai dari penyimpangan terhadap peraturan orang tua, penyimpangan di dalam lingkungan masyarakat, atau bahkan penyimpangan terhadap obat-obat terlarang. Sehingga salah satu upaya untuk mendefinisikan dari penyimpangan perilaku remaja adalah dalam artian kenakalan anak (juvenile delinquency) yang dilakukan oleh M. Gold dan J. Petronio (Weiner, 1980:497) yang mengatakan bahwa kenakalan anak adalah tindakan dari seorang yang dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman (Sardito, 2016).

Beberapa teori yang menjelaskan oleh Jensen yang mengatakan bahwa kenakalan remaja bukan saja disebabkan oleh faktor lingkungan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor seperti :

  • Rational choice. Kenakalan yang dilakukannya atas dasar pilihan, interes, motivasi atau kemauannya sendiri. Sehingga untuk mengatas kenakalan ini kalau di Indonesia orang tua lebih memilih untuk memasukkan anaknya ke pesantren kilat atau sekolah agama.
  • Social disorganization. Kaum positivis pada umumnya lebih mengutama factor budaya, yang menggap kenakalan remaja adalah berkurangnya atau hilangnya pranata-pranata masyarakat yang selama ini menjaga keseimbangan atau harmoni di masyarakat. Orang tua yang sibuk dan guru yang kelebihan beban juga membuat kurangnya fungsi keluarga dan sekolah sebagai pranata control.
  • Strain. Tekanan yang besar dalam masyarakat, misalnya kemiskinan juga menjadi pendorong dalam sebuah kejahatan atau kenakalan remaja.
  • Differential association. Kenakalan remaja disebabkan oleh salah pergaulan, dimana apabila anak bergaul dengan anak nakal maka anak tersebut akan ikut-ikutan untuk menjadi nakal.
  • Labelling. Ada yang mengatakan bahwa anak nakal selalu dianggap atau dicap nakal. Misalnya sering orang tua mengakan hal ini ke pada temannya atau orang yang ada di sekitarnya “ ini loh anak sulung saya. Badannya saja yang kecil, tapi nakalnya bukan main!”, dari kalimat ini apabila sering diucapkan, maka akan berpotensi anak tersebut menjadi anak yang nakal.
  • Male phenomenon. Dari teori ini percaya bahwa anak laki-laki lebih nakal daripada perempuan. Alasannya karena kenakalan memang adalah sifat laki-laki atau karena budaya maskulinitas menyatakan bahwa wajar kalau anak laki-laki nakal.
Resiko yang terjadi pada masa remaja adalah kurangnya bentengan diri dalam perilaku para remaja sehingga banyak terjadinya pelanggaran atau permasalahan yang berarah pada perilaku negative (Dryfoos, 1998; National Reseach Council, 1995).

1. Gangguan Emosi

Guru di sekolah harus menyadari gangguan kejiwaan yang bisa terjadi pada siswanya (Galambus, Ostigan, 2003). Mereka harus mengerti bahwa perilaku remaja yang depresi, putus asa, atau tidak dapat bertanggung jawab membutuhkan pertolongan, dan mereka harus membawa siswa tersebut pada konselor sekolah atau orang dewasa yang terlatih secara psikologis.

2. Membuli

Menghina, mencela, dan bahkan melakukan kekerasan fisik terhadap teman sejawatnya yang lemah atau bukan sahabatnya terjadi pada semua tingkat usia, namun dapat menjadi sangat serius saat anak memasuki masa remaja awal (Juvonen, Nishina, Graham, 2000; Pellegrini, Bartini, 2000)

3. Putus Sekolah

Karena tingkat rendahnya pekerjaan, kemampuan, diri dan kemiskinan. Tentu saja hal yang menyebabkan putus sekolah (Battin- Pearson et al 2000; Gold- Schmidt, Wang, 1999; Pallas, 2002).

4. Penyalahgunaan Obat-obat Terlarang dan Alkohol

Narkoba dan minuman yang mengandung alcohol mempunyai dampak pada system syaraf manusia yang menimbulkan berbagai macam perasaan. Sebagian narkoba itu untuk meningkatkan gairah, semangat, dan keberanian, sebagian lagi mengakibatkan perasaan mengantuk, sedangkan yang lain mengakibatkan perasaan tenang dan menikmat. Karena efek-efek ini beberapa remaja menyalahgunakan narkoba dan alcohol untuk digunakan sendiri bahkan dijadikan sebagai suatu penghasilan dari jual beli yang dilakukan (Sarlito, 2016).

5. Kenakalan

Salah satu masalah masa remaja adalah kenakalan yang serius masalahnya umum terjadi pada laki- laki daripada di kalangan perempuan (Departemen kehakiman A.S, yang jauh lebih berpartisipasi 1998). Dari kenakalan ini biasanya remaja sering malakukan pelanggaran aturan yang terjadi di lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.

6. Resiko Kehamilan

Kehamilan adalah masalah serius di antara semua kelompok dan antara keduanya pendapatan lebih rendah resiko kehamilan tapi juga jumlah wanita remaja (Chase- Lansdale, 1998 sering terlibat dalam perilaku nakal 2003). Sehingga untuk mengurangi angka kehamilan pada remaja adalah dengan penundaan usia perkawinan pada masa muda seperti yang dikutip pada UU No. 1/1974 tentang perkawinan, pada pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa “perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun” dan pada pasal 21 ayat 2 berbunyi “untuk melangsungkan perkawinan, seorang yang belum mencapai usia 21 tahun, harus mendapatkan izin kedua orang tua”.

7. Resiko Penularan Penyakit Seksual

Resiko yang paling berbahaya adalah meningkatnya penyakit AIDS dan penyakit menular seksual lainnya (Kalich, 1996). AIDS masih sangat jarang terjadi selama masa remaja (cdc, 1998). Namun, karena AIDS yang sering muncul beberapa tahun terakir ini, seks tanpa menggunakan kondom, berbagi jarum suntik, yang membuat remaja berisiko tinggi terkena AIDS dibandingkan dengan kalangan orang dewasa (1993).

8. Identitas Seksual

Remaja yang aktif secara seksual harus memiliki pemahaman mengenai identitas seksualnya, seperti menerima dan menjalani identitas seksualnya seperti menjadi remaja laki-laki dan remaja perempuan. Sehingga apabila remaja menerima dan menjalani identitas seksualnya ini akan menghindarkan dirinya dari penyimpangan berupak perilaku-perilaku seperti gay dan lesbian (Koppelman, Goodhart, 2005). 

1 comment

Jika ada yang ditanyakan, bisa menggunakan fitur Contact Us
Terimakasih infonya, izin copas utk bahan ajar