Langkah-Langkah Diagnosis Dan Pemecahan Kesulitan Belajar

Table of Contents
langkah pemecahan kesulitan belajar

Identifikasi murid yang mengalami kesulitan belajar

Tujuan identifikasi dalam kasus ini adalah menemukan murid yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam mengidentifikasi murid yang mengalami kesulitan belajar, Yaitu:

1. Menandai murid dalam suatu kelas atau dalam satu kelompok yang dioerkirakan mengalami kesulitan belajar baik yang sifatnya umum maupun khusus dalam mata pelajaran (bidang studi).

2. teknik yang ditempuh bermacam-macam antara lain:
a. Meneliti nilai ulangan yang tercantum dalam “record academic.
b. Menganilisis hasil ulangan yang melihat sifat kesalahan yang dibuat.
c. melakukan observasi pada saat murid dalam proses belajar mengajar:
  • Mengamati tingkah laku dan kebiasaan murid dalam mengikuti satu pelajaran tertentu
  • mengamati tingkah laku murid dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan didalam kelas.
  • Berusaha mengetahui kebiasaan dan cara belajar murid dirumah melalui check list atau melalui kunjungan rumah
d. Mendapatkan kesan atau pendapat dari guru lain terutama wali kelas, guru pembimbing dan lain-lain (entang,1991).

Menurut abin syamsudin dalam mengidentifakasi murid yang mengalami kesulitan belajar dapat dilakukan dengan menghimpun, menganalisis dan menafsirkan data hasil belajar dapat dipergunakan alternatif acuan penilaian yaitu:

1. Penilaian Acuan Patokan (criterion refenced evaluation)

Menafsirkan data hasil belajar dengan penilaian acuan patokan, dapat menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. menetapkan angka nilai kualifikasi minimal yang dapat diterima )misalnya 6,7 dan seterusnya) sebagai batas lulus (passing grade) atau jumlah keslahan minimal yang masih dapat dimaafkan dalam suatu penialaian.
  2. kemudian membandingkan angka nilai (prestasi) dari setiap murid dengan nilai batas lulus tersebut dan mencatat murid yang posisi angka nilai atau prestasinya berada dibawah angka nilai atau batas lulus tersebut.
  3. menghimpun semua murid yangmempunyai angka nilai atau prestasi di bawah angka minimal nilai batas lulus tersebut.
  4. kalau akan memberikan prioritas layanan kepada mereka yang diduga mengalami kesulitan paling berat atau yang paling banyak membuat kesalahan.     
Dengan cara demikian, akan ditemukan individu-individu murid sebagai kasus, kalau ternyata hanya sebagaian kecil dari populasi kelas, serta dapat pula ditemukanmurid yang perlu mendapatkan prioritas.

2. Penilaian Acuan Norma (Norm refenced evaluation)

Penilaian acuan norma tepat dipergunakan, apabila angka nilai batas prestasi rata-rata yang dijadikan ukuran pembanding bagi setiap angka nilai murid bersifat individual. Adapun teknik pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
  1. mencari atau menghitung angka nilai rata-rata kelas atau kelompok dengan mengoperasikan furmola yang telah dipelajari(jumlah nilai atau nilai berbobot keseluruhan dibagi dengan jumlah anggota/populasi kelas).
  2. kemudian menandai murid yang angka nilai prestasinya berada dibawah rata-rata prestasi kelasnya.
  3. Apabila akan diberikan prioritas layanan bimbingan, harus dibuat rangking (menghitung angka selisih atau devisi nilai prestasi individual dengan angka nilai rata-rata prestasi kelasnya)           
Dengan cara demikian akan didapatkan sejumlah murid kasus yang diduga mengalami kesulitan belajar, karena mempunyai prestasi jauh di bawah rata-rata prestasi kelasnya.

Kasus kesulitan belajar dapat dideteksi dari catatan observasi atau laporan proses kegiatan belajar. Di antara proses belajar itu adalah:
  1. Catatan cepat lambat (berapa lama) menyelesaikan pekerjaan (tugas)
  2. Catatan kehadiran (prestasi) dan ketidak hadiran (absensi)
  3. Catatan partisipasi dan kontribusi dalam pemecahan masalah
  4. Catatan kemampuan kerjasama dan penyesuaian sosialnya (Departemen pendidikan dan kebudayaan direktur jendral pendidikan tinggi. 1994)

B. MELOKALISASI JENIS DAN SIFAT KESULITAN BELAJAR           

Sesudah ditemukan individu atau murid yang dapat diduga mengalami kesulitan belaja, maka langkah selanjutnya adalah melokalisasi jenis sifat kesulitan belajar. Dalam langkah ini ada tiga persoalan pokok yang harus dikaji yaitu:

1. Mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi tertentu

Sebenarnya tidak terlalu sukar untuk mengkaji persoalan. Apakah kesulitan itu tidak terjadi pada beberapa pelajaran atau hanya salah satu mata pelajaran tertentu saja. Dengan membandingkan angka nilai prestasi individu yang bersangkutan dari mata pelajaran yang lain yang diikutinya atau angka nilai rata-rata prestasi (maen) dari setiap mata pelajaran kalau kebetulan kasus ini adalah kelas maka dengan mudah akan ditemukan pada mata pelajaran manakah individu atau kelas yang mengalami kesulitan.

2. Mendeteksi pada kawasan tujuan belajar dan bagian ruang lingkup bahan pelajaran manakah kesulitan terjadi.

Dalam menditeksi langkah ini dapat menggunakan tes diagnose karena hakikat tes ini dalah tes prestasi belajar (TPB atau THB). Dengan demikian dalam keaadan belum tersedia tes diagnostic  yang khusus dipersiapkan untuk keperluan ini maka anilisis masih tetap dapat dilangsungkan dengan mewnggunakan naskah jawaban (answer sheet) ujian tengah semester atau akhir semester.

3. Analisis terhadap catatan mengenai proses belajar

Hasil analisis empiris terdapat catatan keterlambatan penyelesaian tugas, ketidakhadiran (absensi) kurang aktif dan menunjukan posisi dari kasus-kasus yang bersangkutan. Setelah tiga persoalan pokok tersebut mendapat jawaban dengan pasti maka dapat dilanjutkan langkah berikut ini
  1. Tes formatif: berfungsi untuk Memperbaiki proses belajar yang lebih baik dan bertujuan untuk mengetahui sajauh mana pengusaan murid tentang bahan yang diajarkan dala suatu program satpel(satuan pelajaran) atau RPP.
  2. Tes Diagnostik: baik yang standart maupun yang disusun oleh guru
  3. Memeriksa buku catatan harian.
  4. Memeriksa buku catatan yang ada pada petugas bimbingan di sekolah dan guru lain yang sesuai dengan murid yang diduga.            
Pada tahap ini dapat dilakukan pula analisis dokumentor, wawancara, observasi, tes, sosiometri dan pertemuan kasus (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989). Sedangkan prosedurnya dapat menggunakan beberapa langkah seperti:
  1. Menganilisis hasil pekerjaan murid dalam bidang studi tertentu.
  2. Wawancara dengan guru yang bersangkutan,
  3. Wawancara dengan murid yang diduga mengalami kesulitan.
  4. Memberikan tes diagnostic.

C. MEMPERKIRAKAN SEBAB-SEBAB KESULITAN BELAJAR       

Berikut ini guru atau konselor dihadapkan kepada masalah bagaimana menduga penyebab pola kekuatan dan kelemahan pada murid. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak dapat diambil keputusan secara bijaksana untuk membantu murid mengatasi kesulitannya, apabila tidak mempunyai gambaran yan gjelas tentang apa yang menjadi kesulitan.

Misalnya: jika kesulitn membaca yang dialami (seorang murid sebenarnya disebabkan oleh penglihatan jauh/farsighted), maka guru atau konselor tidak akan dapat memberikan bantuan kepadanya, meskipun dengan mencoba Memperbaiki kesulitan membaca dengan jalan memberikan jam tambahan sesudah waktu sekolah untuk latihan membaca. Hal ini menunjukan kegagalan dalam mengenai sebab yang sebenarnya menimbulkan kesulitan.

Adapun yang menyebabkan seorang guru atau konselor tidak tepat dalam menentukan diagnosis adalah sedikit sekali gambaran yan gdimilik tentang sebab-sebab yang memungkinkan pola kesulitan belajar tertentu dan kurang memiliki cara yang efektif dalam menetukan penyebab sebenarnya di antara beberapa kemungkinan sebab atau sekurang-kurangnya, sebab yang paling kuat atau paling berpengatuh. 

Dengan kata lain secara positif, pendiagnosis yang bijaksana dan efisien adalah seorang yang mengetahui berbagai kemungkinan yang beralasan tentang faktor-faktor yang mungkin merupakan sebab kesulitan belajar seorang murid dan mengetaui cara di antara kemungkinan-kemungkinan tersebut

Sebab-sebab yang mungkin mengakibatkan timbulnya kesulitan belajar murid, dapat digolongkan sebagai berikut, yaitu;

  1. Banyak sebab-sebab yang menimbulkan pola gejala yang sama. Seringkali gejala-gejala kesulitan belajar yang Nampak pada seorang murid disebabkan faktor-faktor berbeda dengan murid lain yang memperlihatkan gejala yang sama. Misalnya: dua orang murid selalu merepotkan guru dan teman-teman didalam kelas yaitu dengan berjalan-jalan di dalam kelas, seringkali berbicara, mencubit dan mendorong temannya, kedua anak tersebut secara dikenali sebagai hyperactive. Tetapi apabila kedua kasus tersebut diperiksa secara seksama ternyata menderita alergi fisik, sedang anak yang kedua karena lignkungan keluarga yang kurang harmonis, sehingga kurang perhatian dan sebagainya.
  2. Banyak pola-pola gejala yang ditimbulkan oleh sebab yang sama. Sebab yang nampaknya sama, dapat mengakibatkan gejala yang berbeda-beda bagi murid yang berlaianan, adanya kesesuaian antara sebab dengan kondisi tempat tinggal murid.
  3. misalnya dari suatu penilitian dibidang sosiologi dan krimonologi dengan mencari korelasi antara kondisi keluarga dan kenakalan anak remaja. Ternya para sisolog melaporkan bahwa sejumlah besar kenakalan anak remaja itu berasal dari keluarga broken home dan keluarga miskin, dengan mempelajari riwayat yang menjadi latar belakang anak-anak muda yang tertangkap polisi karena keterlibatan kejahatan.
  4. Penelitian lain terhadap anak yang mematuhi peraturan mencapai kemajuan di sekolah, ternyata para peneliti tersebut menemukan banyak anak-anak yang berhasil itu berasal dari keluarga broken home atau dari keluarga miskin. Denga demikian jelas  bahwa sebab yang sama yaitu keluarga miskin atau broken home tidak selalu menimbulkan akibat-akibat atau gejala-gejala yang sama. Demikian pula dengan aspek lain dalam dunia pendidikan.
  5. Sebab-sebab yang saling berkaitan satu dengan lain. Merupakan hal lazim bagi seorang anak jika mengalami kesulitan yang ditimbulkan oleh suatu sebab pada  permulaan sekolah. Kesulitan-kesulitan itu menimbulkan reaksi dari orang-orang sekelilingnya atau menyebabkan ia beraksi terhadap dirinya sendir dengan cara yang selanjutnya menyebabkan timbulnya kesulitan-kesulitan baru.
Masalah tersebut menimbulkan banyak lagi kesulitan-kesulitan yang lazim bagi seorang murid jika mengalami kesulitan-kesulitan yang mengakibtkan suatu persoalan belajar tertentu. Sebab-sebab yang semakin kompleks mengakibatkan kesulitan-kesulitan saling berhubungan satu dengan yang lain.

Faktor penyebab kesulitan belajar menurut Abdurrahman dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar adalah faktor internal yaitu kemungkinan adnaya disfungsi neurologis, sedangkan penyebab utamanya problem belajar adalah faktor eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak mebangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan yang tidak cepat (Abdurrahman,1999)

Disfungsi neurologis sering tidak hanya menyebabkan kesulitan belajar tetapi juga menyebabkan tunagrahita dan gangguan emosional. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan disfungsi neurlogis yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesulitan belajar antara lain adalah:
  • faktor genetic
  • luka pada otak karena trauma fisik atau kekurangan oksigen
  • biokimia yang hilang (misalnya zat pewarna pada makanan)
  • pencemaran lingkungan (misalnya pencemaran timah hitam)
  • gizi yang tidak memadai
  • pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak (deprivasi lignkungan).
Dari berbagai penyebab tersebut dapat menimbulkan gangguan dari tarafnya ringan hingga yang tarafnya berat.

Koestoer dalam mengidentifikasi kemungkinan sebab kesullitan belajar dapa dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu:
  • Kondsi-kondisi fisiologis yang permanen
  • Kondisi-kondisi fisiologis yang temporer
  • Pengaruh-pengaruh lingkungan sosial yang permanen
  • Pengaruh-pengaruh lingkungan sosial yang temporizer (H.Koestoer partpwisastro, 2002)
Kemungkinan-kemungkinan sebab kesulitan belajar karena kondisi-kondisi fisiologis yang permanen meliputi:

a. Intelegensi yang tebatas

setiap anak sejak dilahirkan telah memiliki kecerdasan yang berbda-beda atau bervariasi, meskipun mereka telah memiliki usia kalender yang sama tetapi kemampuan mentalnya belum tentu sama.. Indeks kecerdasan atau IQ dapat diketahui melalui tes intelgensi dan hasil tes intelegensi tersebut diperoleh dari hasil membagi usia kecerdasan dengan usia kalender dinyatakan dalam satua bulanan.

Misalnya Ahmad usia kalender 15 tahun, 10 bulan (190 bulan), setelah diadakan tes intelegensi hasil usia kecerdasaanya 154. Maka IQ Ahmad adalah:

Untuk kepentingan praktis IQ normal ditentukan antara 90-100. Adapun tingkat kecerdasan anak, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
IQ
Usia kecerdasan
140-ke atas
130-139
120-129
101-119
90-100
80-89
70-79
50-69
49-ke bawah
Genius
Sangat pandai
Pandai
Di atas normal
Normal
Di bawah normal
Bodoh
Feeble minded= moron feevie
Minded – imcile, idiot
Anak moron, jarang sekali dapat mencapai usia mental seperti tingkat usia 12 sehingga mampu melayani kebutuhan sendiri. Melalui pendidikan di sekolah yang di rencanakan secara seksama, mereka dapat mempelajari hal-hal yang sederhana dan mengusai keterampilan yang terbatas untuk lapangan pekerjaan yang sederhana.

Sedangkan anak yang tergolong imbicile, dapat mencapai usia dewasa tetapi jarang sekali mencapai usia kecerdasan lebih dari tingkatan usia 8 tahun. Tetapi anak imbicile dapat dilatih untuk melayani kebutuhannya sendiri, daan melalui bimbingan khusus dapat menguasai keerampilan yang sederhana.

Adapun anak Idiot, mempunyai kemampuan mental paling redah, hanya dapat mencapai kemampuan seperti anak usia 4 tahun. Biasanya golongan anak ini tidak mencapai umur panjang karena tidak dapat melindungi dirinya dari bahaya dan tidak mampu melayani kebutuhannya sendiri.

Dari uraian di atas terlihat bahwa setiap golongan anak mempunyai kemampuan inteligensi yang berbeda-beda, padahal kemampuan inteligensi tersebut sangat berpengaruh terhadap belajar anak. Anak yang mempunyai kemampuan inteligensi terbatas, kurang mampu menguasai konsep-konsep yang abstrak dengan kecepatan sama seperti teman-temannya yang mempunyai  kemampuan inteligensi lebih tinggi.

Seorang anak yang mempunyai kemampuaninteligensi rendah disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu barangkali sewaktu terjadi pembuahan ibu yang sedang mengandung tiga bulan menderita sakit campak dan penyakit itu secara terus menerus merusak perkembangan sistem syaraf anak yang masih dalam kandungan. 

Kasus lain yaitu ada kerusakan pada waktu lahir pada tulang kepala yang rawan dan kerusakan-kerusakan itu mempengaruhi sel-sel otak. Kerusakan-kerusakan di dalam kepala sesudah lahir atau menderita penyakit yang mempengaruhi otak dapat juga menyebabkan hambatan kemampuan inteligensianak yang sedang berkembang dan belum ada yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kerusakan itu supaya anak menjadi normal kembali.

b. Hambatan persepsi

Barangkali seseorang dapat melihat dan mendengar secara jelas, tetapi ketika perangsang penglihatan atau pendengaran sampai pada otaknya mengalami gangguan oleh mekanisme penafsiran/persepsi images, sehingga salah menafsirkan informasi yang diperoleh. Suatu gangguan yang ringan dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar. 

Misalnya: seorang murid mengalami kesulitan belajar dalam membaca, ternyata jika diberikan keterangan atau penjelasan secara lisan, murid tersebut dapat menafsirkan dan mengingat dengan baik. Dengan perkataan lain ia tidak mengalami hambatan mental, tetapi hanya tidak bisa membaca. Sedangkan seorang murid yang lain, dapat membaca dengan lancar tetapi tidak dapat memahami dengan baik apa yang telah didengarnya. Apabila telinganya diperiksa, ternyata ia dapat menangkap suara dengan baik. Informasi yang didengar cukup terang, hanya saja ia tidak dapat menafsirkan artinya dengan baik.

Di antara kedua murid tersebut tidak ada yang digolongkan mengalami hambatan mental. Mekanisme mata dan telinganya cukup baik. Dari hasil pemeriksaan terhadap kehidupan mereka di rumah dan cara bergaul juga tidak mengalami gangguan emosional.

Demikianlah dengan mengabaikan hambatan mental, masalah penglihatan dan pendengaran serta ketegangan emosional maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada sesuatu yang tidak beres pada syaraf otak yang berhubungan dengan persepsi

Gejala-gejala umum yang terdapat  pada sementara kasus murid-murid yang mengalami hambatan persepsi adalah:
  1. Tingkah laku yang aneh (erotic) dan tidak berguna tanpa sebab yang jelas.
  2. Bereaksi lebih kasr (violenty or strongly) dari yang biasanya.
  3. Tidak dapat mengorganisasi kegiatan-kegiatannya secara baik.
  4. Mudah tersinggung oleh segala macam perangsang kemarahan melebihi taraf kemarahan dalam keadaan biasa.
  5. Membuat persepsi-persepsi yang salah, sering salah melihat atau mendengar sesuatu.
  6. Terlalu banyak bergerak (hyperactive), sering berpindah tempat, mencubit teman lain, menggerak-gerakkan badan dan banyak bicara.
  7. Menunjukkan kekacauan waktu bicara, serta sering terbentur berjalan.
  8. Menunjukkan kekacauan waktu bicara, membaca dan mendengar.
Anak yang mengalami hambatan persepsi berbeda dengan anak yang mengalami hambatan mental. Bagi anak yang mengalami hambatan persepsi ada harapan untuk maju seperti teman-teman seusianya. Tujuan akhir yang dapat dicapai mengenai kemampuan mereka adalah belajar lebih baik dari pada anak yang mengalami hambatan mental.

Murid yang mengalami hambatan persepsi tidak dapat belajar dengan baik, jika memakai metode yang biasanya diterapkan pada sebagian besar murid yang lain. Dengan menggunakan teknik-teknik dan materi-materi belajar yang khusus, ada harapan murid yang mengalami hambatan persepsi dapat mengatasi kesulitannya dan mencapai tujuan melalui pengajaran yang berbeda.

c. Hambatan penglihatan dan pendengaran

Indera yang terpenting untuk belajar di sekolah adalah penglihatan dan pendengaran. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata dalam kegiatan komunikasi penggunaan pancaa indera oleh individu menunjukkan persentase sebagai berikut:
  • Indera rasa 1%
  • Indera peraba 1 ½%
  • Indera pencium 3 ½%
  • Indera rungu 11%
  • Indera penglihatan 83%            

Angka presentase di atas menunjukkan bahwa indera penglihatan bekerja lebih banyak dalam arti frekuensi penggunaannya dalam belajar sebagian besar melalui mata. Sedangkan indera rungu menduduki tempat kedua, sehingga apabila kedua angka presentase itu digabungkan maka frekuensi penggunaannya 94% dari kegiatan penggunaan indera seseorang. Jadi indera penglihatan dan pendengaran memegang peranan yang penting dalam kegiatan belajar.

Apabila mekanisme mata atau telinga kurang berfungsi, maka kesan yang diperoleh seorang anak dari guru akan menyimpang atau bahkan tidak memperolehnya. Jadi setelah guru menyajikan pelajaran, terdapat murid yang gagal mempelajari, penyebabnya mungkin mata atau telinga murid tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Ia tidak pernah menerima dalam otaknya suatu image yang benar mengenai penglihatan dan suara-suara sewaktu guru mengajar. Oleh karena itu jika guru dalam menilai pengetahuan atau keterampilan seorang murid menemui penyimpangan atau hasilnya jauh berkurang dari apa yang diharapkan, maka kesalahan itu mungkin terletak pada alat-alat inderanya.

Jadi seorang guru sebaiknya mengecek mata atau telinga murid-murid, untuk mengetahui apakah organ-organ itu perlu diobati agar dapat belajar dengan baik.

Kemungkinan-kemungkinan sebab kesulitan belajar karena kondisi-kondisi fisiologis yang temporer meliputi:

a. Masalah makanan

Segenap anggota tubuh memerlukan berbagai zat yang didapat dari makanan. Kerusakan jaringan-jaringan di dalam tubuh terjadi secara terus menerus. Kerusakan-kerusakan tersebut dipulihkan kembali oleh bermacsm-macam zat yang terdapat dalam makanan.

Makanan dibutuhkan untuk pertumbuhan badan. Anak yang badannya sedang tumbuh memerlukan makanan yang dapat membantu pertumbuhan tersebut. Dibutuhkan bermacam-macam zat dari makanan untuk pertumbuhan urat, tulang dan gigi. Mustahil alat-alat tubuh tersebut bertumbuh sempurna tanpa makanan yang seimbang (R.I. Sarumpaet, 1992).

Makanan-makanan itu harus dipilih untuk pertumbuhan dan bebas dari racun hewan/tumbuh-tumbuhan (toxins) atau racun yang mungkin turut masuk ke dalam tubuh waktu makan, minum atau mencium makanan/minuman. Adapun yang termasuk toxins adalah semua makanan yang dapat menyebabkab anak sakit. Dengan demikian jelas bahwa anak yang kekurangan vitamin, protein atau kekurangan substansi lain yang diperlukan, maka dampak negatifnya akan merasa cepat capek, tidak dapat memusatkan perhatian terhadap kegiatan belajar.

b. Kecanduan (Drugs)

Alkohol, ganja, dan sejenisnya dapat menimbulkan ketagihan. Pada mulanya kebiasaan itu terlihat tidak berbahaya dan gampang ditinggalkan, tetapi seblum bahaya itu disadari, kuasa kemauan sudah hilang sehingga kebiasaan itu tidak dapat ditinggalkan lagi.

c. Kecapean/kelelahan

Kondisi fisiologis pada umumnya sangat mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Orang dalam keadaan sehat jasmaninya akan berbeda hasil belajarnya dengan orang yang kondisi jasmani dalam keadaan lelah. Seorang dalam kondisi kelelahan tidak mudah menerima pelajaran, bahkan mudah mengantuk, sehingga prestasi belajarnya rendah.

d. Harapan orang tua terlalu tinggi, tidak sesuai dengan kemampuan anak       

Setiap orang tua mengharapkan agar anaknya berhasil dalam studi, meskipun kadand-kadang tanpa memperhatikan kemampuan/taraf inteligensi anak tersebut. Misalnya: kasus ayah dari Ahmad yang mengharapkan agar anaknya menjadi bintang kelas. Ahmad telah berusaha memenuhi keinginan ayahnya dengan belajar giat, tetapi usahanya gagal meskipun sebenarnya ia tergolong anak yang mempunyai taraf inteligensi normal. Hal itu tidak memuaskan ayahnya sehingga didesak dan diancamnya Ahmad. Meskipun giat berusaha ternyata Ahmad tetap tidak berhasil menjadi bintang kelas. 

Perasaan tertekan menyebabkan Ahmad benci kepada ayahnya, sehingga secara disadari maupun tidak Ahmad berlaku kurang baik di sekolah dengan maksud untuk membalas sikap ayahnya. Sang ayah menganggap keberhasilan Ahmad sebagai bintang kelas sedemikian pentingnya, maka berlaku buruk di sekolah merupakan suatu cara bagi Ahmad untuk membalas atau menghukum ayahnya. 

Akibat lain dari tekanan ayahnya membuat Ahmad memandang dirinya semakin kecil, merasa tidak mampu karena keinginan-keinginan ayahnya tidak terlaksana. Di sekolah Ahmad mulai berbuat sesuai dengan image terhadap dirinya sendiri sebagai anak yang sangat bodoh. Selanjutnya Ahmad mengembangkan self image yang buruk dan ia berbuat sedemikian rupa seolah-olah image itu merupakan evaluasi yang benar tentang dirinya sendiri. Ia mempunyai kesan yaitu telah gagal dalam studinya oleh karena itu ia melanjutkan kegagalannya.

e. Konflik keluarga            

Tiap orang mencita-citakan membangun rumah tangga yang bahagia diliputi suasana saling mencintai (mawaddah) dan kasih mengasihi (rahmah). Hubungan antara orang tua yang harmonis akan menciptakan suasana tenang, sehingga anak akan tumbuh secara seimbang ( Abdul Aziz el Quusy, 1994).

Sebaliknya jika sering terjadi pertengkaran antara kedua orang tua akan mengakibatkan kegoncangan rumah tangga sehingga hal ini akan mengganggu pertumbuhan jiwa anak. Mungkin saja pertengkaran itu terjadi karena faktor ekonomi atau dalam cara mendidik, sehingga anak akan memihak kepada salah satu orang tua dan menentang yang lainnya. Konflik keluarga yang demikian menyebabkan anak mengalami kecemasan batin sehingga menimbulkan kesulitan belajar.

Pengaruh-pengaruh lingkungan sosial yang temporer

a. Ada bagian-bagian dalam urutan belajar yang belum dipahami

Murid akan terdorong mempelajari hal baru, jika telah memiliki bekal yang merupakan prasarat bagi pelajaran itu. Apabila guru mengabaiakan hal ini bisa menimbulkan kesulitan belajar murid dan murid akan frustasi terutama mereka yang mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran.

Misalnya: Murid belajar bidang studi bahasa Arab yang terdiri dari sebuah seri konsep-konsep di mana sebuah konsep diperlukan sebagai dasar konsep berikutnya, oleh karena itu murid akan bingung sehingga prestasi belajarnya akan merosot.

Konsep seperti itu diperlukan dalam urutan belajar, tetapi tidak untuk semua budang studi. Kehilangan satu konsep dalam bidang studi matematika biasanya tidak menutup kemungkinan untuk mempelajari konsep-konsep yang diajarkan berikutnya.

Kehilangan perbendaharaan kata atau satu kata kerja dalam bidang studi bahasa tidak menutup kemungkinan untuk mempelajari kata-kata lain dan masih daapat menguasai sebagian besar bidang studi bahasa secara baik. Demikianlah Amir mungkin gagal untuk menguasai satu atau dua konsep yang penting dalam

Bidang studi bahasa Arab selama minggu kedua atau ketiga, sehingga ia merasa gagal. Mungkin pula ia takut kepada guru untuk minta pelajaran sekali lagi. Maka dalam minggu-minggu selanjutnya ia merasa kacau sehingga waktu yang ada hanya dihabiskan untuk melamun saja, dengan demikian semakin banyak urutan konsep yang hilang.

Jadi di sini jelas terlihat bahwa seorang yang mengalami kesulitan belajar dalam suatu bidang studi tertentu mungkin disebabkan ada bagian-bagian dalam urutan belajar yang belum dipahami.

a. Kurang adanya motivasi

Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Adanya motivasi dapat mendorong belajar sebaliknya kurang adanya motivasi akan memperlemah semangat belajar. Motivasi belajar ini sangat erat hubungannya dengan adanya suatu kebutuhan. Misalnya: Supardi merasa tidak begitu penting menguasai matematika bila dibandingkan dengan interest-interest lain dalam kehidupannya. Karena itu inya merasa malas/enggan menggunakan waktunya untuk mempelajari konsep-konsep matematika. Dengan perkataan lain ia tidak memiliki motif yang cukup kuat, sehingga mengakibatkan kesulitan dalam belajar matematika.

Dalam hal ini tugas utama guru bukan hanya menerangkan hal-hal yang terdapat dalam buku saja, tetapi juga memberikan dorongan dan bimbingan kepada murid-muridnya agar mereka dapat mencapai tujuan perbuatan belajar murid. Tujuan perbuatan belajar murid harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang diinginkan untuk dicapai murid yang dicantum dalam kurikulum.

Untuk itu guru harus dapat mengerahkan motif tersebut guna menghasilkan perbuatan belajar yang baik. Dengan perkataan lain, guru harus pandai mengbangkitkan motif belajar murid, kemudian memberikan motivasi kepada murid, tetapi dapat sesuai dengan tujuan kurikulum sekolah yamg bersangkutan.

Dari uraian untuk “memperkirakan sebab-sebab kesulitan belajar” tersebut di atas, jelas bahwa dalam mendiagnosis kesulitan-kesulitan belajar murid, sebaiknya guru/konsoler membuat sebuah daftar kemungkinan-kemungkinan seperti tersebut di atas, uktuk dipertimbangkan daripada hanya memikirkan satu atau dua sebab yang serupa lalu menarik kesimpulan bahwa sebab-sebab itulah yang menimbulkan kesulitan-kesulitan belajar.

D. PROSES PEMECAHAN KESULITAN BELAJAR

Adapun langkah-langkah dalam proses pemecahan kesulitan belajar meliputi:
  1. Memperkirakan kemungkinan bantuan
  2. Menetapkan kemungkinan cara mengatasi
  3. Tindak lanjut

Memperkirakan kemungkinan bantuan

Kalau letak kesulitan yang dialami murid sudah dipahami baik jenis dan sifat kesulitan dengan berbagai macam latar belakangnya maupun faktor-faktor penyebabnya, maka guru/konselor akan memperkirakan:
  1. apakah murid tersebut masih mungkin ditolong untuk mengatasi kesulitannya atau tidak.
  2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami murid tertentu.
  3. Kapan dan dimana pertolongan itu dapat diberikan.
  4. Siapa yang dapat memberikan pertolongan/bantuan.
  5. Bagaimana cara menolong murid yang efektif, sehingga murid dapat mengatasi kesulitan.
  6. Siapa saja yang harus dilibatkan dalam menolong murid dan apakah sumbangan /peranan yang dapat diberikan oleh masing-masing pihak.

Menetapkan kemungkinan cara mengatasi

Dalam langkah ini perlu diadakan dari rapat staf bimbingan dan Konseling jika diperlukan. Setelah hal itu dilaksanakan maka perlu disusun suatu rencana yang berisi tentang beberapa alternative yang mungkin dilakukan untuk mengatasi kesulitan yang dialami murid. Rencana itu hendaknya berisi:
  1. Cara-cara yang harus ditempuh untuk menyembuhkan kesulitan yang dialami murid.
  2. Menjaga agar kesulitan yang serupa jangan sampai terulang lagi.       
Alangkah baiknya kalau rencana ini dapat didiskusikan dan dikomunikasikan degan pihak-pihak yang terlibat dalam pemberian bantuan tersebut. Misalnya: Kepala Sekolah, guru kelas/guru bidang studi, orang tua murid, konselor dan sebagainya. Pada dasarnya secara khusus kegiatan ini hanya dapat dilakukan oleh guru bidang studi yag mengetahui secara persis tentang berbagai kesulitan yang dialami oleh seorang murid dalam mata pelajarannya

Tindak lanjut

Tindak lanjut adalah kegiatan melakukan pengajaran remedial (remedial teaching) yang diperkirakan paling tepat dalam membantu murid yang mengalami kesulitan belajar. Kegiataan tindak lanjut ini dapat berupa:
  1. Melaksanakan bantuan berupa pengajaran remedial (remedial teaching) pada bidang studi tertentu yang dilakukan oleh guru, pada mata pelajaran tertentu yang dilakukan oleh guru, yang dapat dibantu oleh guru pembimbing (konselor) dan pihak lain yang dianggap dapat menciptakan suasana belajar murid yang penuh motivasi
  2. Pembagian tugas dan peranan orang-orang tertentu (wali kelas dan guru pembimbing) dalam memberikan bantuan kepada murid dan kepada guru yang sedang melaksanakan kegiatan pengajaran remedial.
  3. Senantiasa recek dan mencek kemajuan yang dicapai murid baik pemahaman mereka terhadap bantuan yang diberikan berupa bahan, maupun mencek tepat guna dari program remedial yang dilakukan untuk setiap saat diadakan revisi. Dalam pelaksanaan pemberian bantuan hendaknya dilakukan secara kontinyu dan setiap kegiatan seharusnya senantiasa disertai dengan pencatatan yang tepat.
  4. Mentransfer murid yang diperkirakan tidak mungkin ditolong karena di luar kemampuan atau wewenang guru/konselor. Transfer kasus semacam itu bisa dilakukan kepada orang lain atau lembaga lain (psikolog, psikiater, lembaga psikologi dan sebagainya) yang diperkirakan dapat dan lebih tepat membantu murid yang bersangkutan.
Setelah murid mendapat bantuan maka dapat dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
  1. Mentes hasil belajar murid dalam bidang studi yang dianggap sulit.
  2. Melakukan wawancara dengan murid yang bersangkutan untuk mengetahui pendapat murid tentang kesulitannya.
  3. Wawancara dengan guru dan orang tua mengenai perubahan yang telah terjadi.
  4. Menganalisa hasil belajar yang telah dicapai dan informasi lainnya.
  5. Obsevasi kegiatan murid dalam belajar (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989).

Terima Kasih atas kunjungan anda, jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar atas postingan ini...

Post a Comment