Tinjauan Teoretik Tentang Anak Berkesulitan Belajar
Table of Contents
TINJAUAN TEORETIK TENTANG ANAK BERKESULITAN BELAJAR
Dalam kelas yang siswanya memiliki
kemampuan heterogen misalnya, mungkin guru akan menciptakan interaksi belajar
yang kompotitif karena ia beranggapan bahwa kompetisi dalam meningkatkan
motivasi yang pada gilirannya juga meningkatkan prestasi belajar anak. Guru
tersebut juga beranggapan bahwa kompetisi antar individu yang memiliki kekuatan
tidak seimbang dapat menimbulkan ketidak berdayaan yang dipelajari ( learned
helpless – ness ) bagi yang lemah dan menimbulkan kebosanan bagi yang terlalu
kuat. Jika anak berkesulitan belajar berada dalam kelas dengan suasana belajar
kompetitif semacam itu maka dapat diramalkan bahwa mereka akan menjadi anak
yang putus asa. Oleh karena itu, penanganan anak berkesulitan belajar
memerlukan pemahaman tentang:
- Peran teori dalam penanganaan anak berkesulitann belajar
- Proses diagnosis
- Hubungan antar pendidikan bagi anak berkesulitan belajar dengan pendidikan pada umumnya
- Berbagi teori tentang proses dan hasil belajar
PERANAN TEORI DALAM PENENANGAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR
Tujuan ilmu adalah untuk membentuk teori. Begitu
pula dengan ilmu yang mengkaji penanganan anak berkesulitan belajar, bertujuan
untuk membentuk teori – teori yang dapat di gunakan sebagai landasan yang dapat
di andalkan untuk memecahkan masalah – masalah pendidikan anak berkesulitan
belajar.
Teori adalah sekumpulan bangunan pengertian atau
konsep, definisi, dan dalil yang saling terkait, yang memungkinkan terbentuknya
suatu gambaran yang sistematik tentang fenomena dengan menjelaskan hubungan
antarberbagai variable, dengan tujuan menjelaskan dan meramalkan fenomena
tersebut.
Menurut Ary, Jacobs, dan Rezaviech (1972: 14) teori
ilmiah merupakan penjelasan sementara tentang fenomena. Melalui teori ilmiah
kita dapat memberikan penjelasan, peramalan, dan pengendalian tentang suatu
fenomena.
Menurut Jujun S. Suriasumantri (1984: 94), ilmu
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok ilmu murni dan kelompok ilmu
terapan. Berbeda dari ilmu terapan yang diarahkan langsung untuk memecahkan
masalah kehidupan sehari- hari, ilmu murni umumnya belum dapat digunkan untuk
memecahkan maslah seperti itu. Meskipun demikian, jika ilmu terapan gagal
memecahkan suatu masalah yang di hadapi, maka ilmu terapan tersebut akan
melihat kembali landasan ilmu murninya. Ini tidak berarti ilmu terapan bukan
ilmu yang otonom atau ilmu yang berdiri sendiri, karena baik ilmu terapan atau
ilmu murni memiliki objek materinya sama. Menurut Jujun S. Suriasumantri, ilmu
pendidikan merupakan ilmu terapan yang mengaplikasikan tiga ilmu sosial murni
psikolog, sosiologi, dan antropologi
Pendidikan
bagi anak yang berkesulitan belajar merupakan bagian dari ilmu pendidikan
khusus atau sering disebut juga ortopedagogik.
Ilmu pendidikan khusus atau ortopedagogik adalah cabang dari ilmu
pendidikan atau pedagogic.
DIAGNOSA KESULITAN BELAJAR
Penanganan anak berkebutuhan khusus dalam bentuk
pemberian program remedial bertolak dari konsep belajar tuntas ( Mastery
learning ), yang ditandai oleh system pembelajaran dengan menggunakan modul.
Dalam kehidupan sehari – hari ada anak yang meskipun telah diberi pelajaran
remedial oleh guru, mereka tetap memperoleh prestasi belajaar yang tidak sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan mungkin ada anak yang
penguasaan persyaratannya masih terlalu rendah untuk mengikuti pembelajaran
yang disajikan sehingga guru perlu memperbaiki penguasaan prasyarat tersebut.
Menurut Samuel A. Kirk (1986: 265) prosedur diagnosis mencakup lima langkah
:
- Menentukan potensi atau kapasitas anak.
- Menentukan taraf kemampuan dalam suatu bidang studi yang memerlukan pengajaran remedial.
- Menentukan gejala kegagalan dalam suatu bidang studi.
- Menganalisis factor – factor yang berkait.
- Menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial
Dalam konteks anak belajar di sekolah, disamakan mengikuti pedoman tujuh langkah yaitu :
- Identifikasi
- Menentukan prioritas
- Menentukan potensi
- Menentukan taraf kemampuan dalam bidang yang perlu diremediasi
- Menentukan gejala kesulitan.
- Menganalisis factor – factor yang terkait.
- Menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial.
a. Prosedur Diagnosis
Seperti di kemukakan bahwa ad tujuh
prosedur yang hendaknya dilalui dalam menegakkan diagnosis, yaitu identifikasi,
menentukan potensi anak, menentukan taraf kemampuan, menentukan gejala
kesulitan, menganalisis factor – factor yang terkait, dan menyusun rekomendasi
untuk pengajaran remedial.
Identifikasi sekolah
yang ingin menyelenggarakan program pengajaran remedial yang sistematis yang
hendaknya melakukan identifikasi untuk menentukan anak – anak yang memerlukan
atau berpotensi memerlukan pelayanan pengajaran remedial. Pelaksanaan
identifikasi dapat dilakukan dengan memperhatikan laporan guru kelas atau
sekolah sebelumnya, hasil tes inteligensi yang dilakukan secara missal atau
individual, atau melalui instrumen informal, misalnya dalam bentuk lembar
observasi guru atau orang tua.
Menentukan prioritas tidak
semua anak yang oleh sekolah dinyatakan sebagai berkesulitan belajar memerlukan
pelayanan khusus oleh guru remedial, lebih – lebih jika jumlah guru remedial
masih sangat terbatas. Maka dari itu sekolah harus menentukan prioritas anak
mana yang diperkirakan dapat dinberi pelayanan pengajaran remedial oleh guru
kelas atau guru bombing studi, dan anak mana yang perlu di layani oleh guru
khusus. Anak – anak berkesulitan belajar yang tergolong berat mungkin perlu
memperoleh prioritas utama untuk memperoleh pelayanan pengajaran remedial yang
sistematis dari guru khusus remedial.
Menentukan potensi. Potensi
anak biasanya didasari oleh skor tes inteligensi. Oleh karena itu, setelah
identifikasi anak berkesulitan belajar dilakukan, maka untuk menentukan potensi
anak diperlukan tes inteligensi. Tes inteligensi yang paling banyak dilakukan
adalah WISCR ( Wechsler Intelligence Scale for Children-Revised ) ( Anastasi,
1982: 251 ). Jika hasil tes inteligensi menunjukkan bahwa anak memiliki skor IQ
71 hingga 89, maka anak semacam itu tergolong lamban belajar, yang mungkin
secara terus-menerus memerlukan bantuan agar dapat mengikuti program pendidikan
yag didasarkan atas criteria normal. Yang dapat digolongkan anak kesulitan
dalam belajar ialah yang memiliki IQ rata-rata atau lebih, yaitu paling rendah
skor IQ 90.
Menentukan penguasaan
bidang studi yang perlu diremediasi.
Salah satu karakteristik anak berkesulitan belajar adalah prestasi belajar yang
jauh dibawah kapasitas inteligensinya. Oleh karena itu, guru remedial perlu
memiliki data tentang prestasi belajar anak dan membandingkan prestasi anak
menyimpang jauh dibawah kapasitas inteligensinya maka dapat dikelompokkan
sebagai anak berkesulitan belajar; sedangkan kalau prestasinya seimbang dengan
kapasitas inteligensinya maka tidak dapat dikelompokkan sebagai anak
berkesulitan belajar.
Menentukan gejala
kesulitan. Pada langkah ini guru remedial perlu
melakukan observasi dan analisis cara anak belajar. Cara anak mempelajari suatu
bidang studi sering dapat diberikan informasi dignostik tentang sumber penyebab
yang orisinal dari suatu kesulitan. Kesulitan dengan menyebutkan huruf “b”
dengan “d” misalnya, sering merupakan petunjuk bagi anak memiliki gangguan
persepsi visual.
Analisis berbagai
factor yang terkait. Pada langkah ini guru
remedial melakukan analisis terhadap hasil – hasil pemeriksaan ahli-ahli lain
seperti psikologi, dokter, konselor dan pekerja sosial. Berdasarkan analisis
terhadap hasil pemeriksaan berbagai bidang keahlian dan mengaitkan dengan hasil
observasi yang dilakukan sendiri, guru remedial dapat menegakkan suatu
diagnosis yang diharapkan dapat digunakan dalam landasan menentukan strategi
belajar yang efektif dan efisien.
Menyusun rekomendasi
untuk pengajaran remedial. Berdasarkan hasil
diagnosis yang secara cermat ditegakkan, guru remedial dapat menyusun suatu
rekomendasi penyelenggaraan program pengajaran remedial bagi seorang anak
berkesulitan belajar. Rekomendasi tersebut mungkin dapat dalam bentuk suatu
program pendidikan yang diindividualkan (individualized education programs),
yang dilaksanakannya perlu evaluasi lebih dahulu oleh suatu tim yang disebut
tim penilai Program Pendidikan Individual (TP3I) (Kitano dan Kirby, 1986: 150)
b.Prinsip Diagnosis
Ada beberapa prinsip diagnosis yang perlu
diperhatikan oleh guru bagi anak berkesulitan belajar. Prinsip-prinsip tersebut
adalah
- Terarah pada perumusan metode perbaikannya
- Efisien
- Menggunakan catatan kumulatif
- Memperhatikan berbagai informasi yang terkait
- Valid dan reliable
- Penggunaan tes baku ( kalau mungkin )
- Penggunaan prosedur informal
- Kuantitatif
- Berkesinambungan
Terarah pada perumusan metode perbaikannya. Diagnosis
sebaiknya mengumpulkan berbagai informasi yang bermanfaat untuk menyusun suatu
program perbaikan atau program pengajaran remedial. Ada dua tipe diagnosis,
diagnosis etiologis (etiological diagnosis) dan diagnosis terapetik
(therapeutic diagnosis). Diagnosis etiologis merupakan diagnosis yang bertujuan
untuk mengetahuai sumber penyebab orisinal dari kesulitan belajar. Diagnosis
ini umumnya kurang bermanfaat untuk merumuskan program remedial.
Diagnosis harus efisien. Diagnosis
kesulitan belajar sering berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal semacam
ini dapat menjemukkan, sehingga dapat berpengaruh buruk terhadap motivasi
belajar anak. Diagnosis umum ini bermanfaat untuk menyesuaikan program
pembelajaran kelompok – kelompok anak secara umum. Diagnosis umum juga dapat
memberikan informasi yang berguna untuk menyesuaikan program pembelajaran yang
didasarkan atas individualitas anak dan dapat pula untuk membantu menemukan
anak yang memerlukan analisis lebih rinci tentang kesulitan belajar mereka.
Penggunaan catatan kumulatif. Catatan
kumulatif ( cumulative records ) disebut sepanjang tahun kehidupan anak
disekolah. Catatan semacam itu dapat memberikan informasi yang sangat berharga
dalam pengajaran remedial. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai landasan
untuk menentukan pengelompokan yang sesuai dengan tingkat kesulitan belajar
anak.
Valid dan reliable. Dalam
melakukan diagnosis hendaknya dilakukan instrument yang dapat mengukur apa yang
harusnya diukur (valid) dan instrument tersebut hendaknya juga yang dapat
diandalkan (reliable). Informasi yang dikumpulkan hendaknya hanya yang tepat,
yang dapat dijadikan landasan dalam menentukan program pengajaran remedial.
Penggunaan tes baku. Tes
baku adalah tes yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Berbagai tes
psikologis, terutama tes inteligensi, umumnya merupakan tes baku yang telah
diuji validitas dan reliabilitas. Tetapi tidak demikian, halnya dengan tes
prestasi belajar yang umumnya buatan guru.
Penggunaan prosedur informar. Meskipunn
tes-tes baku umumnya mampu memberikan informasi yang lebih tepat dan efisien,
penggunaan prosedur informal sering memberikan manfaat yang bermakna. Guru
seharusnya memiliki perasaan bebas untuk melakukan evaluasi dan tidak terlalu
terikat secara kaku oleh tes baku.
Kuantitatif. Keputusan
– keputusan dalam diagnosis kesulitann belajar hendaknya didasarkan pada pola –
pola skor atau dalam bentuk angka. Bila informasi tentang kesulitan belajar
telah dikumpulkan, maka informasi tersebut harus disusun sedemikian rupa
sehingga skor- skor dapat dibandingkan. Hal ini sangat berguna untuk mengetahui
kesenjangan antara potensi dengan prestasi belajar anak saat pengajaran
remedial akan dimulai.
Diagnosis dilakukan secara berkesinambungan. Kadang
– kadang anak gagal mencapai tujuan pengajaran remedial yang telah dikembangkan
berdasarkan hasil diagnosis. Dalam keadaan semacam ini perlu dilakukan
diagnosis ulang untuk landasan penyusunan program pengajaran rmedial yang lebih
efektif dan efisein.
BELAJAR DAN HASIL BELAJAR
Pembahasan tentang kesulitan belajar tidak dapat
dilepaskan kaitannya dengan pembahasan tentang belajar dari hasil belajar.
Tanpa memahami hakikat belajar, tampaknya orang akan sulit untuk memahami
kesulitan belajar. Oleh karena itu pada bagian ini secara berturut-turut akan
dibahas pengertian belajar dan hasil belajar. Pembahasan yang mendalam tentang
topik semacam itu terdapat pada buku – buku teori belajar.
a. Proses belajar
Belajar merupakan suatu proses dari seorang individu
yang berupaya mencapai tujuan belajar atau yang bisa disebut hasil belajar,
yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relative menetap. Menurut L. Bigge
(1983: 11) ada dua kelompok teori
tentang belajar, yaitu kelompok teori belajar sebelum abad ke-20 dan kelompok
belajar abad ke-20. Teori belajar sebelum abad ke-20 terdiri dari tiga macam,
yaitu teori disiplin mental, teori aktualisasi diri, dan teori apersepsi. Teori
disiplin mental terdiri dari dua macam, yaitu teori disiplim mental teistik (
theistic mental discipline) dan teori mental humanistic ( humanistic mental
discipline ). Kelompok teori belajar abad ke-20 terdiri dari dua kelompok pula,
yaitu teori S-R (Stimulus-responses) conditioning dan teori kognitif. Teori
conditioning tanpa ulangg penguatan conditioning through reinforcement).
Kelompok teori kognitif terdiri dari tiga macam pula, yaitu teori insight, goal
insight, dan cognitivefield. Tokoh-tokoh teori disiplin mental teistik ialah
St. Augustine, J. Calvin, C. Wolff, dan J. Edward, sedangkan tokoh-tokoh teori
disiplin mental humanistik ialah Plato dan Aritoteles. Adapun tokoh-tokoh
kontemporer dari teori disiplin mental ialah M.J. Adler. Harry S. Bround, dan
R. M. Hutchuns.
Tokoh-tokoh dari teori aktualisasi ialah J.J
Rousseau, F. Froebel, dan Progressivists. Adapun tokoh-tokoh kontenporernya
ialah P. Goodman, J. Holt, dan Abraham H. Maslow. Ada empat macam hokum
asosiasi, yaitu (1) hukum kedekatan (2) hukum urutan (3) hukum kemiripan (4)
hukum pertentangan . berdasarkan hokum kedekatan anak akan mudah mengingat
kembali dua peristiwa yang disajikan secara serentak jika salah satu dari
peristiwa tersebut diperlihatkan. Hukum urutan menjelaskan bahwa penyajian
materi pelajaran yang berurutan akan mudah proses belajar. Hukum kemiripan
menjelaskan bahwa penyajian suatu materi yang dikaitkan dengan materi lain yang
mirip yang telah dikuasai oleh anak dapat memudahkan proses belajar. Tokoh
teori apersepsi J. F. Herbert ialah E. B Titchener.
Teori S-R bond atau koneksionisme berpandangan bahwa
proses belajar pada manusia hakikatnya mengikuti prinsip yang sama dengan yang
terjadi pada hewan. Tokoh-tokoh pada teori ini ialah E. L Torndike, sedangkan
tokoh kontenporernya ialah A.I Gates dan J. M. Stephens. Ada tiga hukum primer
tentang proses belajar, yaitu (1) hukum kesiapan (2) Hukum latihan (3) Hukum
akibat. Hukum kesiapan menjelaskaan bahwa jika seorang anak telah memiliki
kesiapan untuk melakukan sesuatu dan diberi kesempatan untuk melakukan, maka
anak belum memiliki kesiapan untuk melakukan sesuatu dan diberi melakukan
sesuatu dan disuruh melakukannya. Hukum latihan menjelaskan adanya penguasaan
materi pelajaran yang semakin meningkat oleh adanya latihan atau ulangan. Hukum
akibat menjelaskan bahwa kuat atau lemahnya hubungan rangsang-jawaban
tergantung pada akibat yang diterima oleh anak.
Teori conditioning tanpa ulangann penguatan sering
disebut Classical conditioning memandang belajar sebagai suatu proses
pembentukan refleks bersyarat ( a Proccessof building conditioned reflexes)
melalui penggantian rangsangan yang satu dengan rangsangan yang lain. Tokoh dari teori ini adalah J. B Watson
sedangkan tokoh kontenporernya ialah E.R Guthrie.
Teori conditioning melalui ulangan penguatan sering
disebut teori instrumental conditioning atau operant conditioning. Tokoh teori
ini adalah C. L Hull sedangkan tokoh kontenporernya ialah B. F. Skinner, K. W.
Spence, R. M Gagne, dan A. Bandura Hull mengemukakan sebuah teori belajar yang
dikenal dengan teori drivestimulus reduction reinforcement. Menurut Hull proses
belajar terjadi melalui adaptasi biologis dari suatu organisme terhadap
lingkungannya untuk mempertahankan kelangsungannya hidup. Skinner berpendapat
bahwa perilaku bahwa perilaku diharapkan dengan memberikan ulangan penguatan.
Menurut Gagne, proses belajar hendaknya bertahap, dari yang sederhana
kekompleks, oleh karena itu adanya delapan jenjang kondisi belajar yaitu, (1)
belajar tanda (2) belajar rangsang – jawaban (3) chaining (4) asosiasi verbal
(5) belajar diskriminasi (6) belajar konsep (7) belajar aturan (8) pemacahann
masalah. Inti dari proses belajar menurut Gagne adalah perlunya penguatan
prasyarat yang digunakan sbagai landasan untuk menguasai bentuk perilaku yang
dihadrapkan.
Menurut Bandura seperti dikutip oleh Singgih D.
Gunarsa (1981; 183) anak lebih cepat
belajar melalui suatu pengamatan atau melihat perilaku orang lain. Ada empat
komponen dalam belajar melalui pengamatan, yaitu (1) perhatian (2) Pencaman (3)
reproduksi gerak motorik (4) ulangan penguatan dan motivasi.
Semua proses belajar terjadi dalam dua macam
hubungan, yaitu hubungan material dan hubungan sosial. Hubungan material
ditandai oleh pertemuan anak dengan materi pembelajaran, sedangkan hubungan
sosial ditandai oleh adanya hubungan antar anak dengan guru dan hubungan antar
sesamaanak. Ada empat prinsip yang mendasari proses belajar. (1) dorongan (2)
Isyarat (3) jawaban (4) hadiah. Teori Dollard dan Miller seperti telah
dikemukakan oleh Newman dan Newman termasuk kedalam kelompok teori avoidance
conditioning. Ada lima dorongan primer yaitu ; (1) Rasa lapar (2) rasa dahaga
(3) kelelahan (4) menghindari rasa takut (5) dorongan seksual.
Tokoh-tokoh teori kognitif merupakan Bigge ialah M.
Wertheimer. K. koffka, B. H.Bode, R. H Wheeler, K. Lewin, E. C Tolman, J.
Dewey, G, W Allport, A, Ames, Jr. dan r. May. Ada empat taham kognitif belajar
yaitu. (1) tahap sensori-motorik (0-2) (2) tahap praoperasional(usia 2-7) (3)
tahap konkret-operasional (usia 7-11) (4) tahap formal-operasional (11 tahun
atau lebih).
Menurut bruner, ada tiga tahapan dalam proses
belajar yaitu : (1) enactive (2)iconic (3) symbolic. Tahap enactive adalah
tahap dalam proses belajar yang ditandai oleh manipulasi secara langsung
objek-objek berupa benda atau peristiwa konkret. Tahap iconic ditandai oleh
penggunaan perumpamaan atau tansilan tahap symbolic ditandai oleh penggunaan
symbol dalam proses belajar. Menurut benjimin S. Bloom (1966: 7) ada tiga ranah
(dominan ) hasil belajar, yaitu kognitif, efektif, dan psikomotorik.pengetahuan
terdiri dari empat kategori yaitu (1) pengetahuan tentang fakta (2) pengetahuan
tentang prosedur (3) pengetahuan tentang konsep (4) pengetahuan tentang
prinsip. keterampilan juga terdiri dari empat kategori (1) keterampilan untuk
berpikir atau keterampilan kognitif (2) keterampilan untuk bertindak atau
keterampilan motorik, (3) keterampilan bereaksi atau bersiikap (4) keterampilan
berinteraksi.
Hasil belajar yang dipengaruhi oleh besarnya usaha
yang dicurhkan. Konsekuensi atas hasil belajar itu sendiri tetapi juga oleh
adanya hasil ulangan.
ASESMEN DAN PENYUSUNAN PROGRAM PENDIDIKAN INDIVIDUAL
Sebelumnya telah dibicarakan hakikat diagnostik
kesulitan belajar dan pengajaran remedial. Untuk dapat menegakkan diagnosis
diperlukan asesmen; dan untuk memberikan pelayanan pengajaran remedial
diperlukan suatu program pendidikan individual. Untuk melengkapi keperluan
tersebut maka pada bab ini akan dibicarakan asesmen dan penyusunan program
pendidikan individu
1. HAKIKAT ASESMEN
Asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi
tentang seorang anak yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan
keputusan yang berhubungan dengan anak tersebut (Lerner, 1988: 54).Tujuan utama
dari suatu asesmen adalah untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan program pembelajaran bagi anak
berkesulitan belajar.
Menurut Hargrove dan Poteet (1984: 1), asesmen
merupakan salah satu dari tiga aktivitas evaluasi pendidikan. Ketiga aktivitas
tersebut adalah (1) asesmen, (2) diagnostic, dan (3) preskriptif. Dengan
demikian, asesmen dilakukan untuk menegakkan diagnosis, dan berdasarkan
diagnosis tersebut dibuat preskripsi. Preskripsi tersebut dalam bentuk
aktualnya adalah berupa program pendidikan yang diindividualkan (individualized
education programs). Meskipun asesmen pertama kali dilakukan sebelum kegiatan
pembelajaran, asesmen sesungguhnya berlangsung sepanjang proses pembelajaran.
Menurut Salvia dan Ysseldyke seperti dikutip oleh
Lerner (1988:54), dalam kaitannya dengan upaya penanggulangan kesulitan
belajar, asesmen dilakukan untuk lima keperluan, yaitu (1) penyaringan (screening), (2) pengalihtanganan (referral), (3) klasifikasi (classification), (4) perencanaan
pembelajaran (instructional planning),
dan (5) pemantauan kemajuan belajar anak (monitoring
pupil progress).
Untuk memperoleh informasi asesmen dapat dilakukan
melalui wawancara, observasi, pengukuran informal, dan penggunaan tes baku
formal. Asesmen meiliki kaitan yang erat dengan penyusunan program pendidikan
individual.
2, PROGRAM PENDIDIKAN INDIVIDUAL
Salah
satu bentuk pelayanan Pendidikan Khusus bagi anak berkesulitan belajar adalah
Program Pendidikan yang diindividualkan (Individualized
Education Program) atau Program Pendidikan Individu (PPI). Bentuk pelayanan
ini di Indonesia belum banyak dikenal. Untuk pertama kalinya bentuk pelayanan
ini diperkenalkan dalam lokakarya yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah bekerja sama dengan UNESCO pada tanggal 21-30
Oktober 1992 di Jakarta.
Suatu
PPI umumnya dikembangkan oleh guru Pendidikan Khusus yang bertugas di sekolah
biasa . Sebelum digunakan, PPI terlebih dahulu harus dievaluasi kelayakannya
oleh suatu tim yang disebut TP3I (Tim Penilai Program Pendidikan Individual).
Tim tersebut biasanya beranggotakan: (1) guru pendidikan khusus yang memiliki
keahlian khusus dalam bidang pendidikan bagi anak berkesulitan belajar, (2)
guru reguler (guru kelas atau guru bidang studi), (3) kepala sekolah, (4) orang
tua, (5) ahli yang berkaitan dengan anak (dokter dan psikolog), dan (6) anak
itu sendiri kalau mungkin.
Menurut
The United States Code, P.L. 94-142, seperti dikutip oleh Kitano dan Kirby
(1986: 158), PPI hendaknya memuat lima pernyataan, yaitu: (1) taraf kemampuan
anak saat ini, (2) tujuan umum (goals)
yang akan dicapai dalam satu tahun dan penjabarannya ke dalam tujuan-tujuan
pembelajaran khusus (instructional
objectives), (3) pelayanan khusu yang tersedia bagi anak dan perluasannya
untuk mengikuti program reguler, (4) proyeksi tentang kapan dimulainya kegiatan
dan waktu yang akan dipergunakan untuk memberikan pelayanan, dan (5) prosedur
evaluasi dan criteria keberhasilan atau kegagalan program.
Kegunaan
PPI adalah untuk menjamin bahwa tiap anak berkesulitan belajar memiliki suatu
program yang diindividualkan untuk mempertemukan kebutuhan-kebutuhan khas yang
dimiliki mereka, dan mengomunikasikan program tersebut kepada orang-orang yang berkepentingan dalam bentuk
suatu program secara tertulis. Dengan adanya PPI guru diharapkan akan terdorong
untuk melakukan asesmen tentang karakteristik belajar tiap anak dan melakukan
usaha-usaha untuk mempertemukan dengan kebutuhan-kebutuhan individual mereka.
Suatu tim penyusun dan penilai PPI , diharapkan dapat meningkatkan kerja sama
diantara mereka dan menjadi wahan bagi peningkatan usaha-usaha untuk memberikan
pelayanan pendidikan yang lebih efektif. Program semacam itu juga merupakan
suatu upaya untuk mengadaptasikan kurikulum umum kepada anak secara individual.
Menurut
Kitano dan Kirby (1986: 160) ada lima langkah utama dalam merancang suatu PPI.
Kelima langkah tersebut adalah (1) membentuk Tim PPI atau TP3I; (2) menilai
kebutuhan anak; (3) mengembangkan tujuan jangka panjang (longrange or annual goals) dan tujuan-tujuan jangka pendek (shortterm objectives); (4) merancang
metode dan prosedur pencapaian tujuan ; dan (5) menentukan metode evaluasi
untuk menentukan kemajuan anak.
Membentuk Tim PPI atau TP3I, yang terdiri dari guru khusus, guru
reguler, kepala sekolah, orang tua, diagnostician,
dan spesialis lain (konselor dan speech
therapist), serta kalau mungkin juga anak yang bersangkutan.
Menilai kebutuhan anak. Informasi
untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan anak tersebut meliputi (1) hasil tes
formal yang diperoleh selama proses identifikasi dan seleksi; (2) hasil
penilaian dan observasi informal oleh guru; (3) hasil survey tentang minat dan
kebutuhan anak ; (4) hasil penilaian atau pendapat orang tua melalui daftar cek
atau kuesione; dan (5) informasi dari sumber-sumber lain yang relevan seperti
dari konselor sekolah dan ahli dalam bidang studi atau mata pelajaran tertentu.
Mengembangkan tujuan jangka panjang dan tujuan
jangka pendek. Tujuan jangka panjang (untuk satu
tahun) diturunkan secara langsung dari kurikulum umum sedangkan tujuan jangka
pendek dirumuskan oleh guru
Merancang metode dan prosedur pembelajaran.
Pengalaman belajar yang dicantumkan dalam Garis-garis Besar PPI hendaknya
menjelaskan bagaimana tiap tujuan pembelajaran khusus akan diselesaikan dan
bagaimana mengevaluasikeberhasilan anak mencapai tujuan pembelajaran khusus
tersebut
Menentukan evaluasi kemajuan anak.
Evaluasi kemajuan belajar hendaknya mengukur derajat pencapaian tujuan-tujuan
pembelajaran khusus yang telah diselesaikan.
TINJAUAN DARI ASPEK MEDIS TENTANG KESULITAN BELAJAR
Ilmu kedokteran secara terus-menerus terlibat dalam upaya
penanggulangan kesultan belajar. Karena implikasi petologis dari kesulitan
belajar maka banyak anak yang dikirim ke dokter spesialis anak, neurolog,
psikiater anak, dokter spesialis penyakit mata, spesialis THT, dan dokter
spesialis lain untuk memperoleh diagnosis yang tepat. Dokter-dokter ahli
tersebut dapat menjadi salah satu anggota tim yang sangat penting dalam
pendekatan multidisipliner untuk memecahkan masalah kesulitan belajar. Pada bab
ini secara berturut-turut akan dibahas manfaat informasi medis bagi guru,
terminologi medis tentang kesulitan belajar, peran berbagai cabang ilmu
kedokteran, dan keterlibatan terapi medis dalam penanggulangan kesulitan
belajar.
1. MANFAAT INFORMASI MEDIS BAGI GURU
Ada lima manfaat informasi medis bagi guru dalam upaya memecahkan masalah
kesulitan belajar. Kelima macam manfaat tersebut adalah (1) guru dapat lebih
memahami bahwa belajar merupakan suatu proses neurologis yang terjadi di dalam otak; (2) guru dapat
menyadari bahwa dokter spesialis sering memberikan sumbangan baik dalam asesmen
maupun dalam pemecahan masalah kesulitan belajar; (3) guru bagi anak
berkesulitan belajar sering diharapkan untuk menginterpretasikan laporan medis
tentang murid mereka dan mendiskusikan penemuan-penemuan mereka dengan dokter
dan orang tua; (4) guru dapat lebih memahami bahwa ada beberapa kesulitan
belajar muncul terkait dengan kemajuan ilmu kedokteran; dan (5)
penemuan-penemuan ilmiah yang berusaha membuka misteri tentang otak manusia dan
belajar dapat meningkatkan pemahaman guru tentang kesulitan belajar (Lerner,
1988: 198).
2. TERMINOLOGI MEDIS
Dokter spesialis umumnya lebih menyukai untuk menggunakan
terminologi DMO (disfungsi minimal otak) atau MBD (minimal brain dysfunction). Istilah DMO atau MDB disarankan untuk
pertama kalinya oleh Clements pada tahun 1966 sebagai pengganti dari brain injured; sedangkan Asosiasi
Psikiater Amerika Serikat pada tahun 1980 menyarankan penggunaan terminologi attention deficit disorder (AAD) sebagai
pengganti MBD (Lerner, 1981:51). Attention
deficit disorder (AAD) selanjutnya dibagi menjadi dua tipe, yaitu dengan
dan tanpa hiperaktivitas. Kriteria diagnostik untuk anak yang memiliki gangguan
kekurangan perhatian dengan hiperaktivitas
(attention deficit disorder with
hyperactivity) adalah :
a. Kurang perhatian.
Paling sedikit mencakup tiga karakteristik dari yang tersebut di bawah ini
- Sering gagal menyelesaikan pekerjaan yang sudah dimulai
- Sering tampak seperti tidak mendengarkan
- Mudah bingung; dan
- Kesulitan untuk memusatkan perhatian pada pekerjaan sekolah atau tugas-tugas
b. Impulsif.
Paling sedikit mencakup tiga karakteristik dari yang tersebut di bawah ini :
- Kesulitan untuk mengikuti suatu aktivitas permainan
- Sering bertindak sebelum berpikir
- Mengubah-ubah aktivitas dari yang satu ke yang lain
- Kesulitan untuk mengorganisasikan pekerjaan (bukan karena gangguan kognitif)
- Memerlukan banyak pengawasan
- Sering keluar kelas; dan
- Sulit menunggu giliran dalam permainan atau dalam situasi belajar kelompok
c. Hiperaktivitas.
3. PERANAN BERBAGAI SPESIALIS ILMU KEDOKTERAN DALAM PENANGGULANGAN KESULITAN BELAJAR
Ada berbagai spesialis kedoktoran yang terkait dengan upaya penanggulangan kesulitan belajar.Berbagai spesialis ilmu kedoktoran tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pediatric
Pedeatri adalah ilmu kedoktoran yang
berhubungan dengan kesehatan anak. Dokter spesialis anak juga memiliki posisi yang penting untuk secara aktif mengembangkan komonikasi yang baik antara dunia medis dengan dunia pendidikan. Orang tua mungkin banyak melaporkan kepada dokter tentang anaknya yang terus menerus bergerak, atau tidak dapat memperhitungkan akibat prilakunya.
Banyak dokter spesialis anak yang menyadari peran mereka sebagai orang yang
bertanggungjawab terhadap kesehatan fisik dan mental anak. Dokter spesialis anak biasanya menjadi salah seorang anggota tim diagnosis tentang kesulitan belajar. Dokter spesialis anak umumnya juga berperan untuk mengerimkan anak kepada ahli yang relepan jika kelompok gejala kesulitan belajar tampak pada anak. Tugas kompleks dari seorang dokter spesialis anak dalam penanggulangan kesulitan belajar menurut Lerner (1981:54)
mencakup:
- Mendiaknosis dan mengobati gangguan fisik dan psikis yang mungkin dapat menimbulkan gangguan belajar pada anak,misalnya gangguan pendengaran, nutrisi yang rendah, atau gangguan endokrinologis dan metabolik
- Menginterpretasikan sifat temuan-temuan medis dan kebermaknaan pengaruhnya terhadap belajar kepada orang tua, guru, dan professional lain yang bekerja dengan anak
- Menunjang dan mendorong keluarga untuk memperoleh evaluasi dan prosedur pendidikan khusus jika diperlukan
- Memberikan terapi medis untuk semua masalah kecatatan dan emosional
- Menyediakan pemeliharaan kesehatan yang berkesinambungan bagi keluarga dan anak agar memperoleh kemajuan; dan
- Memanfaatkan program-program yang tersedia untuk intervensi preventif terjadinya kesulitan belajar pada anak.
b. Neorologi
Jika kesulitan belajar diduga disebabkan oleh adanya gangguan neorologis maka anak perlu dikirim keseorang dokter spesialis saraf atau neorolog untuk memperoleh informasi tentang perkembangan fungsi saraf pusatnya.
Guru
yang mengajar anak kesulitan belajar hendaknya memiliki pengetahuan dasar tentang fsiologi dan fungsi otak serta sestem saraf agar dapat memberikan bantuan yang tepat. Meskipun ada kesulitan untuk menguji kebenaran adanya disfungsi otak pada anak berkesulitan belajar tetapi guru perlu memiliki pengetahuan dasar tentang fungsi saraf dalam kaitannya dengan proses belajar dan berbahasa.
Fungsi bahasa berada dalam belahan satu otak.Sebagian besar dari individu yang righ-handed daerah bicara terdapat pada belahan otakkiri; sedangkan
yang individu yang left-handed lokasi bicaranya tampak hamper sama disetiap belahan otak kanan maupun kiri.
Hasil penelitian menunjukan bahwa belahan otak kiri memperlihatkan reaksi pada penggunaan aktivitas yang
berkaitan dengan bahas;belahan kanan berkaitan dengan rangsangan nonverbal, meliputi persepsi keruangan, oreintasi arah, urutan waktu, dan kesadaran tubuh.
Kedua belahan otak tidak berfungsi secara sendiri-sendiri, tetapi berfungsi secara
terentegerasi.Itulah sebabnya pengembangan fungsi-fungsi otak secara optimal jadi perhatian utama dari pendidikkan intergratif.
c. Optalmologi
Optalmologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang
berkaitan dengan kesehatan penglihatan. Dokter spesialis mata umumnya dikunjungi oleh orang tua dari anak yang memiliki kesulitan belajar membaca. Mengingat penglihatan merupakan factor yang
berpengaruh terhadap kemampuan membaca,maka pemeriksaan sering dilakukan bagi anak yang memiliki kesulitan membaca.
d. Otologi
Ilmu kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan pendengaran adalah otologi: dan dokter spesialis pendengaran disebut otolog. Spesialis nonmedis yang berkaitan dengan aspek-aspek pendengaran disebut audiolog. Audiolog menjangkau sejumlah fungsi yang meliputi pengujian dan pengukuran pendengaran ,diaknosis.
Dan rehabilitas cacat pendengaran,studi ilmiah tentang proses
mendengar dan memperluas,pengetahuan tentang proses
mendengar.
e. Psikiatri
Psikiatri adalah cabang ilmu kedokteran yang
berkaitan dengan kesehatan mental. Doker spesialis dibidang psikiatri disebut psikiater. Psikiater sering berhubungan dengan orang tua atau keluarga anak berkesulitan belajar. Dismping itu, psikiater juga sering harus mengkoordinasikan usaha-usaha mereka dengan usaha-usaha pendidikan yang dilakukan di sekolah.
4. KETERLIBATAN TERAPI MEDIS DALAM PENANGGULANGAN KESULITAN BELAJAR
Berbagai jenis medis telah dilakukan untuk menanggulangi kesulitan belajar. Di antara berbagai jenis terapi tersebut adalah terapiobat-obatan dan biokimia seperti bahan makanan,pemberian
vitamin, dan terapi alergi jenis terapi yang lain adalah dengan menggunakan modifikasi prilaku :
a. Terapi obat
Banyak anak berkesulitan belajar yang diberi obat untuk mengendalikan mereka. Meskipun terapi terapi obat merupakan masalah medis, guru memegang peran penting dalam meningkatkan efektifitas penyembuhan.
b. Diet
Ada beberapa teori diet mengenai penyebab atau penyembuhan heveraktifitas dan kesulitan belajar antara lain:
- bahan tambahan makanan
- hepolisimia
- mega vitamins
Teori yang berkaitan dengan diet yang lain
dari penyebab kesulitan belajar menyebutkan bahwa anak-anak berkesulitan belajar memiliki hepolismia, yaitu suatu kondisi yang
menyebabkan kekurangan kadar gula dara.
c. Terapi alergi
Alergi dapat membantu memecahkan masalah kesulitan belajar
d. Modifikasi prilaku
Modifikasi prilaku adalah suatu bentuk teknik penyembuhan yang
bertolak dari pendekatan behavioral
yang menerapkan prinsip-prinsip
operant conditioning.
Terima Kasih atas kunjungan anda,
jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar atas postingan ini...
Post a Comment