Tinjauan Teoretik Tentang Anak Berkesulitan Belajar

Tinjauan Teoretik Tentang Anak Berkesulitan Belajar

TINJAUAN TEORETIK TENTANG ANAK BERKESULITAN BELAJAR

Dalam kelas yang siswanya memiliki kemampuan heterogen misalnya, mungkin guru akan menciptakan interaksi belajar yang kompotitif karena ia beranggapan bahwa kompetisi dalam meningkatkan motivasi yang pada gilirannya juga meningkatkan prestasi belajar anak. Guru tersebut juga beranggapan bahwa kompetisi antar individu yang memiliki kekuatan tidak seimbang dapat menimbulkan ketidak berdayaan yang dipelajari ( learned helpless – ness ) bagi yang lemah dan menimbulkan kebosanan bagi yang terlalu kuat. Jika anak berkesulitan belajar berada dalam kelas dengan suasana belajar kompetitif semacam itu maka dapat diramalkan bahwa mereka akan menjadi anak yang putus asa. Oleh karena itu, penanganan anak berkesulitan belajar memerlukan pemahaman tentang:
  1. Peran teori dalam penanganaan anak berkesulitann belajar
  2. Proses diagnosis
  3. Hubungan antar pendidikan bagi anak berkesulitan belajar dengan pendidikan pada umumnya
  4. Berbagi teori tentang proses dan hasil belajar

PERANAN TEORI DALAM PENENANGAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR

Tujuan ilmu adalah untuk membentuk teori. Begitu pula dengan ilmu yang mengkaji penanganan anak berkesulitan belajar, bertujuan untuk membentuk teori – teori yang dapat di gunakan sebagai landasan yang dapat di andalkan untuk memecahkan masalah – masalah pendidikan anak berkesulitan belajar.

Teori adalah sekumpulan bangunan pengertian atau konsep, definisi, dan dalil yang saling terkait, yang memungkinkan terbentuknya suatu gambaran yang sistematik tentang fenomena dengan menjelaskan hubungan antarberbagai variable, dengan tujuan menjelaskan dan meramalkan fenomena tersebut.

Menurut Ary, Jacobs, dan Rezaviech (1972: 14) teori ilmiah merupakan penjelasan sementara tentang fenomena. Melalui teori ilmiah kita dapat memberikan penjelasan, peramalan, dan pengendalian tentang suatu fenomena.

Menurut Jujun S. Suriasumantri (1984: 94), ilmu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok ilmu murni dan kelompok ilmu terapan. Berbeda dari ilmu terapan yang diarahkan langsung untuk memecahkan masalah kehidupan sehari- hari, ilmu murni umumnya belum dapat digunkan untuk memecahkan maslah seperti itu. Meskipun demikian, jika ilmu terapan gagal memecahkan suatu masalah yang di hadapi, maka ilmu terapan tersebut akan melihat kembali landasan ilmu murninya. Ini tidak berarti ilmu terapan bukan ilmu yang otonom atau ilmu yang berdiri sendiri, karena baik ilmu terapan atau ilmu murni memiliki objek materinya sama. Menurut Jujun S. Suriasumantri, ilmu pendidikan merupakan ilmu terapan yang mengaplikasikan tiga ilmu sosial murni psikolog, sosiologi, dan antropologi

Pendidikan bagi anak yang berkesulitan belajar merupakan bagian dari ilmu pendidikan khusus atau sering disebut juga ortopedagogik.  Ilmu pendidikan khusus atau ortopedagogik adalah cabang dari ilmu pendidikan atau pedagogic.

DIAGNOSA KESULITAN BELAJAR

Penanganan anak berkebutuhan khusus dalam bentuk pemberian program remedial bertolak dari konsep belajar tuntas ( Mastery learning ), yang ditandai oleh system pembelajaran dengan menggunakan modul. Dalam kehidupan sehari – hari ada anak yang meskipun telah diberi pelajaran remedial oleh guru, mereka tetap memperoleh prestasi belajaar yang tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan mungkin ada anak yang penguasaan persyaratannya masih terlalu rendah untuk mengikuti pembelajaran yang disajikan sehingga guru perlu memperbaiki penguasaan prasyarat tersebut.

Menurut Samuel A. Kirk (1986:  265) prosedur diagnosis mencakup lima langkah :
  1. Menentukan potensi atau kapasitas anak.
  2. Menentukan taraf kemampuan dalam suatu bidang studi yang memerlukan pengajaran remedial.
  3. Menentukan gejala kegagalan dalam suatu bidang studi.
  4. Menganalisis factor – factor yang berkait.
  5. Menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial
Dalam konteks anak belajar di sekolah, disamakan mengikuti pedoman tujuh langkah yaitu :
  1. Identifikasi
  2. Menentukan prioritas
  3. Menentukan potensi
  4. Menentukan taraf kemampuan dalam bidang yang perlu diremediasi
  5. Menentukan gejala kesulitan.
  6. Menganalisis factor – factor yang terkait.
  7. Menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial.

a. Prosedur Diagnosis

Seperti di kemukakan bahwa ad tujuh prosedur yang hendaknya dilalui dalam menegakkan diagnosis, yaitu identifikasi, menentukan potensi anak, menentukan taraf kemampuan, menentukan gejala kesulitan, menganalisis factor – factor yang terkait, dan menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial.

Identifikasi sekolah yang ingin menyelenggarakan program pengajaran remedial yang sistematis yang hendaknya melakukan identifikasi untuk menentukan anak – anak yang memerlukan atau berpotensi memerlukan pelayanan pengajaran remedial. Pelaksanaan identifikasi dapat dilakukan dengan memperhatikan laporan guru kelas atau sekolah sebelumnya, hasil tes inteligensi yang dilakukan secara missal atau individual, atau melalui instrumen informal, misalnya dalam bentuk lembar observasi guru atau orang tua.

Menentukan prioritas tidak semua anak yang oleh sekolah dinyatakan sebagai berkesulitan belajar memerlukan pelayanan khusus oleh guru remedial, lebih – lebih jika jumlah guru remedial masih sangat terbatas. Maka dari itu sekolah harus menentukan prioritas anak mana yang diperkirakan dapat dinberi pelayanan pengajaran remedial oleh guru kelas atau guru bombing studi, dan anak mana yang perlu di layani oleh guru khusus. Anak – anak berkesulitan belajar yang tergolong berat mungkin perlu memperoleh prioritas utama untuk memperoleh pelayanan pengajaran remedial yang sistematis dari guru khusus remedial.

Menentukan potensi. Potensi anak biasanya didasari oleh skor tes inteligensi. Oleh karena itu, setelah identifikasi anak berkesulitan belajar dilakukan, maka untuk menentukan potensi anak diperlukan tes inteligensi. Tes inteligensi yang paling banyak dilakukan adalah WISCR ( Wechsler Intelligence Scale for Children-Revised ) ( Anastasi, 1982: 251 ). Jika hasil tes inteligensi menunjukkan bahwa anak memiliki skor IQ 71 hingga 89, maka anak semacam itu tergolong lamban belajar, yang mungkin secara terus-menerus memerlukan bantuan agar dapat mengikuti program pendidikan yag didasarkan atas criteria normal. Yang dapat digolongkan anak kesulitan dalam belajar ialah yang memiliki IQ rata-rata atau lebih, yaitu paling rendah skor IQ 90.

Menentukan penguasaan bidang studi yang perlu diremediasi. Salah satu karakteristik anak berkesulitan belajar adalah prestasi belajar yang jauh dibawah kapasitas inteligensinya. Oleh karena itu, guru remedial perlu memiliki data tentang prestasi belajar anak dan membandingkan prestasi anak menyimpang jauh dibawah kapasitas inteligensinya maka dapat dikelompokkan sebagai anak berkesulitan belajar; sedangkan kalau prestasinya seimbang dengan kapasitas inteligensinya maka tidak dapat dikelompokkan sebagai anak berkesulitan belajar.

Menentukan gejala kesulitan. Pada langkah ini guru remedial perlu melakukan observasi dan analisis cara anak belajar. Cara anak mempelajari suatu bidang studi sering dapat diberikan informasi dignostik tentang sumber penyebab yang orisinal dari suatu kesulitan. Kesulitan dengan menyebutkan huruf “b” dengan “d” misalnya, sering merupakan petunjuk bagi anak memiliki gangguan persepsi visual.
Analisis berbagai factor yang terkait. Pada langkah ini guru remedial melakukan analisis terhadap hasil – hasil pemeriksaan ahli-ahli lain seperti psikologi, dokter, konselor dan pekerja sosial. Berdasarkan analisis terhadap hasil pemeriksaan berbagai bidang keahlian dan mengaitkan dengan hasil observasi yang dilakukan sendiri, guru remedial dapat menegakkan suatu diagnosis yang diharapkan dapat digunakan dalam landasan menentukan strategi belajar yang efektif dan efisien.

Menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial. Berdasarkan hasil diagnosis yang secara cermat ditegakkan, guru remedial dapat menyusun suatu rekomendasi penyelenggaraan program pengajaran remedial bagi seorang anak berkesulitan belajar. Rekomendasi tersebut mungkin dapat dalam bentuk suatu program pendidikan yang diindividualkan (individualized education programs), yang dilaksanakannya perlu evaluasi lebih dahulu oleh suatu tim yang disebut tim penilai Program Pendidikan Individual (TP3I) (Kitano dan Kirby, 1986: 150)

b.Prinsip Diagnosis

Ada beberapa prinsip diagnosis yang perlu diperhatikan oleh guru bagi anak berkesulitan belajar. Prinsip-prinsip tersebut adalah
  1. Terarah pada perumusan metode perbaikannya
  2. Efisien
  3. Menggunakan catatan kumulatif
  4. Memperhatikan berbagai informasi yang terkait
  5. Valid dan reliable
  6. Penggunaan tes baku ( kalau mungkin )
  7. Penggunaan prosedur informal
  8. Kuantitatif
  9. Berkesinambungan
Terarah pada perumusan metode perbaikannya. Diagnosis sebaiknya mengumpulkan berbagai informasi yang bermanfaat untuk menyusun suatu program perbaikan atau program pengajaran remedial. Ada dua tipe diagnosis, diagnosis etiologis (etiological diagnosis) dan diagnosis terapetik (therapeutic diagnosis). Diagnosis etiologis merupakan diagnosis yang bertujuan untuk mengetahuai sumber penyebab orisinal dari kesulitan belajar. Diagnosis ini umumnya kurang bermanfaat untuk merumuskan program remedial.

Diagnosis harus efisien. Diagnosis kesulitan belajar sering berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal semacam ini dapat menjemukkan, sehingga dapat berpengaruh buruk terhadap motivasi belajar anak. Diagnosis umum ini bermanfaat untuk menyesuaikan program pembelajaran kelompok – kelompok anak secara umum. Diagnosis umum juga dapat memberikan informasi yang berguna untuk menyesuaikan program pembelajaran yang didasarkan atas individualitas anak dan dapat pula untuk membantu menemukan anak yang memerlukan analisis lebih rinci tentang kesulitan belajar mereka.

Penggunaan catatan kumulatif. Catatan kumulatif ( cumulative records ) disebut sepanjang tahun kehidupan anak disekolah. Catatan semacam itu dapat memberikan informasi yang sangat berharga dalam pengajaran remedial. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai landasan untuk menentukan pengelompokan yang sesuai dengan tingkat kesulitan belajar anak.

Valid dan reliable. Dalam melakukan diagnosis hendaknya dilakukan instrument yang dapat mengukur apa yang harusnya diukur (valid) dan instrument tersebut hendaknya juga yang dapat diandalkan (reliable). Informasi yang dikumpulkan hendaknya hanya yang tepat, yang dapat dijadikan landasan dalam menentukan program pengajaran remedial.

Penggunaan tes baku. Tes baku adalah tes yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Berbagai tes psikologis, terutama tes inteligensi, umumnya merupakan tes baku yang telah diuji validitas dan reliabilitas. Tetapi tidak demikian, halnya dengan tes prestasi belajar yang umumnya buatan guru.

Penggunaan prosedur informar. Meskipunn tes-tes baku umumnya mampu memberikan informasi yang lebih tepat dan efisien, penggunaan prosedur informal sering memberikan manfaat yang bermakna. Guru seharusnya memiliki perasaan bebas untuk melakukan evaluasi dan tidak terlalu terikat secara kaku oleh tes baku.

Kuantitatif. Keputusan – keputusan dalam diagnosis kesulitann belajar hendaknya didasarkan pada pola – pola skor atau dalam bentuk angka. Bila informasi tentang kesulitan belajar telah dikumpulkan, maka informasi tersebut harus disusun sedemikian rupa sehingga skor- skor dapat dibandingkan. Hal ini sangat berguna untuk mengetahui kesenjangan antara potensi dengan prestasi belajar anak saat pengajaran remedial akan dimulai.

Diagnosis dilakukan secara berkesinambungan. Kadang – kadang anak gagal mencapai tujuan pengajaran remedial yang telah dikembangkan berdasarkan hasil diagnosis. Dalam keadaan semacam ini perlu dilakukan diagnosis ulang untuk landasan penyusunan program pengajaran rmedial yang lebih efektif dan efisein.

BELAJAR DAN HASIL BELAJAR

Pembahasan tentang kesulitan belajar tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan pembahasan tentang belajar dari hasil belajar. Tanpa memahami hakikat belajar, tampaknya orang akan sulit untuk memahami kesulitan belajar. Oleh karena itu pada bagian ini secara berturut-turut akan dibahas pengertian belajar dan hasil belajar. Pembahasan yang mendalam tentang topik semacam itu terdapat pada buku – buku teori belajar.

a. Proses belajar

Belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau yang bisa disebut hasil belajar, yaitu suatu bentuk perubahan perilaku yang relative menetap. Menurut L. Bigge (1983:  11) ada dua kelompok teori tentang belajar, yaitu kelompok teori belajar sebelum abad ke-20 dan kelompok belajar abad ke-20. Teori belajar sebelum abad ke-20 terdiri dari tiga macam, yaitu teori disiplin mental, teori aktualisasi diri, dan teori apersepsi. Teori disiplin mental terdiri dari dua macam, yaitu teori disiplim mental teistik ( theistic mental discipline) dan teori mental humanistic ( humanistic mental discipline ). Kelompok teori belajar abad ke-20 terdiri dari dua kelompok pula, yaitu teori S-R (Stimulus-responses) conditioning dan teori kognitif. Teori conditioning tanpa ulangg penguatan conditioning through reinforcement). Kelompok teori kognitif terdiri dari tiga macam pula, yaitu teori insight, goal insight, dan cognitivefield. Tokoh-tokoh teori disiplin mental teistik ialah St. Augustine, J. Calvin, C. Wolff, dan J. Edward, sedangkan tokoh-tokoh teori disiplin mental humanistik ialah Plato dan Aritoteles. Adapun tokoh-tokoh kontemporer dari teori disiplin mental ialah M.J. Adler. Harry S. Bround, dan R. M. Hutchuns.

Tokoh-tokoh dari teori aktualisasi ialah J.J Rousseau, F. Froebel, dan Progressivists. Adapun tokoh-tokoh kontenporernya ialah P. Goodman, J. Holt, dan Abraham H. Maslow. Ada empat macam hokum asosiasi, yaitu (1) hukum kedekatan (2) hukum urutan (3) hukum kemiripan (4) hukum pertentangan . berdasarkan hokum kedekatan anak akan mudah mengingat kembali dua peristiwa yang disajikan secara serentak jika salah satu dari peristiwa tersebut diperlihatkan. Hukum urutan menjelaskan bahwa penyajian materi pelajaran yang berurutan akan mudah proses belajar. Hukum kemiripan menjelaskan bahwa penyajian suatu materi yang dikaitkan dengan materi lain yang mirip yang telah dikuasai oleh anak dapat memudahkan proses belajar. Tokoh teori apersepsi J. F. Herbert ialah E. B Titchener.

Teori S-R bond atau koneksionisme berpandangan bahwa proses belajar pada manusia hakikatnya mengikuti prinsip yang sama dengan yang terjadi pada hewan. Tokoh-tokoh pada teori ini ialah E. L Torndike, sedangkan tokoh kontenporernya ialah A.I Gates dan J. M. Stephens. Ada tiga hukum primer tentang proses belajar, yaitu (1) hukum kesiapan (2) Hukum latihan (3) Hukum akibat. Hukum kesiapan menjelaskaan bahwa jika seorang anak telah memiliki kesiapan untuk melakukan sesuatu dan diberi kesempatan untuk melakukan, maka anak belum memiliki kesiapan untuk melakukan sesuatu dan diberi melakukan sesuatu dan disuruh melakukannya. Hukum latihan menjelaskan adanya penguasaan materi pelajaran yang semakin meningkat oleh adanya latihan atau ulangan. Hukum akibat menjelaskan bahwa kuat atau lemahnya hubungan rangsang-jawaban tergantung pada akibat yang diterima oleh anak.

Teori conditioning tanpa ulangann penguatan sering disebut Classical conditioning memandang belajar sebagai suatu proses pembentukan refleks bersyarat ( a Proccessof building conditioned reflexes) melalui penggantian rangsangan yang satu dengan rangsangan yang lain.  Tokoh dari teori ini adalah J. B Watson sedangkan tokoh kontenporernya ialah E.R Guthrie.

Teori conditioning melalui ulangan penguatan sering disebut teori instrumental conditioning atau operant conditioning. Tokoh teori ini adalah C. L Hull sedangkan tokoh kontenporernya ialah B. F. Skinner, K. W. Spence, R. M Gagne, dan A. Bandura Hull mengemukakan sebuah teori belajar yang dikenal dengan teori drivestimulus reduction reinforcement. Menurut Hull proses belajar terjadi melalui adaptasi biologis dari suatu organisme terhadap lingkungannya untuk mempertahankan kelangsungannya hidup. Skinner berpendapat bahwa perilaku bahwa perilaku diharapkan dengan memberikan ulangan penguatan. Menurut Gagne, proses belajar hendaknya bertahap, dari yang sederhana kekompleks, oleh karena itu adanya delapan jenjang kondisi belajar yaitu, (1) belajar tanda (2) belajar rangsang – jawaban (3) chaining (4) asosiasi verbal (5) belajar diskriminasi (6) belajar konsep (7) belajar aturan (8) pemacahann masalah. Inti dari proses belajar menurut Gagne adalah perlunya penguatan prasyarat yang digunakan sbagai landasan untuk menguasai bentuk perilaku yang dihadrapkan.

Menurut Bandura seperti dikutip oleh Singgih D. Gunarsa (1981;  183) anak lebih cepat belajar melalui suatu pengamatan atau melihat perilaku orang lain. Ada empat komponen dalam belajar melalui pengamatan, yaitu (1) perhatian (2) Pencaman (3) reproduksi gerak motorik (4) ulangan penguatan dan motivasi.

Semua proses belajar terjadi dalam dua macam hubungan, yaitu hubungan material dan hubungan sosial. Hubungan material ditandai oleh pertemuan anak dengan materi pembelajaran, sedangkan hubungan sosial ditandai oleh adanya hubungan antar anak dengan guru dan hubungan antar sesamaanak. Ada empat prinsip yang mendasari proses belajar. (1) dorongan (2) Isyarat (3) jawaban (4) hadiah. Teori Dollard dan Miller seperti telah dikemukakan oleh Newman dan Newman termasuk kedalam kelompok teori avoidance conditioning. Ada lima dorongan primer yaitu ; (1) Rasa lapar (2) rasa dahaga (3) kelelahan (4) menghindari rasa takut (5) dorongan seksual.

Tokoh-tokoh teori kognitif merupakan Bigge ialah M. Wertheimer. K. koffka, B. H.Bode, R. H Wheeler, K. Lewin, E. C Tolman, J. Dewey, G, W Allport, A, Ames, Jr. dan r. May. Ada empat taham kognitif belajar yaitu. (1) tahap sensori-motorik (0-2) (2) tahap praoperasional(usia 2-7) (3) tahap konkret-operasional (usia 7-11) (4) tahap formal-operasional (11 tahun atau lebih).

Menurut bruner, ada tiga tahapan dalam proses belajar yaitu : (1) enactive (2)iconic (3) symbolic. Tahap enactive adalah tahap dalam proses belajar yang ditandai oleh manipulasi secara langsung objek-objek berupa benda atau peristiwa konkret. Tahap iconic ditandai oleh penggunaan perumpamaan atau tansilan tahap symbolic ditandai oleh penggunaan symbol dalam proses belajar. Menurut benjimin S. Bloom (1966: 7) ada tiga ranah (dominan ) hasil belajar, yaitu kognitif, efektif, dan psikomotorik.pengetahuan terdiri dari empat kategori yaitu (1) pengetahuan tentang fakta (2) pengetahuan tentang prosedur (3) pengetahuan tentang konsep (4) pengetahuan tentang prinsip. keterampilan juga terdiri dari empat kategori (1) keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif (2) keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik, (3) keterampilan bereaksi atau bersiikap (4) keterampilan berinteraksi.

Hasil belajar yang dipengaruhi oleh besarnya usaha yang dicurhkan. Konsekuensi atas hasil belajar itu sendiri tetapi juga oleh adanya hasil ulangan.

ASESMEN DAN PENYUSUNAN PROGRAM PENDIDIKAN INDIVIDUAL

Sebelumnya telah dibicarakan hakikat diagnostik kesulitan belajar dan pengajaran remedial. Untuk dapat menegakkan diagnosis diperlukan asesmen; dan untuk memberikan pelayanan pengajaran remedial diperlukan suatu program pendidikan individual. Untuk melengkapi keperluan tersebut maka pada bab ini akan dibicarakan asesmen dan penyusunan program pendidikan individu

1. HAKIKAT ASESMEN

Asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang anak yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan anak tersebut (Lerner, 1988: 54).Tujuan utama dari suatu asesmen adalah untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan program pembelajaran bagi anak berkesulitan belajar.

Menurut Hargrove dan Poteet (1984: 1), asesmen merupakan salah satu dari tiga aktivitas evaluasi pendidikan. Ketiga aktivitas tersebut adalah (1) asesmen, (2) diagnostic, dan (3) preskriptif. Dengan demikian, asesmen dilakukan untuk menegakkan diagnosis, dan berdasarkan diagnosis tersebut dibuat preskripsi. Preskripsi tersebut dalam bentuk aktualnya adalah berupa program pendidikan yang diindividualkan (individualized education programs). Meskipun asesmen pertama kali dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran, asesmen sesungguhnya berlangsung sepanjang proses pembelajaran.

Menurut Salvia dan Ysseldyke seperti dikutip oleh Lerner (1988:54), dalam kaitannya dengan upaya penanggulangan kesulitan belajar, asesmen dilakukan untuk lima keperluan, yaitu (1) penyaringan (screening), (2) pengalihtanganan (referral), (3) klasifikasi (classification), (4) perencanaan pembelajaran (instructional planning), dan (5) pemantauan kemajuan belajar anak (monitoring pupil progress).

Untuk memperoleh informasi asesmen dapat dilakukan melalui wawancara, observasi, pengukuran informal, dan penggunaan tes baku formal. Asesmen meiliki kaitan yang erat dengan penyusunan program pendidikan individual.

2, PROGRAM PENDIDIKAN INDIVIDUAL

Salah satu bentuk pelayanan Pendidikan Khusus bagi anak berkesulitan belajar adalah Program Pendidikan yang diindividualkan (Individualized Education Program) atau Program Pendidikan Individu (PPI). Bentuk pelayanan ini di Indonesia belum banyak dikenal. Untuk pertama kalinya bentuk pelayanan ini diperkenalkan dalam lokakarya yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah bekerja sama dengan UNESCO pada tanggal 21-30 Oktober 1992 di Jakarta.

Suatu PPI umumnya dikembangkan oleh guru Pendidikan Khusus yang bertugas di sekolah biasa . Sebelum digunakan, PPI terlebih dahulu harus dievaluasi kelayakannya oleh suatu tim yang disebut TP3I (Tim Penilai Program Pendidikan Individual). Tim tersebut biasanya beranggotakan: (1) guru pendidikan khusus yang memiliki keahlian khusus dalam bidang pendidikan bagi anak berkesulitan belajar, (2) guru reguler (guru kelas atau guru bidang studi), (3) kepala sekolah, (4) orang tua, (5) ahli yang berkaitan dengan anak (dokter dan psikolog), dan (6) anak itu sendiri kalau mungkin.

Menurut The United States Code, P.L. 94-142, seperti dikutip oleh Kitano dan Kirby (1986: 158), PPI hendaknya memuat lima pernyataan, yaitu: (1) taraf kemampuan anak saat ini, (2) tujuan umum (goals) yang akan dicapai dalam satu tahun dan penjabarannya ke dalam tujuan-tujuan pembelajaran khusus (instructional objectives), (3) pelayanan khusu yang tersedia bagi anak dan perluasannya untuk mengikuti program reguler, (4) proyeksi tentang kapan dimulainya kegiatan dan waktu yang akan dipergunakan untuk memberikan pelayanan, dan (5) prosedur evaluasi dan criteria keberhasilan atau kegagalan program.

Kegunaan PPI adalah untuk menjamin bahwa tiap anak berkesulitan belajar memiliki suatu program yang diindividualkan untuk mempertemukan kebutuhan-kebutuhan khas yang dimiliki mereka, dan mengomunikasikan program tersebut kepada  orang-orang yang berkepentingan dalam bentuk suatu program secara tertulis. Dengan adanya PPI guru diharapkan akan terdorong untuk melakukan asesmen tentang karakteristik belajar tiap anak dan melakukan usaha-usaha untuk mempertemukan dengan kebutuhan-kebutuhan individual mereka. Suatu tim penyusun dan penilai PPI , diharapkan dapat meningkatkan kerja sama diantara mereka dan menjadi wahan bagi peningkatan usaha-usaha untuk memberikan pelayanan pendidikan yang lebih efektif. Program semacam itu juga merupakan suatu upaya untuk mengadaptasikan kurikulum umum kepada anak secara individual.

Menurut Kitano dan Kirby (1986: 160) ada lima langkah utama dalam merancang suatu PPI. Kelima langkah tersebut adalah (1) membentuk Tim PPI atau TP3I; (2) menilai kebutuhan anak; (3) mengembangkan tujuan jangka panjang (longrange or annual goals) dan tujuan-tujuan jangka pendek (shortterm objectives); (4) merancang metode dan prosedur pencapaian tujuan ; dan (5) menentukan metode evaluasi untuk menentukan kemajuan anak.

Membentuk Tim PPI atau TP3I, yang terdiri dari guru khusus, guru reguler, kepala sekolah, orang tua, diagnostician, dan spesialis lain (konselor dan speech therapist), serta kalau mungkin juga anak yang bersangkutan.

Menilai kebutuhan anak. Informasi untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan anak tersebut meliputi (1) hasil tes formal yang diperoleh selama proses identifikasi dan seleksi; (2) hasil penilaian dan observasi informal oleh guru; (3) hasil survey tentang minat dan kebutuhan anak ; (4) hasil penilaian atau pendapat orang tua melalui daftar cek atau kuesione; dan (5) informasi dari sumber-sumber lain yang relevan seperti dari konselor sekolah dan ahli dalam bidang studi atau mata pelajaran tertentu.

Mengembangkan tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang (untuk satu tahun) diturunkan secara langsung dari kurikulum umum sedangkan tujuan jangka pendek dirumuskan oleh guru

Merancang metode dan prosedur pembelajaran. Pengalaman belajar yang dicantumkan dalam Garis-garis Besar PPI hendaknya menjelaskan bagaimana tiap tujuan pembelajaran khusus akan diselesaikan dan bagaimana mengevaluasikeberhasilan anak mencapai tujuan pembelajaran khusus tersebut

Menentukan evaluasi kemajuan anak. Evaluasi kemajuan belajar hendaknya mengukur derajat pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran khusus yang telah diselesaikan.

TINJAUAN DARI ASPEK MEDIS TENTANG KESULITAN BELAJAR

Ilmu kedokteran secara terus-menerus terlibat dalam upaya penanggulangan kesultan belajar. Karena implikasi petologis dari kesulitan belajar maka banyak anak yang dikirim ke dokter spesialis anak, neurolog, psikiater anak, dokter spesialis penyakit mata, spesialis THT, dan dokter spesialis lain untuk memperoleh diagnosis yang tepat. Dokter-dokter ahli tersebut dapat menjadi salah satu anggota tim yang sangat penting dalam pendekatan multidisipliner untuk memecahkan masalah kesulitan belajar. Pada bab ini secara berturut-turut akan dibahas manfaat informasi medis bagi guru, terminologi medis tentang kesulitan belajar, peran berbagai cabang ilmu kedokteran, dan keterlibatan terapi medis dalam penanggulangan kesulitan belajar.

1. MANFAAT INFORMASI MEDIS BAGI GURU

Ada lima manfaat informasi medis bagi guru dalam upaya memecahkan masalah kesulitan belajar. Kelima macam manfaat tersebut adalah (1) guru dapat lebih memahami bahwa belajar merupakan suatu proses neurologis  yang terjadi di dalam otak; (2) guru dapat menyadari bahwa dokter spesialis sering memberikan sumbangan baik dalam asesmen maupun dalam pemecahan masalah kesulitan belajar; (3) guru bagi anak berkesulitan belajar sering diharapkan untuk menginterpretasikan laporan medis tentang murid mereka dan mendiskusikan penemuan-penemuan mereka dengan dokter dan orang tua; (4) guru dapat lebih memahami bahwa ada beberapa kesulitan belajar muncul terkait dengan kemajuan ilmu kedokteran; dan (5) penemuan-penemuan ilmiah yang berusaha membuka misteri tentang otak manusia dan belajar dapat meningkatkan pemahaman guru tentang kesulitan belajar (Lerner, 1988: 198).

2. TERMINOLOGI MEDIS

Dokter spesialis umumnya lebih menyukai untuk menggunakan terminologi DMO (disfungsi minimal otak) atau MBD (minimal brain dysfunction). Istilah DMO atau MDB disarankan untuk pertama kalinya oleh Clements pada tahun 1966 sebagai pengganti dari brain injured; sedangkan Asosiasi Psikiater Amerika Serikat pada tahun 1980 menyarankan penggunaan terminologi attention deficit disorder (AAD) sebagai pengganti MBD (Lerner, 1981:51). Attention deficit disorder (AAD) selanjutnya dibagi menjadi dua tipe, yaitu dengan dan tanpa hiperaktivitas. Kriteria diagnostik untuk anak yang memiliki gangguan kekurangan perhatian dengan hiperaktivitas  (attention deficit disorder with hyperactivity) adalah :
a. Kurang perhatian. Paling sedikit mencakup tiga karakteristik dari yang tersebut di bawah ini
  1. Sering gagal menyelesaikan pekerjaan yang sudah dimulai
  2. Sering tampak seperti tidak mendengarkan
  3. Mudah bingung; dan
  4. Kesulitan untuk memusatkan perhatian pada pekerjaan sekolah atau tugas-tugas
b. Impulsif. Paling sedikit mencakup tiga karakteristik dari yang tersebut di bawah ini :
  1. Kesulitan untuk mengikuti suatu aktivitas permainan
  2. Sering bertindak sebelum berpikir
  3. Mengubah-ubah aktivitas dari yang satu ke yang lain
  4. Kesulitan untuk mengorganisasikan pekerjaan (bukan karena gangguan kognitif)
  5. Memerlukan banyak pengawasan
  6. Sering keluar kelas; dan
  7. Sulit menunggu giliran dalam permainan atau dalam situasi belajar kelompok
c. Hiperaktivitas.

3. PERANAN BERBAGAI SPESIALIS ILMU KEDOKTERAN DALAM PENANGGULANGAN KESULITAN BELAJAR

Ada berbagai spesialis kedoktoran yang terkait dengan upaya penanggulangan kesulitan  belajar.Berbagai spesialis ilmu kedoktoran tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pediatric
Pedeatri adalah ilmu kedoktoran yang berhubungan dengan kesehatan anak. Dokter spesialis anak juga memiliki posisi yang penting untuk secara aktif mengembangkan komonikasi yang baik antara dunia medis dengan dunia pendidikan. Orang tua mungkin banyak melaporkan kepada dokter tentang anaknya yang terus menerus bergerak, atau tidak dapat memperhitungkan akibat prilakunya.

Banyak dokter spesialis anak yang menyadari peran mereka sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap kesehatan fisik dan mental anak. Dokter spesialis anak biasanya menjadi salah seorang anggota tim diagnosis tentang kesulitan belajar. Dokter spesialis anak umumnya juga berperan untuk mengerimkan anak kepada ahli yang relepan jika kelompok gejala kesulitan belajar tampak pada anak. Tugas kompleks dari seorang dokter spesialis anak dalam penanggulangan kesulitan belajar menurut Lerner (1981:54) mencakup:
  1. Mendiaknosis dan mengobati gangguan fisik dan psikis yang mungkin dapat menimbulkan gangguan belajar pada anak,misalnya gangguan pendengaran, nutrisi yang rendah, atau gangguan endokrinologis dan metabolik
  2. Menginterpretasikan sifat temuan-temuan medis dan kebermaknaan pengaruhnya terhadap belajar kepada orang tua, guru, dan professional lain yang bekerja dengan anak
  3. Menunjang dan mendorong keluarga untuk memperoleh evaluasi dan prosedur pendidikan khusus jika diperlukan
  4. Memberikan terapi medis untuk semua masalah kecatatan dan emosional
  5. Menyediakan pemeliharaan kesehatan yang berkesinambungan bagi keluarga dan anak agar memperoleh kemajuan; dan
  6. Memanfaatkan program-program yang tersedia untuk intervensi preventif terjadinya kesulitan belajar pada anak.
b. Neorologi
Jika kesulitan belajar diduga disebabkan oleh adanya gangguan neorologis maka anak perlu dikirim keseorang dokter spesialis saraf atau neorolog untuk memperoleh informasi tentang perkembangan fungsi saraf pusatnya.

Guru yang mengajar anak kesulitan belajar hendaknya memiliki pengetahuan dasar tentang fsiologi dan fungsi otak serta sestem saraf agar dapat memberikan bantuan yang tepat. Meskipun ada kesulitan untuk menguji kebenaran adanya disfungsi otak pada anak berkesulitan belajar tetapi guru perlu memiliki pengetahuan dasar tentang fungsi saraf dalam kaitannya dengan proses belajar dan berbahasa.

Fungsi bahasa berada dalam belahan satu otak.Sebagian besar dari individu yang righ-handed daerah bicara terdapat pada belahan otakkiri; sedangkan yang individu yang left-handed lokasi bicaranya tampak hamper sama disetiap belahan otak kanan maupun kiri.

Hasil penelitian menunjukan bahwa belahan otak kiri memperlihatkan reaksi pada penggunaan aktivitas yang berkaitan dengan bahas;belahan kanan berkaitan dengan rangsangan nonverbal, meliputi persepsi keruangan, oreintasi arah, urutan waktu, dan kesadaran tubuh.

Kedua belahan otak tidak berfungsi secara sendiri-sendiri, tetapi berfungsi secara terentegerasi.Itulah sebabnya pengembangan fungsi-fungsi otak secara optimal jadi perhatian utama dari pendidikkan intergratif.

c. Optalmologi
Optalmologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan penglihatan. Dokter spesialis mata umumnya dikunjungi oleh orang tua dari anak yang memiliki kesulitan belajar membaca. Mengingat penglihatan merupakan factor yang berpengaruh terhadap kemampuan membaca,maka pemeriksaan sering dilakukan bagi anak yang memiliki kesulitan membaca.

d. Otologi
Ilmu kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan pendengaran adalah otologi: dan dokter spesialis pendengaran disebut otolog. Spesialis nonmedis yang berkaitan dengan aspek-aspek pendengaran disebut audiolog. Audiolog menjangkau sejumlah fungsi yang meliputi pengujian dan pengukuran pendengaran ,diaknosis. Dan rehabilitas cacat pendengaran,studi ilmiah tentang proses mendengar dan memperluas,pengetahuan tentang proses mendengar.

e. Psikiatri
Psikiatri adalah cabang ilmu kedokteran yang berkaitan dengan kesehatan mental. Doker spesialis dibidang psikiatri disebut psikiater. Psikiater sering berhubungan dengan orang tua atau keluarga anak berkesulitan belajar. Dismping itu, psikiater juga sering harus mengkoordinasikan usaha-usaha mereka dengan usaha-usaha pendidikan yang dilakukan di sekolah.

4. KETERLIBATAN TERAPI MEDIS DALAM PENANGGULANGAN   KESULITAN BELAJAR

Berbagai jenis medis telah dilakukan untuk menanggulangi kesulitan belajar. Di antara berbagai jenis terapi tersebut adalah terapiobat-obatan dan biokimia seperti bahan makanan,pemberian vitamin, dan terapi alergi jenis terapi yang lain adalah dengan menggunakan modifikasi prilaku :
a. Terapi obat
Banyak anak berkesulitan belajar yang diberi obat untuk mengendalikan mereka. Meskipun terapi terapi obat merupakan masalah medis, guru memegang peran penting dalam meningkatkan efektifitas penyembuhan.

b. Diet
Ada beberapa teori diet mengenai penyebab atau penyembuhan heveraktifitas dan kesulitan belajar antara lain:
  1. bahan tambahan makanan
  2. hepolisimia
  3. mega vitamins
Teori yang berkaitan dengan diet yang lain dari penyebab kesulitan belajar menyebutkan bahwa anak-anak berkesulitan belajar memiliki hepolismia, yaitu suatu kondisi yang menyebabkan kekurangan kadar gula dara.

c. Terapi alergi
Alergi dapat membantu memecahkan masalah kesulitan belajar

d. Modifikasi prilaku
Modifikasi prilaku adalah suatu bentuk teknik penyembuhan yang bertolak dari pendekatan behavioral yang menerapkan prinsip-prinsip operant conditioning.

Terima Kasih atas kunjungan anda, jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar atas postingan ini...

Post a Comment for "Tinjauan Teoretik Tentang Anak Berkesulitan Belajar"