Kesulitan Belajar Bahasa
Table of Contents
1. Hakikat Bahasa dan Wicara
Bahasa merupakan suatu system komunikasi
yang terintegrasi, mencakup bahasa ujaran, membaca dan menulis (Lemer,
1988:311).Sedangkan wicara merupakan suatu bentuk penyampaian bahasa dengan
menggunakan organ wicara.Ada orang yang memiliki kemampuan berbahasa yang baik
tetapi ada gangguan pada organ wicaranya sehingga memiliki kesulitan dalam
wicara.Ada orang yang organ wicaranya baik namun memiliki kesulitan dalam
berbahasa; dan ada pula orang yang disamping memiliki kesulitan dalam bahasa
juga memiliki kesulitan dalam wicara.
Menurut Owens (1984:379) bahasa
merupakan kode atau sistem konvensional yang disepakati secara social untuk
menyajikan berbagai pengertian melalui penggunaan simbol-simbol sembarang (arbitrary symbols) dan tersusun
berdasarkan aturan yang telah ditentukan. Bahasa memiliki cakupan luas (bahasa
isyarat, kode morse, bahasa ujaran, bahasa tulis) sedangkan wicara hanya
merupakan makna verbal dari penyampaian bahasa. Meskipun ada beberapa beberapa
problema wicara yang disebabkan oleh adanya gangguan organ wicara, problema
tersebut tidak dianggap sebagai problema bahasa jika tidak mengurangi kualitas
simbolis berbagai ide, perbendaharaan kata, atau gramatika yang diekspresikan.
Menurut ALSH (American Speech-Language-Hearing Association) ada tiga komponen
wicara, yaitu (1) artikulasi, (2) suara dan (3) kelancaran.Berdasarkan tiga
macam komponen tersebut maka kesulitan wicara juga mencakup kesulitan dalam
artikulasi, penyuaraan dan kelancaran (Lovitt, 1989:146).Komponen artikulasi
berkenaan dengan kejelasan pengujaran kata, komponen suara berkaitan dengan
nada, kenyaringan dan kualitas wicara, dan komponen kelancaran berkenaan dengan
kecepatan wicara.
Ekspresi bahasa memiliki enam komponen,
yaitu (1) fonem, (2) morfem, (3) sintaksis, (4) semantic, (5) prosodi dan (6)
pragmantik.Fonem adalah satuan terkecil dari bunyi ujaran yang dapat membedakan
arti (Gorys Keraf, 1991:30). Contohnya adalah fonem l dan fonem r pada kata
“lagu” dan “ragu” yang membedakan arti dari kedua kata tersebut. Morfem
merupakan unit terkecil dari bahasa yang mengandung makna.Lovitt (1989:147)
memberikan contoh dengan kata “unnatural” yang terdiri dari dua morfem “un” dan
“natural”. Dalam bahasa Inggris, “un”, “re”, “de” dinamakan prefiks atau
menurut Parera (1990:19) disebut pembubuh depan. Sedangkan Gorys Keraf
(1991:52) menamainya awalan. Menurut Parera dan Keraf, prefiks atau pembubuh
depan atau awalan disebut morfem terikat. Dalam kata “unnatural” terdiri dari
dua morfem, “un” sebagai morfem terikat sedangkan “natural” sebagai morfem
bebas atau kata dasar. Dalam Bahasa Indonesia dikenal adanya empat morfem
terikat yaitu :
(1) refiks
atau awalan (misalnya ber, me);
(2) infiks
atau sisipan (misalnya el,em, er);
(3) surfiks
atau akhiran (misalnya kan, an) dan
(4) konfiks
yang merupakan gabungan dari dua atau tiga morfem terikat yang lain.
Morfem bebas atau morfem dasar dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai
kata dasar, sedangkan morfem terikat disebut imbuhan. Dengan demikian, morfem
adalah suatu kesatuan yang ikut serta dalam pembentukan kata yang dapat
dibedakan artinya (Keraf, 1991:54). Contoh dari kata dasar adalah “jalan” yang
artinya akan berubah jika diberi awalan “per” dan akhiran “an” sehingga menjadi
“perjalanan”. Sintaksis berkenaan dengan tata bahasa, yaitu bagaimana kata-kata
disusun untuk membentuk kalimat (Lovitt, 1989:1470).Tiap bahasa memiliki sistem
khusus untuk menyusun kata-kata menjadi kalimat. Dengan demikian, menyusun
kata-kata menjadi kalimat berdasarkan sintaksis bahasa lain dapat menimbulkan
kesalahan. Sintaksis suatu bahasa harus merupakan perumusan berbagai macam
gejala susun-bentuk kata-kata dalam suatu bahasa (Keraf, 1991:137).
Menurut Keraf, sintaksis membicarakan
frasa, klausa dan kalimat. Frasa adalah suatu konstruksi yang terdiri dari dua
kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan.Kesatuan tersebut membentuk makna
baru yang sebelumnya tidak ada.Contoh frasa adalah “rumah makan”, makna baru
yang muncul adalah menunjukkan “tempat”.Klausa merupakan suatu konstruksi yang
di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung hubungan fungsional, yang
dalam tata bahasa lama dikenal dengan pengertian subjek, predikat, objek.Dalam
keadaan tertentu klausa terdiri dari satu predikat dan boleh dengan
keterangan.Contoh satu klausa adalah “ibu menanak nasi”, dan contoh dua klausa
adalah “ketika ibu menanak nasi, adik menggambar gelas di dekatnya.”
Suatu kalimat disebut sempurna jika
dalam rentetan arus ujaran telah tercakup pertimbangan struktur segmental dan
struktur suprasegmental (Keraf, 1991:141).Struktur segmental adalah adanya
subjek, predikat, objek, sedangkan struktur suprasegmental adalah intonasi.
Dengan demikian dapat dirumuskan sebagai berikut :
- Kalimat yang merupakan gabungan kata dan intonasi. Misalnya: “Pergi!” (makasudnya menyuruh pergi) atau “maling!” (artinya memberitahukan ada maling).
- Kalimat yang merupakan gabungan frasa dan intonasi, misalnya “Bapak menulis surat”.
Prosodi berkenaan dengan penggunaan irama yang layak, intonasi,
dan tekanan pola-pola bahasa. Prosodi sering juga disebut melodi wicara.
Prosodi merupakan suprasegmental bahasa yang di dalamnya terkandung
komponen-komponen tekanan atau intensitas suara, nada suara, durasi, dan
perhatian.
Pragmatik berkenaan dengan cara menggunakan bahasa dalam situasi
sosial yang sesuai. Dalam kehidupan sehari-hari, orang akan mengubah cara
mereka berbicara sesuai dengan yang diajak mereka bicara, tujuan bicara , dan
berbagai faktor lainnya.
2. Perkembangan
Bahasa Normal
Ada 3 komponen bahasa, yaitu isi, bentuk, dan penggunaan
bahasa (Lovit, 1989 : 147). Perkembangan bahasa terjadi secara berkesinambungan
dari sejak berusia satu tahun hingga mampu mengintegrasikan ketiga komponen
tersebut.
Pada mulanya bayi belajar tentang onjek yang merupakan
bagian dari gerakan-gerakannya sendiri dan benda-benda atau peristiwa-peristiwa
yang ada di sekitarnya. Tanda-tanda awal dari bentuk bahasa dapat dilihat dari
kemampuan bayi mengeluarkan bunyi-bunyi. Selanjutnya, pada usia 2 tahun,
bunyi-bunyi tersebut dirakit menjadi kata-kata. Pada usia satu bulan, bayi
sesungguhnya telah menyadari adanya wicara dan sangat sensitif terhadap
aspek-aspek sosial di sekitarnya. Para orang tua umumnya menirukan bunyi-bunyi
yang dikeluarkan oleh bayi untuk mengluarkan bunyi lebih baik lagi. Anak
berkesulitan belajar umumnya memiliki perkembangan yang lebih lambat daripada
anak normal.
a. Perkembangan isi dan bentuk bahasa
Ada 3 hal yang perlu dibahas dalam perkembangan isi dan bentuk bahasa anak,
yakni :
1. Perbendaharaan kata
Pada usia dua tahun anak biasanya telah mulai
mengucapkan kata-kata dan memahami makna kata-kata tersebut. Mereka mulai
menggunakan kata untuk suatu objek tertentu, misalnya “mama”, dan kelompok
benda, misalnya “buah”. Selanjutnya anak mempelajari kata-kata yang lebih
abstrak yang berkaitan dengan keberadaan, misalnya “di sana”, tentang keadaan
misalnya “hilang”, dan tentang kemunculan kembali misalnya “lagi”.
Meski anak sudah mulai memahami kata yang
mereka ucapkan, tetapi anak sering menggunakan kata-kata yang tidak tepat.
Sejak usia 2 tahun, penggunaan kata tunggal berlanjut hingga menjadi sintaksis.
Sementara itu, anak mulai belajar tentang semantik dan struktur sintaksis untuk
kalimat yang lebih kompleks.
Pada periode ini peranan orang tua sangat
penting; mereka secara terus-menerus berkomunikasi verbal maupun gestural
dengan anak.
Anak berkesulitan belajar sering tidak
memiliki situasi keluarga semacam itu, sehingga kurang memiliki kesempatan
untuk mencoba kemampuan mereka dalam berbicara. Oleh karena itu, banyak anak
berkesulitan belajar yang perkembangan bahasanya terhenti pada tahap ini
sehingga memiliki kesulitan untuk berbicara secara lebih baik.
2. Struktur semantik-sintaksis
Isi semantik kalimat-kalimat permulaan adalah
informasi tentang hubungan antar berbagai objek, terutama mencakup kegiatan,
tempat dan orang. Pada tahap ini anak mulai menggunakan frasa seperti “mama
saya” dan “di mana ayah saya”. Berdasarkan kombinasi sederhana tersebut
struktur sintaksis kalimat akan berkembang secara bertahap.
Pada saat anak-anak mulai menggabungkan
kalimat secara konsisten dalam bentuk kaimat-kalimat, mereka telah menggunakan
kata depan seperti “di” atau “pada”. Struktur bahasa permulaan yang lain adalah
penggunaan kata-kata yang sama dengan situasi yang berbeda-beda dengan
bermacam-macam makna. Contohnya adalah “mam”; maksudnya mungkin ingin makan,
ingin minum atau mungkin melihat makanan.
3. Variasi dan kompleksitas
Mengenai variasi, anak-anak di samping
menambah perbendaharaan kata juga aturan-aturan penggabungan dari tiap-tiap
penggabungan dari tiap-tiap pengetahuan bahasa yang dimiliki yaitu isi, bentuk,
dan penggunaan.
Banyak anak berkesulitan belajar yang lambat
dalam mengembangkan kata-kata baru atau yang berbeda. Tidak sedikit di antara
mereka yang memperlihatkan kekurangpercayaan untuk mencoba kata-kata atau
frasa-frasa baru. Ditambah lagi di antara mereka sering tidak hidup dalam
lingkungan orang tua yang mendorong munculnya variasi linguistik baru.
Kompleksitas terjadi ketika kalimat-kalimat
anak menjadi lebih panjang. Pada mulanya anak menggabungkan hubungan
sematik-sintaksis yang muncul dalam ucapan-ucapan paling awal. Selanjutnya,
anak-anak menggabungkan kalimat-kalimat sederhana dengan kata penghubung.
Sebagai contoh : “beri saya pensil agar saya dapat menggambar”.
Antara dua tahap perkembangan yang telah
dikemukakan, mulai dengan kalimat dua kata dan berlanjut hingga lebih panjang.
Anak-anak belajar lebih banyak tentang tata bahasa, terutama tentang penolakan
seperti “tidak”, “bukan”, juga tentang kata tanya seperti “siapa” dan
sebagainya.
B. Perkembangan penggunaan bahasa
Ada 3 hal yang perlu dibahas dalam penggunaan bahasa :
Dari usia 3 tahun, anak menjadi semakin sadar
akan banyaknya fungsi dari bahasa dan penggunaannya. Pada mulanya anak
menggunakan percakapan untuk mengemukakan keinginan dan perasaan mereka.
Selanjutnya mereka menggunakan percakapan untuk memulai dan mempertahankan interaksi
dengan orang lain untuk memperoleh informasi, dan akhirnya untuk
mengidentifikasi kebutuhan latar belakang teman bicara.
Adanya latar belakang yang bervariasi, minat
dan kemampuan teman bicara mereka, memungkinkan anak memiliki banyak variasi
sehingga mampu menguasai bahasa dengan baik. Tetapi sayangnya, anak-anak
berkesulitan belajar sering tidak memperoleh keuntungan karena mereka sering
enggan melakukan percakapan, dan jika mereka melakukannya, interaksi tersebut
hanya dalam jangka waktu yang singkat dan cenderung pada tingkat percakapan
yang rendah. Oleh karena itu, teman bicaranya cenderung tidak berbicara terus
terang kepadanya, tidak terangsang untuk berinteraksi dan ingin segera
mengakhiri percakapan.
2. Hubungan antara pemahaman dan percakapan
Sambil menyimak dan memahami perkataan orang
lain, anak-anak mulai memahami makna dari berbagai kata dan frasa; dan
selanjutnya mereka mulai mencoba menggunakan kata dan frasa tersebut dalam
percakapan mereka sendiri. Selanjutnya orang tua atau teman bicara yang
komunikatif pada saat mendengar berbagai kata dan frasa tersebut bereaksi
dengan cara memperbaiki bicara anak. Sayangnya, anak berkesulitan belajar
umumnya kurang memiliki perhatian. Mereka bukan pendengar yang baik, dan kurang
mampu menarik kata dan frasa baru di lingkungan untuk menambah kemampuan mereka
dalam berbahasa.
3. Bahasa sebagai proses sepanjang kehidupan
Manusia dapat mengembangkan kemampuan bahasa
hampir sepanjang kehidupan mereka. Selama seorang individu mendengar berbagai
percakapan yang lebih baik; terlebih dalam berbagai peristiwa, membaca berbagai
jenis buku, surat kabar, dan majalah; lebih banyak menulis; menjelaskan lebih
banyak persoalan kompleks atau persoalan sederhana secara singkat, menerima
lebih banyak umpan balik dari orang lain; dan belajar mendengarkan atau
mengekspresikan berbagai maksud; maka individu tersebut akan memiliki
kesempatan untuk menyesuaikan, memodifikasi, atau meningkatkan kemampuan mereka
dalam berbahasa. Sayangnya, banyak anak berkesulitan belajar yang kurang
terampil untuk menarik keuntungan dari berbagai situasi tersebut sehingga gagal
menguasai bahasa dengan baik.
3. Kesulitan Belajar Bahasa Dan Asesmennya
a. kesulitan belajar
Adanya organ wicara yang terkait dengan salah
satu atau lebih komponen wicara (artikulasi, suara dan kelancaran) dapat
menimbulkan kesulitan wicara. Meskipun anak mengalami kesulitan wicara, tidak
selalu berarti mengalami kesulitan bahasa.
Menurut Lovitt (1989: 151), ada berbagai
penyebab kesulitan belajar bahasa, yaitu :
a. Kekurangan kognitif
Ada 7 jenis kekurangan kognitif, yaitu :
a) Kesulitan
Memahami dan Membedakan Makna Bunyi Wicara.
Anak berkesulitan
belajar sering memiliki problema auditoris, yaitu kesulitan untuk memahami dan
membedakan makna bunyi wicara.Kondisi semacam itu menyebabkan anak mengalami
kesulitan untuk merangkai fonem, segmentasi bunyi, membedakan nada, mengatur
kenyaringan, dan mengatur durasi bunyi.
b) Kesulitan
Membentuk Konsep dan Mengembangkannya kedalam Unit-unit Semantik.
Pemahaman terhadap
unit-unit semantik (kata dan konsep) menunjukkan adanya pengetahuan tentang
kekeluargaan kata secara tepat.Perkembangan normal tentang pembentukan konsep
tergantung pada kemampuan abstraksi, generalisasi, kategorisasi, dan
faktor-faktor lainnya.Banyak diantara anak-anak berkesulitan belajar yang
memiliki masalah dalam pembentukan konsep dan dalam menghubungkan unit-unit
semantik. Sebagai contoh, anak berkesulitan belajar mungkin hanya memiliki satu
makna tentang kata “puasa”, yaitu tidak makan dan minum pada waktu siang hari.
Anak berkesulitan belajar juga sering
mengalami kesulitan dengan kekeluargaan kata, misalnya ketika ia bermaksud
untuk menggunakan kata “meledak” tetapi yang digunaakan adalah kata “bom”.
Sesungguhnya memang ada hubungan antara kata “meledak” dengan “bom” tetapi
bukan hubungan sinonim.Jika orang bermaksud menggambarnya banyaknya pengunjung
pertandingan sepak bola seharusnya menggunakan kata “meledak”, bukan kata
“bom”.
c. Kesulitan
Mengklasifikasikan Kata.
Anak berkesulitan
belajar sering mengalami kesulitan dalam mengelompokkan kata-kata.Jika mereka
dihadapkan pada kata-kata seperti bayam, kangkung, selada, dan seledri, yang
seharusnya dikelompokkan sebagai sayuran, tetapi mereka mengelompokkan atas
warna, yaitu hijau.
d) Kesulitan
dalam Relasi Semantik.
Anak berkesulitan
belajar sering mengalami kesulitan untuk menemukan dan menetapkan kata yang ada
hubungannya dengan kata lain. Sebagai contoh, anak mungkin akan mengalami
kesulitan dalam menetapkan hubungan antara kata “bangun”, “mandi”, “pakaian”,
“sarapan”, “buku”, dan “sekolah” dalam tugas menyusun kalimat yang terkait
dengan urutan waktu. Anak-anak berkesulitan belajar umumnya juga mengalami
kesulitan dalam mencari padanan kata-kata.
Untuk memecahkan
masalah verbal diperlukan pemahaman tentang adanya hubungna antara masalah,
proses yang digunakan hingga sampai pada suatu upaya pemahaman.Banyak anak
berkesulitan belajar yang memiliki kesulitan dalam membaca pemahaman, dalam
matematika, dan dalam penalaran ruang dan waktu.Kesulitan ini diduga berkaitan
dengan adanya kesulitan dalam pemprosesan bahasa auditoris.Anak berkesulitan
belajar sering mengalami kesulitan dalam bercerita dan penjelasan mereka sering
tidak tersusun secara baik.
Suatu informasi
disampaikan melalui kata-kata dengan cara yang berbeda-beda, tergantung pada
hubungan, peranan, atau kebermaknaan ucapan. Kata ”lembut” misalnya, mungkin
menjelaskan tentang tekstur, warna, volume, atau mungkin tentang gerakan.
Pengenalan dan
kemampuan membuat perubahan makna kata mencerminkan suatu pemahaman
transformasi semantik.Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan
dalam pembuatan transformasi semantik sehingga mengalami kesulitan dalam
menggunakan kata banyak makna, langgam suara (idioms), dan kiasan (metaphora).
g) Implikasi Semantik.
Tingkat kemampuan
tertinggi untuk memahami bahasa adalah kemampuan menagkanp informasi yang
diimplikasikan, yang tidak dinyatakan secara jelas. Kemampuan tersebut
mencerminkan suatu kesadaran tentang kemungkinan berbagai penyebab, yang
merupakan bidang sulu bagi anak berekesulitan belajar. Oleh karena itu, anak berkesulitan
belajar sering mengalami kesulitan dalam memahami pepatah, cerita perumpamaan,
dongeng, atau mitos.Akibat dari kekurangan dalam bidang implikasi semantik
tersebut, maka anak berkesulitan belajar juga megalami kesulitan untuk memahami
humor
2. Kekurangan dalam Memori.
Hasil-hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar sering memperlihatkan
kekurangan dalam memori auditoris. Adanya kekurangan dalam memori auditoris
tersebut dapat menimbulkan kesulitan dalam memproduksi bahasa.Lagi pula, mereka
sering memperlihatkan adanya kekurangan khusus dalam mengluang urutan fonem,
mengingat kembali kata-kata, mengingat simbol, dan memahami hubungan
sebab-akibat.
3. Kekurangan Kemampuan Menilai.
Penilaian
merupakan bagian integral dari proses bahsa karena menjadi jembatan antara
pemahaman dengan produksi bahasa. Penilaian yang kritis terhadap informasi
verbal memerlukan pembandingan antara informasi baru dengan informasi yang
telah diperoleh sebelumnya. Anak berkesulitan belajar sering memiliki kesulitan
dalam menilai kemantapan atau keajegan arti dari suatu kata baru terhadap
informasi yang telah mereka peroleh sebelumnya. Akibatnya, anak mungkin akan
menerima saja kalimat atau kata yang salah. Sebagai contoh, mungkin anak akan
membenarkan saja kalimat “Ibu memasukkan pakaian pada lemari”. Pada taraf
implikasi semantik, anak berkesulitan belajar juga sering tidak mampu
mengevaluasi keajegan hubungan sebab-akibat.Akibatnya, mereka sering menerima
saja kalimat seperti “pakaian itu terbuat dan sangat indah”.Anak berkesulitan
belajar sering mengalami kesulitan dalam mengenal kesalahan-kesalahan
sintaksis, dan setelah merekatahu kesalahan-kesalahan tersebut, mereka juga
tidak dapat memperbaikinya.
4. Kekurangan Kemampuan Produksi Bahasa.
Hasil penelitian
Idol-Maetas sseperti dikutip oleh Lovitt (1989 : 156) menunjukkkan bahwa bahasa
anak- anak berkesulitan belajar mengandung lebih sedikit kata-kata bermakna
daripada anak-anak yang perkembangan bahasanya normal. Cerita-cerita
anak berkesulitan belajar umumnya berbentuk fragmen-fragmen atau
penggalan-penggalan dan urutannya tidak teratur.
Ada
dua jenis kemampuan produksi bahasa, kemampuan produksi konvergen dan kemampuan
produksi devergen.Kemampuan produksi konvergen berkenaan dengan kemampuan menggambarkan
kesimpulan logis dari informasi verbal dan memproduksi jawaban semantik yang
khas.Kemampuan produksi devergen berkenaan dengan kelancaran, keluwesan
keaslian, dan keluasan bahasa yang diproduksi.
5. Kekurangan Pragmatik.
Anak
berkesulitan belajar umumnya memperlihatkan kekurangan dalam mengajukan
berbagai pertanyaan , memberikan reaksi yang tepat terhadap berbagi pesan,
menjaga atau mempertahankan percakapan, dan mengajukan sanggahan berdasarkan
argumentasi yang kuat. Anak berkesulitan
belajar umumnya juga kurang persuasif dalam percakapan, lebih banyak mengalah
dalam percakapan, dan kurang mampu mengatur cara berdialog dengan orang lain.
a. Asesmen
Kemampuan Berbahasa.
Ada
dua macam jenis asesmen, asesmen formal dan informal.Asesmen formal umumnya
telah dibakukan sedangkan asesmen informal sering tidak dibakukan. Asesmen
formal bahasa Indonesia belum banyak dikembangkan karena kajian tentang
kesulitan belajar masih berada pada tahap permulaan. Untuk menguasai kondisi
yang kurang menguntungkan tersebut, berbagai tes bahasa Indonesia yang
digunakan di sekolah dapat digunakan sebagai alat asesmen. Tes konsep-konsep
dasar ciptaan Boehm (Boehm Test of basic Concepts) (Boehm, 1970) mungkin
merupakan salah satu instrumen asesmen formal yang dapat diadopsi di Indonesia,
khususnya untuk anak-anak usia sekolah permulaan. Tes tersebut dirancang untuk
mengevaluasi pengetahuan dan pemahaman anak tentang konsep-konsep dasar
kuantitas, ruang, waktu, dan kombinasi dari aspek-aspek tersebut.Tentu saja tes
tersebut perlu diadaptasikan dahulu dengan kondisi budaya Indonesia, misalnya
dengan memodifikasi gambar-gambar dalam tes tersebut dengan benda-benda yang
lazim ditemukan di Indonesia.
4.
Remediasi
Ada
lima macam pendekatan remediasi bagi anak berkesulitan belajar bahasa,
- pendekatan proses
- pendekatan analisis tugas
- pendekatan behavioral
- pendekatan interaktif-interpersonal, dan
- pendekatan sistem lingkungan total (Lovitt, 1989: 165).
Pendekatan proses bertujuan untuk
memperkuat dan menormalkan proses yang dipandang sebagai dasar dalam memperoleh
kemahiran berbahasa dan komunikasi verbal. Proses yang ditekankan pada jenis
remediasi ini adalah persepsi auditoris, memori, asosiasi, interpretasi, dan
ekspresi verbal. Pendekatan analisis
tugas bertujuan untuk meningkatkan kompleksitas pengertian (semantik), struktur
(morfologi dan sintaksis), atau fungsi (pragmatik) bahasa anak-anak.Pendekatan
ini menekankan pada pengembangan arti kata, konsep bahasa, dan memperkuat
kemampuan berpikir logis
Pendekatan perilaku dalam remediasi
kesulitan belajar bahasa bertujuan untuk memodifikasi atau mengubah bahasa
lahir dan perilaku komunikasi.Pendekatan secara umum menggunakan
prinsip-prinsip operan conditioning untuk memunculkan perilaku yang
diharapkan dan mencegah atau menghilangkan perilaku bahasa yang tidak sesuai.
Pendekatan
interaktif-interpersonal secara umum bertujuan untuk memperkuat kemampuan
pragmatik dan mengembangkan kompetensi komunikasi. Adapun tujuan lainnya adalah
untuk meningkatkan pengambilan peran dan kemampuan pengambilan peran anak-anak
dalam berkomunikasi, mengembangkan persepsi sosial nonverbal, dan meningkatkan
gaya komunikasi verbal dan nonverbal.
Pndekatan sistem lingkungan total
bertujuan untuk menciptakan peristiwa atau situasi lingkungan yang kondusif
sehingga dengan demikian mendorong terjadinya peningkatan frekuensi berbahasa
dan pengalaman berkomunikasi pada anak-anak. Pendekatan sistem lingkungan totla
sering disebut juga pendekatan holistik, yang bertujuan menumbuhkan kompetensi
komunikasi untuk kehidupan, agar mendukung perkembangan potensi anak untuk
mencapai prestasi dan penyesuaian dalam pengambilan lapangan pekerjaan dan
profesi.
Daftar Pustaka
Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak
Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Mulyadi. 2008. Diagnosis Kesulitan Belajar.
Terima Kasih atas kunjungan anda,
jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar atas postingan ini...
Post a Comment