Makalah Landasan Pendidikan Anak Sd
Table of Contents
Pembelajaran tematik berangkat dari pemikiran
filosofis tertentu yang menekankan pada pembentukan kreativitas anak didik
dengan pemberian aktivitas yang didapat dari pengalaman langsung melalui
lingkungannya yang natural. Masing-masing anak didik mempunyai potensi dan
motivasi yang unik dan khas yang perlu dikembangkan sedemikian rupa dengan
tetap memperhatikan karakteristik, keunikan dan kekhasannya itu.
Landasan Pembelajaran Tematik
Beberapa hal yang mendasari pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar adalah:
Landasan Filosofis
Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat, falasafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani, philein berarti mencintai, dan sophos atau sophis berarti hikmah , arif, atau bijaksana.Pembelajaran tematik berlandaskan pada filsafat pendidikan:
a. Progresivisme,
yaitu proses
pembelajaran perlu ditekankan pada
pembentukan kreatifitas, pemberian
sejumlah kegiatan, suasana yang
alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman
siswa.
b.
Konstruktivisme, anak mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi
dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya.
c.
Humanisme, melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya,
potensi, dan motivasi yang dimilikinya.
Secara filosofis bahwa anak didik
mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan secara signifikan dalam
kehidupannya walaupun bersifat evolusionis, karena lingkungan hidup anak didik
merupakan suatu dunia yang terus berproses (becoming) secara evolusionis pula.
Pengetahuan anak didik adalah kumpulan
kesan-kesan dan informasi yang terhimpun dalam pengalaman empirik yang
partikular seharusnya siap untuk digunakan. Kesan-kesan di luar itu diterima
oleh indera, dimana indera jasmani merupakan satu kesatuan dengan rohani. Oleh
karena itu jasmani dan rohani perlu mendapatkan kebebasan dalam menerima
kesan-kesan dari lingkungannya dan dalam memanifestasikan kehendak dan tingkah
lakunya. Dengan demikian pendidikan yang diperlukan bagi anak didik adalah
pendidikan yang menyeluruh dan menyentuh aspek jasmani dan rohani dengan
memberikan tempat yang wajar pada anak didik.
2.
Landasan
Psikologis
Psikologi
atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri
adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi oleh
alam sekitar. Karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali
kehidupan manusia, yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri.
Jiwa
manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Dalam perkembangan jiwa
dan jasmani inilah seyogiyanya anak-anak belajar, sebab pada masa ini mereka
peka untuk belajar, punya waktu banyak untuk belajar, belum berumah tangga,
bekerja, dan bertanggung jawab terhadap kehidupan keluarga. Masa belajar ini
bertingkat-tingkat sejalan dengan fase-fase perkembangan mereka. Oleh karena itu
layanan-layanan pendidikan terhadap mereka harus pula dibuat bertingkat-tingkat
agar pelajaran itu dipahami anak-anak.
Secara teoritik maupun praktik
pembelajaran tematik berlandaskan pada psikologi perkembangan dan psikologi
belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik
yang diberikan kepada anak didik agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai
dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan
kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut
disampaikan kepada anak didik dan bagaimana pula anak didik harus
mempelajarinya.
Pembelajaran tematik dilakukan pada
kelas awal ketika usia anak didik mencapai usia sekitar 6-9 tahun. Anak didik
dalam rentangan usia demikian biasanya secara fisik berkembang sedemikian rupa
dan sudah dianggap matang untuk belajar di sekolah formal. Ia dapat melakukan
sesuatu secara mandiri, seperti makan, minum mandi berpakaian. Secara psikis
mereka telah dianggap matang dalam membedakan satu benda dengan lainnya dan
kemampuan bahasa sudah cukup untuk menerjemahkan isi pikirannnya. Sedangkan
secara emosional ia telah dapat mengontrol emosinya. Untuk perkembangan
kecerdasannya ditunjukkan dengan kemampuannya mengelompokkan obyek, berminat
terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang berbicara.
Teori perkembangan mental Piaget yang
biasa juga disebut teori Perkembangan intelektual atau Teori Perkembangan
Kognitif bahwa setiap tahap perkembangan intelektual dilengkapi dengan
ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan, (Ruseffendi, 1988:
132). Pada anak kecil perkembangan berfikirnya ditandai dengan
gerakan-gerakannya, kemudian berpikir melalui konkret sampai berpikir secara
abstrak. Kemampuan berpikir semacam ini tidak sama persis antara satu anak
dengan yang anak lainnya, tetapi tergantung dan sesuai dengan irama perkembangan anak. Ketika anak
Berfikir secara konkret maka yang terjadi pada pengetahuannya adalah bahwa
pengetahuannya itu dibangun melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah
penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun
kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi
tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1998: 133). Atau akomodasi adalah proses
mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru
atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu
(Suparno, 1996: 7).
Pengetahuan anak menurut Piaget, tidak
diperoleh secara pasti melainkan melalui tindakan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh
mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya (Poedjiadi,
1999:61). Dengan demikian tahap perkembangan kognitif anak dalam memperoleh
pengetahuan dan pengalaman pada tahap tertentu terjadi dengan cara berbeda-beda
berdasarkan kematangan intelektualnya.
Pandangan tentang anak dari kalangan
konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan
kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk
mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba
dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).
Dari pengertian di atas, dapat dipahami
bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara
faktor intern pada diri pembelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan,
sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
Walaupun kecepatan perkembangan
intelektual anak itu berbeda, tetapi secara gradual setiap anak mengalami
proses perkembangan yang sama dalam arti bahwa perkembangan intelektual anak mengalami alur dan
urut-urutan yang sama. Setiap tahap perkembangan itu didefinisikan oleh Piaget
dengan cluster pengurutan, pengekalan, pengelompokkan, pembuatan hipotesis, dan
penarikan kesimpulan. Hal demikian menunjukkan adanya operasi mental yang
ditandai dengan adanya perilaku intelektual.
Dari
sisi psikologi belajar bahwa anak didik:
a. Memiliki
kognitif, tidak diperoleh secara pasif, tetapi anak didik secara aktif
mengkonstruksi struktur kognitifnya.
b. Belajar
mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterliban anak didik.
c. Pengetahuan
sesuatu dikontruksi secara personal.
d. Pembelajaran
perlu melibatkan pengaturan situasi kelas.
e. Kurikulum
adalah seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber, (Susan, Marilyn, dan Tony,
1995: 222).
Untuk maksud tersebut, maka pembelajaran
tematik didorong untuk mendapatkan pengetahuan langsung dari pengalaman yang
hanya bisa diperoleh dari lingkungan anak didik. Dalam interaksi anak didik
dengan lingkungan ini (lingkungan sosial maupun material), anak didik sangat
mungkin memperoleh penemuan.
Arti penting interaksi anak didik dengan
lingkungannya sebagaimana tersebut di atas adalah bahwa pengetahuan anak didik
tidak semata dapat ditransfer dari pengetahuan orang lain melainkan juga
melalui pengalaman langsung yang hanya bisa didapat dari lingkungannya. Untuk
itu anak didik harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya
berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Fungsi kognisi bersifat
adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki
anak. Anak didik tidak diharapkan sebagai bank yang siap menerima setoran dari
berbagai pihak. Sehingga perlu ditekankan pada anak didik:
a. Peran
aktif anak didik dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna.
b. Pentingnya
membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstuksian secara bermakna.
c. Mengkaitkan
antara gagasan dengan informasi baru ang diterima. Tasker (1992: 30).
Kalimat diatas menekankan bagaimana
pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah
gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungan. Bahkan anak
didik lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang
telah diketahui.
Dalam upaya mengimplementasikan teori
belajar yang mendorong tercapaina pembelajaran tematikdari sisi psikologi
belajar, maka ada baiknya mengambil saran dari Tytler, (1996: 20) bahwa
rancangan pembelajaran sebagai berikut:
a. Memberi
kesempatan kepada anak didik untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa
sendiri.
b. Memberi
kesempatan kepada anak didik untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga
menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
c. Memberi kesempatan kepada anak didik untuk mencoba
gagasan baru.
d. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang
telah dimiliki anak didik.
e. Mendorong anak didik untuk memikirkan perubahan gagasan
mereka.
f. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Beberapa pandangan sebagaimana
disebutkan di atas, memberikan arah bahwa pembelajaran lebih menfokuskan pada
kesuksesan anak didik dalam mengorganisasikan pengalaman mereka, bukan sekedar
refleksi atas berbagai informasi dan gejala yang di amati. Anak didik lebih
diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui asimilasi dan
akomodasi.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis atau hukum dapat
diartikan peraturan baku sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.
Dalam implementasi pembelajaran
tematik diperlukan payung hukum sebagai landasan yuridisnya. Payung hukum
yuridis adalah sebagai legalitas penyelengggaraan pembelajaran tematik, dalam
arti bahwa pembelajaran tematik dianggap sah bilamana telah mendapatkan
legalitas formal.
Dalam pembelajaran tematik
berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan
pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah : UUD
1945, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak, dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ad. 1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945,
pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
yang layak.
Ad. 2 Undang- Undang
No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Pasal 9 menyatakan bahwa setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Ad. 3 Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bab V pasal 1-b menyatakan bahwa setiap peserta didik
pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai
bakat, minat, dan kemampuannya.
PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006;
Sub
BAB B, Butir 1.c Pembelajaran
pada kelas I sampai dengan III
dilaksanakan melalui Pendekatan Tematik, sedangkan
pada kelas IV sampai VI dilaksanakan
melalui Pendekatan Mata Pelajaran.
UUSPN Nomor
20 Tahun 2003 Pasal 37 Kurikulum
Pendidikan Dasar dan Menengah wajib
memuat :
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Kewarganegaraan
3. Bahasa
4. Matematika
5. Ilmu Pengetahuan Alam
6. Ilmu Pengetahuan Sosial
7. Seni dan Budaya
8. Pendidikan Jasmani dan Olahraga
9. Keterampilan / Kejuruan
10. Muatan Lokal
PP No. 19 Pasal 6
Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum
(1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah
terdiri dari kelompok mata pelajaran:
a. agama dan akhlak mulia,
b. kewarganegaraan dan kepribadian,
c. ilmu pengetahuan dan teknologi,
d. estetika,
e. jasmani olah raga dan kesehatan
(4) Setiap kelompok mata pelajaran dilaksanakan
secara holistik sehingga pembelajaran
masing-masing kelompok mata
pelajaran mempengaruhi pemahaman
dan/atau penghayatan peserta didik
(5) Semua kelompok mata pelajaran
sama pentingnya
dalam menentukan kelulusan
peserta didik.
(6) Kurikulum dan silabus
SD/MI/SDLB/Paket A menekankan pentingnya kemampuan
dan kegemaran membaca dan
menulis, kecakapan berhitung, serta kemampuan
berkomunikasi
PP No. 19 Pasal 7
(1) Kelompok Mata Pelajaran (KM) Agama dan
Akhlak Mulia dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama,
kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika,
jasmani, olahraga dan kesehatan.
(2) KM Kewarganegaraan dan
Kepribadian dilaksanakan
melalui muatan dan/atau kegiatan
agama, akhlak mulia, kewarganegaraan,
bahasa, seni budaya, dan pendidikan
jasmani
(3) KM IPTEK dilaksanakan melalui muatan dan/atau
kegiatan bahasa, matematika, ipa,
ips, keterampilan/kejuruan, mulok yang
relevan
(7) KM Estetika dilaksanakan melalui muatan
dan/atau kegiatan bahasa, seni dan
budaya, keterampilan, dan muatan lokal
yang relevan
(8) KM Jasmani Olah Raga dan Kesehatan dilaksanakan
melalui muatan dan/atau kegiatan
pendidikan jasmani, olahraga, pendidikan
kesehatan, ipa, dan mulok yang
relevan
Selain landasan sebagaimana
telah dikemukakan, pembelajaran tematik juga dikembangkan dengan landasan pemikiran Progresivisme, Konstruktivisme,
Developmentally Appropriate Practice (DPA), Landasan Normatif dan Landasan Praktis ( Depdikbub, 1996: 5 ).
Aliran progresivisme menyatakan bahwa
pembelajaran seharusnya berlangsung secara alami, tidak artifisial.
Pembelajaran di sekolah tidak seperti keadaan dalam dunia nyata sehingga tidak
memberikan makna kepada kebanyakan siswa.
Pembelajaran terpadu juga
dikembangkan menurut paham Konstruktivisme
yang menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman
merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakana tidak terwujud
hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain.
Mengalami sendiri merupakan kunci untuk kebermaknaan.
Prinsip utama yang dikembangkan
dalam pembelajaran terpadu adalah Developmentally
Appropriate Practice (DAP) dalam DAP ini dinyatakan bahwa pembelajaran
harus disesuaikan dengan perkembangan usia dan individu yang meliputi
perkembangan kognisi,emosi,minat dan bakat siswa.misalnya unuk siswa kelas III
SLTA (SMA/MA), yang berusia rata-rata 11 sampai 18 tahun (tahap operasi formal) sesuai
perkembangan kognitif piaget,telah
memiliki kemampuan pemikiran abstrak sehingga dapat dirancang pembelajaran yang
memberikan siswa memecahkan masalah melalui kegiatan eksperimentasi.
Pembelajaran terpadu juga
dilandasi oleh landasan normatif dan landasan
praktis. Landasan normatif menghendaki bahwa, pembelajaran terpadu
hendaknya dilaksanakan berdasarkan gambaran ideal yang ingin dicapai oleh
tujuan-tujuan pembelajaran. Sedangkan landasan
praktis, mengharapkan bahwa pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan
memperhatikan situasi dan kondisi praktis yang berpengaruh terhadap kemungkinan
pelaksanaanya mencapai hasil yang optimal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Trianto
(2011: 3101-106), pembelajaran tematik berangkat dari tiga (3) landasan yaitu
landasan filosofis, landasan psikologis dan landasan yuridis.
a.
Landasan filosofis
Pembelajaran
tematik berlandaskan pada filsafat pendidikan progresivisme, sedangkan
progresivisme bersandarkan pada filsafat naturalisme, realisme dan pragmatisme.
Selain itu, pembelajaran tematik juga bersandar pada filsafat pendidikan
konstruktivisme dan humanisme.
b.
Landasan psikologis
Secara teoritik maupun praktik,
pembelajaran tematik berlandaskan pada psikologi perkembangan dan psikologi
belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama untuk menentukan isi/materi
pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan
kedalamanya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Sedangkan psikologi
belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran
tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa
mempelajarinya.
c.
Landasan yuridis
Dalam penerapannya, pembelajaran tematik
diperlukan payung hukum sebagai landasan yuridisnya. Payung hukum yuridis
adalah sebagai legalitas penyelenggaraan pembelajaran tematik, dalam arti bahwa
pembelajaran tematik dianggap sah bilamana telah mendapatkan legalitas formal.
Landasan yuridis tersebut adalah UUD 1945, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak dan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
B. Saran
Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu penulis
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi menyempurnakan makalah
ini dan agar ke depannya bisa lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Trianto, 2009. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: PT. Prestasi
Pustakaraya.
Prof. Dr. Made, Pidarta. 1977. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu
Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Prof. Dr. Made, Pidarta. 2009. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu
Pendidikan Bercorak Indonesia Edisi Kedua. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Bahan Diklat
Tematik Nasional – Dra. Dyah Sri Wilujeng,
MPd. - P4TK Malang Departemen
Pendidikan Nasional November 2006
Terima Kasih atas kunjungan anda,
jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar atas postingan ini...
Post a Comment