TEORI BELAJAR YANG MELANDASI PEMBELAJARAN TEMATIK

Table of Contents

TEORI BELAJAR YANG MELANDASI PEMBELAJARAN TEMATIK

A. LATARBELAKANG

Peserta didik yang berada pada sekolah dasar kelas satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini. Pada usia tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ, dan SQ tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya tingkat perkembangan masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) serta mampu memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-objek konkrit dan pengalaman yang dialami secara langsung.

Saat ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SD kelas I –III untuk setiap mata pelajaran dilakukan secara terpisah, misalnya IPA 2 jam pelajaran, IPS 2 jam pelajaran, dan Bahasa Indonesia 2 jam pelajaran. Dalam pelaksanaan kegiatannya dilakukan secara murni mata pelajaran yaitu hanya mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang berhubungan dengan mata pelajaran itu. Sesuai dengan tahapan perkembangan anak yang masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (holistic), pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah akan menyebabkan kurang mengembangkan anak untuk berpikir holistik dan membuat kesulitan bagi peserta didik.

Selain itu, dengan pelaksanaan pembelajaran yang terpisah, muncul permasalahan pada kelas rendah (I-III) antara lain adalah tingginya angka mengulang kelas dan putus sekolah. Angka mengulang kelas dan angka putus sekolah peserta didik kelas I SD jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang lain. Data tahun 1999/2000 memperlihatkan bahwa angka mengulang kelas satu sebesar 11,6% sementara pada kelas dua 7,51%, kelas tiga 6,13%, kelas empat 4,64%, kelas lima 3,1%, dan kelas enam 0,37%. Pada tahun yang sama angka putus sekolah kelas satu sebesar 4,22%, masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas dua 0,83%, kelas tiga 2,27%, kelas empat 2,71%, kelas lima 3,79%, dan kelas enam 1,78%.

Angka nasional tersebut semakin memprihatinkan jika dilihat dari data di masing-masing propinsi terutama yang hanya memiliki sedikit taman Kanak-kanak. Hal itu terjadi terutama di daerah terpencil. Pada saat ini hanya sedikit peserta didik kelas satu sekolah dasar yang mengikuti pendidikan prasekolah sebelumnya. Tahun 1999/2000 tercatat hanya 12,61% atau 1.583.467 peserta didik usia 4-6 tahun yang masuk Taman Kanak-kanak, dan kurang dari 5 % Peserta didik berada pada pendidikan prasekolah lain.

Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa kesiapan sekolah sebagian besar peserta didik kelas awal sekolah dasar di Indonesia cukup rendah. Sementara itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta didik yang telah masuk Taman Kanak-Kanak memiliki kesiapan bersekolah lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang tidak mengikuti pendidikan Taman Kanak-Kanak. Selain itu, perbedaan pendekatan, model, dan prinsip-prinsip pembelajaran antara kelas satu dan dua sekolah dasar dengan pendidikan prasekolah dapat juga menyebabkan peserta didik yang telah mengikuti pendidikan pra-sekolah pun dapat saja mengulang kelas atau bahkan putus sekolah.

Atas dasar pemikiran di atas dan dalam rangka implementasi Standar Isi yang termuat dalam Standar Nasional Pendidikan, maka pembelajaran pada kelas awal sekolah dasar yakni kelas satu, dua, dan tiga lebih sesuai jika dikelola dalam pembelajaran terpadu melalui pendekatan pembelajaran tematik. Untuk memberikan gambaran tentang pembelajaran tematik yang dapat menjadi acuan dan contoh konkret, disiapkan model pelaksanaan pembelajaran tematik untuk SD/MI kelas I hingga kelas III.
Pengorganisasian kurikulum sekolah

B. RUMUSAN MASALAH

Beberapa masalah yang dapat dirumuskan dan dibahas dalam makalah ini, yaitu :

1. Teori apa saja yang melandasi pembelajaran tematik ?
2. Bagaimana teori yang dikemukakan para ahli tentang perkembangan anak ?
3. Bagaimana teori pembelajaran tentang psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pembelajaran tematik ?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui teori yang melandasi pembelajaran tematik.
2. Mengetahui teori dari para ahli tentang perkembangan anak kaitannya dengan pembelajaran tematik.
3. mengetahu teori pembelajaran tentang psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pembelajaran tematik.

TEORI BELAJAR YANG MELANDASI PEMBELAJARAN TEMATIK

1. Teori Perkembangan jean piaget

Menurut jen piaget (dalam Nur, 1998:11), seseorang anak maju melalui empat tahap perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa, yaitu tahap sensorimotor, pra operasional, operasi kongkrit, dan operasi formal. Tahap tahap perkembangan kognitif tersebt dijabarkan dalam tabel 2.1. kecepatan perkembangan tiap individu melalui urutan tiap tahap ini dan tidak ada individu yang meloncati salah satu dari tahap tersebut. Tiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual baru yang memungkinkan orang memahami dunia dengan cara yang semakin kompleks.

Perkembangan sebagian bergantung pada sejauh mana anak aktif memanipulasi dan berinteraksi aktif dengan lingkungan. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan dimana anak belajar sangat menentukan proses perkembangan kognitif anak.

Pola perilaku berpikir yang digunakan anak-anak dan orang dewasa dalam menangani obyek-obyek didunia tersebut skemata dan pengamatan mereka terhadap suatu benda mengatakan kepada mereka sesuatu yang hal tentang obyrk tersebut.

Adaptasi lingkungan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi menurut slavin (1994:32), bahwa asimilasi merupakan penginterprestasikan pengalaman-pengalaman baru dalam hubungannya dengan skema-skema yang telah ada.

Terbentuknya konsep “kepermanenan obyek” dan kemajuan dari perilaku refleksif ke perilaku yang mengarah kepada tujuan. Perkembanan kemampuan mengunakan symbol-simbol untk menyatakan obyek-obyek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Kemampuan-kemampuan baru termasuk penggunaan operasi-operasi yang dapat-balik. Pemikiran tidaklagi sentrasi tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidakbegitu dibatasi oleh keegosentrisan.

Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis. Sedangkan akomodasi adalah pemodifa skema-skema yang ada untuk mencocokkannya dengan situasi-situasi baru. Proses pemulihan kesetimbangan antara pemahaman saat ini danpengalaman-pengalaman bar disebut ekuilibrasi. Menurut piaget, pembelajaran bergantung pada proses ini. Saat kesetimbangan terjadi, anak memiliki kesempatan bertumbuh dan berkembang. Guru dapat mengambil keuntungan ekuilibrasi dengan menciptakan situasi yang mengakibatkan ketidak seimnangan dan oleh karena itu menimbulkan keingintahuan siswa (Moshman, dalam slavin, 1994:33).

Tahap sensori motor merupakan tahap awal perkembangan mental anak. Perkembangan mental itu terus bertambah hingga mencapai puncaknya pada tahap operasional formal. Pada tahap operasional formal ini seorang anak sudah dapat berpikir secara abstrak dan logis..

Kemampuan untuk bergaul dengan hal-hal yang bersifat lebih abstrak yang diperlukan untuk mencernakan gagasan-gagasan dalam berbagai mata pelajaran akademik umunya baru terbentuk pada usia ketika siswa duduk di kelas-kelas terakhir sekolah dasar danberkembang lebih lanjut dengan meningkatya usia. Apabila mereka telah mampu menangani konsep-konsep yang lebih abstrak, kemudian mereka ada pada posisi untuk mencernapada pemilihan lingkunga secara lebih rinci, termasuk pemilihan materi pelajaran berdasarkan tapal batas bidang studi yang mempersyaratkan kemampuan berpikir abstrak (hadisubroto,2000:11)

Selanjutnya menurut piaget bahwa anak-anak membangun snediri schemata-skemata dari pengalaman sendiri dengan lingkungannya. Di sini peran guru adalah sebgagai pemberi informasi. Guru perlu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para siswanya (Hadisubroto, 2000:11)

Pada tahap operasional kongkret siswa mulai untuk dapat memandang “dunia” secara objektif dan berorietasi secara konseptual. Berpikir secara operasional kongkret dipandang sebagai tipeberpikir ilmiah. Baik dari hasil penilitian maupun pengalaman praktis menunjukan bahwa siswa kelas 2 smp (usia 11-15 tahun), sebgaian besar siswa mulai bergeser dari sekedar menamai, dan mengelompokan benda-benda menuju kemampuan dalam hal memberikan kesempatan melalui [ersentuhan dengan benda-benda kongkret dalam pengajaran sains, siswa pada tahap opersional kongkret memulai untuk variable secara bermakna, dapat memahami dan mencatat data pada tabel, membentuk dan memahami hubungan sederhana, menggunakan apa yang mereka tahui untuk membuat inferansi langsung, dan prediksi serta menggeneralisasi, suatu gejala dari pengalaman yang sering mereka jumpai, (depdiknas, 2002 :11).

Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Selain itu, ia juga berkeyakinan bahwa interaksi social dengan teman sebaya, khusunya beragumentasi, berdiskusi, membantu memperjelas peikiran, yang pada akhirnya, membuat pemikiran itu menjadi lebih logis (Nur, 1998:9)

Guru dapat menciptakan suatu keadaan atau lingkungan belajar yng meamdai agar siswa dapat menemukan pengalaman-pengalaman nyata dan terlibat langsung dengan alat dan media. Peraan guru sangat pentng untuk menciptakan situasi belajar sesuai dengan teori piaget. Beberapa implikasi teori piaget dala pembelajaran, emnurut slavin (dalam Nur, 1998:27), sebagai berikut :

  1. Memfokuskan pada proses berpikir anak, tidak sekedar pada produknya. Disamping itu dalam pengecekkan kebanaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sampai pada jawaban tersebut.
  2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam insiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran
  3. Penerimaan perbedaan individu dalam kemajuan perembangan. Bahwa seuruh siswa berkembang melalui urutn perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya pada kecepatan yang berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya khusus untuk lebih manata kegiatan-kegiatan kelas untuk individu-individu dan kelompok-kelompok kecil anak-anak dari pada kelompok klasikal. Mengutama peran siswa dalam inisiatif sendir dan keterlibaan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas tidak menyajikan pengetahuan jadi melainkan anak didorong untuk menemukan sendiri pengethuan itu melalui interaksi degan lingkungannya. Oleh karena itu, guru dituntut untuk memperisapkan beraneka ragam kegitan yang memungkinkan anak melakukan kegiatan secara langsung.
Dari impilaksi teori piaget diatas, jelaslah guru harus mampu menciptakan keadaan pembelajaran yang mampu untuk belajar sendiri. Artinya guru tidak sepenuhnya mengajarkan suatu bahan ajar kepada pembelajar, tetapi guru dapat membangun pembelajar yang mampu belajar dan terlibat aktif dalam belajar

2. Teori pembelajaran konstruktivisme

Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide (slavin,1994).

Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan siswa kesempatan untuk memunculkan ide-ide mereka sendiri, dan membelajarkan siswa dengan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat member siswa anak tangga yang membawa siswa kepemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus mamanjatnya. (slavin,1994:225).
Penilaian pembelajaran tematik
Esensi dari teori konstruktivitas adalah ide bahwa harus siswa sendiri yang menemukan dan mentransformasikan sendri suatu informasi kompleks apabila mereka menginginkan informasi itu menjadi miliknya. Kontruktivitasme merupakan suatu pendapat yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan sautu proses diaman anak secaara aktif membangun system arti dan pemahamana terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka. Menurut pandangan konstruktivitasme anak secara aktif membangun pengetahuan dengan cara terus menerus mengasimlasi dan mengkomodasi informasi baru, dengn kata lain kontruktivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif siswa dalam mebangun pemahaman mereka tentag realita (slavin,1994:225)


Pendekatan kontruktivis dalam pengajaran menerapkan pembelajaran koopertif secara intensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temannya. (slavin,1994)

Contoh aplikasi pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran adalah siswa belajar bersama dalam kelompk-kelompok kecil dan saling membantu satu sam lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa, campuran siswa berkemapuan tinggi, sedang dan rendah. Siswa tetap berada dalam kelompoknya selama beberapa minggu. Mereka diajarkan keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik didalam kelompoknya, selama kerja dalam kelompk, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang ditugaskan guru dan saling membantu teman sekelompk guru berkeliling memberikan pujian kepada sekelompok yang sedang bekerja denga baik, dan memberikan bimbingan kepada kelompok yang engalami kesulitan.

Berpijak pada uraian di atas, maka dasarnya aliran konstuktivisme menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci untama dari belajar bermakna. Belajar bermakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membac buku tentang pengalaman orang lain.

Belajar menurut pandangan kontruktivis merupakan hasil konstruksi kognitif melalui kegiatan seseoran gpandangan ini member penekanan bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri (suparno,1997:18)

Para ahli kontruktivis beranggapan bahwa satu-satunya alat yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahi sesuatu adalah inderanya. Seseorang berinterkasi dengan objek dan lingkungannya dengan melihat, mendengar, mencium, menjamah, dan merasakannya, hal ini penampakan pengetahuan lebih menunjuk pada pengalaman seseorang aka dunia daripada dunia itu sendiri.

Prinsip-prinsip yang sering diambil dari kuntruktivisme menurut suparno . Antara lain :

1) Pengetahuan dibangun siswa secara aktif.
2) Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa.
3) Mengajar adalah membantu siswa belajar.
4) Tekanan pada proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir.
5) Kurikulum menekankan partisipasi siswa dan,
6) Guru sebagai fasilitator.

Secara umum, prinsip-prinsip tersebut berperan sebagai referensi dan alat refleksi krisis terhadap praktik, pembaharuan, dan perancanaan pendidikan.

3. Teori Vygotsky

Teori vygotsky merupakan salah satu teori penting dalam psikologi perkembangan. Teori vygotsky menekankan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran.

Menurut vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau berada dalam jangkauan zone of proximal development (wilayah perkembangan proksimal). Contoh dalam pembelajaran yaitu ketika akan membelajarkan materi hokum pembiasan cahaya, seperti siswa sudah memahami bahwa lintasan cahaya pada medium homogen adalah lurus, siswa dapat memberikan contoh-contoh pembiasan dan pemantulan cahaya pada kehidupan sehari-hari.

Dengan memiliki persyaratan pengetahuan seperti itu. Maka dalam menyampaikan materi hokum pembiasan cahaya akan lebih mudah difahami siswa, disamping pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa.

Zone of proximal depelopment adalah perkembangan sedikit diatas perkembangan seseorang saat ini, vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu. Sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap kedalam individu tersebut (slavin 1994 : 49).

Ide penting lain yang diturunkan dari teori vygotsky adalah scaffolding, yang berarti memberikan jumlah bantuan untuk seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar, segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat merupakan petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah terhadap langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, ataupun yang lain sehingga memungkinkan siswa tumbuh mandiri. (slavin, 1994 49). Contoh dalam pembelajaran adalah : pada pembelajaran eksperimen untuk membuktikan hokum pemantulan cahaya, guru dapat memberikan bantuan eksperimen. Atau bantuan berupa diskusi tentang rangkuman materi yang terkait dengan pemantulan cahaya. ada dua implikasi utama teori vygotsky dalam pembelajaran sains. Pertama, dikehendakinya susunan berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga dapat berinteraksi disekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif didalam strategi yang masing-masing zone of proximal depelopment mereka. Kedua, pembelajaran pvygotsky dalam pengajaran scaffolding sehingga siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri. (slavin, 1994 94).

4. Teori bandura

Pemodelan merupakan konsep dasar teori pembelajaran social dikembangkan oleh albert bandura. Menurut bandura sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan selektif dan mengingat tingkah laku orang lain (arends 1997 69).

Seseorang belajar teori ini dengan mengamati tingkah laku orang lain (model). Hasil pengamatan dimantapkan dengan menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau mengulang –ulang kembali. Dengan jalan ini , memberi kesempatan kepada orang tersebut untuk mengekspresikan tingkah laku yang dipelajarinya.


Berdasarkan pola perilaku tersebut, selanjutnya bandura mengklasifikasi 4 fase belajar pemodelan yaitu :

Fase atensi : fase pertama dalam pembelajaran pemodelan memberikan perhatian kepada suatu model. Pada umumnya seseorang memberikan perhatian pada modelmodel yang menarik, popular , atau yang dikagumi. Dalan pembelajaran guru yang bertindak sebagai modelnya harus dapt menjamin agar siswa dapat memberikan perhatian kepada bagian yang penting dalam pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan menyajikan materi pelajaran secara jelas dan menarik. Memberikan penekanan pada bagian penting. Atau dengan mendemonstrasikan suatu kegiatan. Disamping suatu model harus memiliki daya tarik (woolfolk, 1993). Misalnya untuk menjelaskan bagian penting bola mata guru harus menyiapkan model gambar mata. Dengan variasi mata yang beragam sehingga bagian mata tersebut tampak jelas sehingga siswa termotivasi untuk mempelajarinya.

Fase retensi : menurut gredler , (dalam sudibyo , e 2001 : 5). Fase ini bertanggung jawab pada pengkodean tingkah laku model dan menyimpan kode-kode itu didalam ingatan (memory jangka panjang). Pengkodean adalah proses pengubahan pengalaman yang diamati menjadi kode memori. Arti penting dari fase ini adalah bahwa si pengamat tidak akn mendapat manfaat dari tingkah laku yang diamati ketika model tidak hadir. Kecuali apabila tingkah laku itu dikode dan disimpan dalam ingatan untuk digunakan dalam waktu kemudian.

Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang guru harus menyiapkan waktu pelatihan, memungkinkn sisw mengulang keteramilan baru secara bergiliran, baik secara fisik maupun secara mental. Misalnya mereka dapat memvisualisasikan sendiri tahap-tahap yang telah didemonstrasikan dalam menggunakan busur, atau penggaris sebelum benar-benar melakukannya.

Fase reproduksi : difase ini kode-kode dalam memory membimbing penampilan sebenarnya dari tingkah laku yang diamati. Derajat tinggi dalam pembelajaran mengamati adalah apabila tindakan terbuka mengikuti pengulangan secara mental. Fase reproduksi dipengaruhi oleh tingkat perkembangan individu.

Mengizinkan model untuk melihat apakah komponen-komponen urutan tingkah laku sudah dikuasai oleh sipengamat. Pada fase ini juga hendaknya si model memberikan umpan balik terhadap aspek-aspek yang sudah benar ataupun pada hal-hal yang masih salah dalam penampilan.

Fase motivasi : ada fase ini pengamat termotivasi untuk meniru model, sebab mereka merasa bahwa dengan berbuat seperti model mereka akan memperoleh penguatan. Memberikan penguatan untuk suatu tingkah laku tertentu akan memotivasi pengamat untuk berunjuk perbuatan. Aplikasi fase motivasi didalam kelas dalam pembelajaran pemodelan sering berupa pujian atau pemberian nilai.

5. Teori bruner

Jerome bruner, seorang ahli psikologi havard adalah salah satu pelopor pengembangan kurikulum terutama dengan teori yang dikenal dengan pembelajaran penemuan {inkuiri}.

Teori bruner yang selanjutnya disebut pembelajaran penemuan. Adalah suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi (ide kunci). Dari ssuatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya dan nilai dari berfikir secara induktif dalam belajar ( pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi). Menurut bruner, belajar akan lebih bermakna bagi siswa jika mereka memusatkan perhatiannya untuk memahami struktur materi yang dipelajari. Untuk memperoleh informasi siswa harus aktif dimana mereka harus mengidentifikasi sendiri konsep-konsep kunci daripada hanya menerima penjelasan dari guru. Oleh karena itu guru harus memunculkan masalah yang mendorong siswa untuk melakukan kegiatan penemuan. Dalam pembelajaran melalui penemuan, guru memberikan contoh dan siswa bekerja berdasarkan contoh tersebut sampai menemukan hubungan antar bagian dari struktur materi (woolfolk 1997 : 317).

Aplikasi ide-ide bruner dalam pembelajaran menurut woolfolk 1997 320. Digambarkan sebagai berikut :


1) Memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep yang dipelajari.
2) Membantu siswa mencari hubungan antar konsep.
3) Mengajukan pertanyaan dan membiarkan siswa mencari sendiri jawabannya.
4) Memdorong siswa untuk membuat dugaan yang bersifat intuitif.

DAFTAR PUSTAKA

Trianto, 2009. Mengembangkan Model pembelajaran Tematik, Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya.

Terima Kasih atas kunjungan anda, jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar atas postingan ini...

Post a Comment