KEPALA SEKOLAH SEBAGAI PEMIMPIN PENDIDIKAN
Table of Contents
A. Kepala
Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan
Petters dan Austin
(Sallis, 2006: 170-171)
memberikan pertimbangan spesifik
pada kepemimpinan pendidikan dalam sebuah bab yang berjudul Excellence
in School Leadership. Mereka memandang bahwa kepala sekolah sebagai
pemimpin pendidikan membutuhkan perspektif-perspektif berikut ini.
1.
Visi dan
Simbol-simbol. Kepala sekolah
harus mengkomunikasikan nilai-nilai institusi kepada para staf, para
pelajar, dan kepada komunitas yang lebih luas.
2.
MBWA
( management by walking about)
atau manajemen dengan
melaksanakan adalah gaya kepemimpinan yang dibutuhkan bagi sebuah
institusi.
3.
Untuk para
pelajar. Istilah ini
sama dengan “dekat
dengan pelanggan”. Ini memastikan bahwa
institusi memiliki fokus
yang jelas terhadap
pelanggan utamanya.
4.
Otonomi, eksperimentasi, dan
antisipasi terhadap kegagalan.
Pemimpin pendidikan harus
melakukan inovasi di
antara staf-stafnya dan
bersiap-siap mengantisipasi
kegagalan yang mengiringi inovasi tersebut.
5.
Menciptakan
rasa kekeluargaan. Pemimpin harus menciptakan rasa kekeluargaan di antara para
pelajar, orang tua, guru, dan staf institusi.
6.
Ketulusan,
kesabaran, semangat, intensitas, dan antusiasme adala h sifat-sifat yang
merupakan mutu personal
esensial yang dibutuhkan
pemimpin lembaga pendidikan.
Dari penjelasan di
atas, tampak jelas
bahwa kepala sekolah
sebagai pemimpin pendidikan dalam sebuah kelembagaan pendidikan harus
mengusahakan inisiatif untuk bermutu
sebagai wujud usaha
membangun sistem pendidikan
di sekolahnya. Masalahnya, apakah
peran kepala sekolah
sebagai pemimpin pendidikan dalam
sebuah kelembagaan sudah
mengusahakan inisiatif bermutu, termasuk mutu terpadu (Total quality
management)? Terkait dengan
mutu perlu memperhatikan
fungsi utama kepala
sekolah sebagai pemimpin pendidikan yang disampaikan oleh Sallis (2006: 173-174),
yaitu sebagai berikut:
1.
memiliki
visi mutu terpadu bagi institusi;
2.
memiliki
komitmen yang jelas terhadap proses peningkatan mutu;
3.
mengkomunikasikan
pesan mutu;
4.
memastikan
kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan praktek institusi;
5.
mengarahkan
perkembangan karyawan;
6.
berhati-hati
dengan tidak menyalahkan orang lain tanpa bukti-bukti yang nyata;
7.
memimpin
inovasi dalam institusi;
8.
mampu memastikan
bahwa struktur organisasi
secara jelas telah
mendefinisikn tanggungjawab dan mampu mempersiapkan delegasi yang tepat;
9.
memiliki komitmen
untuk menghilangkan rintangan,
baik yang bersifat organisasional maupun kultural;
10. mengembangkan mekanisme
yang tepat untuk
mengawasi dan mengevaluasi kesuksesan.
Selanjutnya
kaitannya dengan kepala
sekolah dalam kepemimpinan pendidikan di
sekolah tentunya berhubungan
dengan aspek prilaku kepemimpinan pendidikan dalam
memperdayakan para guru
untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya. Sedangkan hubungannya
pemberdayaan guru dengan
pemberian wewenang untuk meningkatkan
kualitas pembelajarannya banyak
diungkap oleh Stanley Spanbauer
sebagai ketua Fox Valley
Technical College yang
telah memperkenalkan
manajemen mutu terpadu
sekolah kejuruan di
Amerika Serikat. Menurut pendapat
Spanbauer (Sallis 2006:
174-175) yang secara
garis besarnya adalah senagai
berikut:
1.
Dalam pendekatan
berbasis mutu, kepemimpinan
di sekolah bergantung
pada pemberdayaan para guru dan staf lain yang terlibat dalam proses
pembelajaran. Para guru diberi
wewenang untuk mengambil
keputusan sehingga mereka memiliki tanggungjawab
yang besar. Mereka
diberi keleluasaan dan
otonomi untuk bertindak.
2.
Komitmen
jauh lebih penting dari sekedar menyampaikan pidato tahunan tentang betapa pentingnya
mutu dalam sekolah.
Komitmen menghendaki kemajuandengan metode
dan cara yang
baru. Komitmen memerlukan
tinjauan ulang terhadap masing-masing
dan setiap tindakan.
3.
Pemimpin
institusi pendidikan harus memandu dan membantu pihak lain dalam
mengembangkan karakteristik yang
serupa, sehingga melahirkan
lingkungan kerja yang interaktif.
4.
Pemimpin
harus menjalankan dan membicarakan mutu serta mampu memahami bahwa perubahan
terjadi sedikit demi sedikit, bukan dengan serta merta.
5.
Pemimpin
memiliki peran yang
sangat penting dalam memandu
guru dan para administrator untuk bekerja sama dalam
satu kelompok tim.
Jika diperhatikan tampak bahwa arahan Spanbauer
tersebut sangat berkaitan dengan
perlunya kepala sekolah sebagai pemimpin
bagi pemberdayaan. Beliau telah menyampaikan pengarahan
bagi kepemimpinan kepala
sekolah tentang perlunya kemampuan menciptakan lingkungan
pendidikan yang baru dan komitmen terhadap kemajuan dalam membangun sistem
pendidikan.
Selanjutnya
dalam kesimpulan aspek
penting peran kepala
sekolah sebagai pemimpin
pendidikan dalam memberdayakan guru menurut Spanbauer (Sallis, 2006: 176-177)
mengharuskan para kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan:
1.
Melibatkan para
guru dan seluruh
staf dalam aktivitas
penyelesaian masalah, dengan
menggunakan metode ilmiah, prinsip-prinsip mutu statistik dan kontrol proses.
2.
Memilih untuk
meminta pendapat mereka
tentang berbagai hal
dan tentang bagaimana cara
mereka menjalankan proyek
dan tidak sekedar
menyampaikan bagaimana seharusnya mereka bersikap.
3.
Menyampaikan sebanyak
mungkin informasi manajemen
untuk membantu pengembangan dan
peningkatan komitmen mereka.
4.
Menanyakan pendapat
staf tentang sistem
dan prosedur mana
saja yang menghalangi mereka
dalam menyampaikan mutu kepada
pelanggan, pelajar, orang tua,
dan partner kerja.
5.
Memahami bahwa
keinginan untuk meningkatkan mutu
para guru tidak sesuai dengan pendekatan manajemen top down.
6.
Memindahkan tanggungjawab
dan kontrol pengembangan
tenaga professional langsung kepada guru dan pekerja teknis.
7.
Mengimplementasikan komunikasi
yang sistematis dan
kontinyu di antara tiap orang yang terlibat di sekolah.
8.
Mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah serta negoisasi dalam rangka menyelesaikan konflik.
9.
Memiliki sikap
membantu tanpa harus
mengetahui semua jawaban
bagi setiap masalah dan tanpa rendah diri.
10. Menyediakan materi
pembelajaran konsep mutu
seperti membangun tim, manajemen proses, pelayanan pelanggan,
komunikasi serta kepemimpinan.
11. Memberikan teladan yang baik dengan
cara memperlihatkan karakteristik yang diinginkan dan
menggunakan waktu untuk
melihat-lihat situasi dan
kondisi institusi dengan mendengarkan keinginan guru dan pelanggan lai
nya.
12. Belajar untuk berperan sebagai pelatih
dan bukan sebagai bos.
13. Memberikan otonomi dan berani mengambil
resiko.
14. Memberikan perhatian
yang berimbang dalam
menyediakan mutu bagi
para pelanggan eksternal (pelajar, orang tua, dan lainnya), dan kepada
para pelanggan internal (pengajar, guru, dan pekerja lainnya).
Dari pendapat di
atas, tentunya banyak
yang didapat dan
harus menjadi catatan penting
untuk ditindaklanjuti oleh
kepala sekolah sebagai
manajer pendidikan untuk membangun
kualitas dan standardisasi
pendidikan nasional. Namun tentunya
kesemua ini kembali
pada niat dan
motivasi para kepala sekolah sebagai pimmpinan
pendidikan itu sendiri.
Dalam hal ini
tentunya harus menjadi kesadaran diri bagi setiap pemimpin
dalam membangun kelembagaan pendidikan
di tanah air ini.
B. Kompetensi
Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan
Ada beberapa kompetensi
yang dituntut untuk
dimiliki oleh setiap
kepala sekolah sebagai pimpinan
pendidikan yang diharapkan dapat mencapai keberhasilan sekaligus sebagai
jawaban dalam membangun
standarisasi pendidikan
nasional di era global.
Garis besar catatan
penting yang disampaikan
oleh Hoy, dkk. (Syafaruddin 2002:
63-66) terkait dengan
daftar sejumlah kompetensi
yang diperlukan dalam penerapan manajemen mutu terpadu untuk pemimpin pendidikan termasuk kepala
sekolah adalah sebagai berikut:
1.
Visi, yaitu
(a) kemampuan mengajukan
tujuan dan sasaran
sesuai keinginan sekolah, (b)
kemampuan untuk melaksanakan kebutuhan sementara dalam situasi tertentu, (c)
kemampuan memprediksi kebutuhan sesuai tugas, (d) menghasilkan keaslian, mengungkapkan
imajinasi untuk mengidentifikasi tugas,
dan (e) kemampuan mendemonstrasikan suatu
kesadaran tentang dimensi
nilai dan kesiapan terhadap
tantangan asumsi.
2.
Keterampilan
perencanaan, yaitu (a) kemampuan merencanaan pencapaian target, (b) kemampuan
menilai urutan alternatif
strategis sebelum pelaksanaan
suatu rencana, (c) kemampuan
menyadari jadwal yang sesuai,
(d) kemampuan menentukan prioritas,
(e) kemampuan menganalisis
elemen penting, dan (f)
kemampuan mengembangkan secara
detail dan urutan
logis rencana untuk mencapai sasaran.
3.
Berpikir
kritis, yaitu: (a) kemampuan berpikir analitis dan kritis, (b) kemampuan
menerapkan konsep dan prinsip, dan (c) kemampuan membedakan berpikir rutin dan
berpikir analitis.
4.
Keterampilan
kepemimpinan, yaitu: (a) kemampuan mengarahkan tindakan dari semua orang
menuju sasaran yang
disepakati, (b) menstruktur
interaksi untuk menjangkau tujuan,
(c) memimpin penyebaran
secara efektif semua
sumber daya, (d) keinginan
menerima tanggungjawab untuk
tindakan secara bersama dan
untuk mencapai tujuan,
dan (e) kemampuan
bertindak secara meyakinkan dalam situasi yang sesuai.
5.
Keteguhan
hati, yaitu (a) kesiapan membuat suatu urutan strategi untuk mencapai
solusi masalah, (b)
kemampuan untuk mendemonstrasikan suatu
komitmen terhadap tugas, dan (c) kamampuan
untuk mengenali kapan
iklim yang diperlukan memberikan
respon yang fleksibel.
6.
Keterampilaan mempengaruhi,
yaitu: (a) kemampuan
untuk memberikan pengaruh atas
yang lain dengan
tindakan atau keteladanan,
(b) kemampuan untuk memperoleh
keterlibatan yang lain
dalam proses manajemen,
(c) membujuk staf untuk
menyeimbangkan kebutuhan individual
dan kebutuhan organisasi, dan (d)
membujuk personel untuk memperhatikan keluasan berbagai pilihan.
7.
Keterampilan
hubungan interpersonal, yaitu: (a) kemampuan
membangun dan memelihara hubungan positif, (b) kemampuan merasakan
kebutuhan, perhatian dan keadaan pribadi
dari orang lain, (c) kemampuan mengenali
dan menyelesaikan konflik, (d)
kemampuan menggunakan keterampilan
dan mendengarkan secara efektif,
(e) kemampuan memberitahukan, menginterpratasi, merespon
prilaku non-verbal, (f)
kemampuan menggunakan secara efektif
urutan komunikasi lisan
dan tulisan, dan (g) kemampuan memberikan umpan balik yang sesuai
dalam suasana yang sensitif.
8.
Percaya
diri, yaitu: (a) kemampuan untuk merasa yakin akan potensi pribadi dan
penilaian, (b) kemampuan
mendemonstrasikan prilaku tegas
tanpa menggerakkan
permusuhan, (c) kemampuan
menyusun dan menerima
umpan balik dari kinerja
seseorang dan gaya
manajemen, (d) kemampuan menyampaikan tantangan
kepada orang lain
agar menata sikap
percaya diri mereka, dan (e) kemampuan
menyampaikan umpan balik
untuk mengembangkan percaya diri.
9.
Pengembangan, yaitu:
(a) kemampuan untuk
secara aktif menemukan
cara mengembangkan kemampuan pribadi, (b) kemampuan mendemonstrasikan
suatu pengertian mengenai bentuk pembelajaran diri yang lain, (c) kemampuan
secara aktif menatap peluang untuk menangani pertumbuhan dalam diri dan yang
lain, (d) kemampuan untuk memasuki
pengembangan kebutuham. (e)
kemampuan melakukan
rancangan, melaksanakan dan
mengevaluasi program
pengembangan, dan (f)
kemampuan untuk mengimplementasikan iklim
yang kondusf dan positif untuk pertumnuhan dan pengembangan organisasi.
10. Empati,
yaitu: (a) kemampuan
mengungkapkan kesadaran tentang
kebutuhan kelompok dan kebutuha
seorang anggota, (b)
kemampuan mendengarkan dan berkomunikasi dalam suasana yang
konstruktif, dan (c) kemampuan menyatakan hal yang sensitif untuk mempengaruhi
keputusan bagi yang lain.
11. Toleransi terhadap
stres, yaitu (a)
kemampuan menyatakan prilaku yang sesuai dalam keadaan stres, (b)
kemampuan mendemonstrasikan ketabahan/ ulet dalam situasi tertekan,
(c) kemampuan menyisakan
secara efektif suatu
tingkat pekerjaan, (d) kemempuan memelihara keseimbangan antara beberapa
prioritas, dan (e) kemampuan memperhitungkan tingkatan dari stres orang lain.
12. Keterampilan kepala
sekolah sebagai pemimpin
pendidikan sebagaimana
diungkapkan di atas merupakan cakupan yang luas untuk dipenuhi. Oleh karena itu
diperlukan pendidikan, latihan,
dan pengalaman untuk
memantapkan keterampilan memimpin
dari setiap pimpinan
pendidikan termasuk kepala sekolah. Di samping pengetahuan dan pengalaman, maka
latiham-latihan kepemimpinan dan manajemen kelembagaan pendidikan termasuk
sekolah juga sangat diperlukan.
Demikian pula dengan
keberhasilan kepala sekolah
dalam menjalankan tugasnya
adalah dengan mengukur
kemampuannya untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif. Kegiatannya adalah dengan mempengaruhi,
mengajak dan mendorong guru,
murid, dan staf
sekolah untuk menjalankan tugas
masingmasing dengan komitmen
yang tinggi. Terciptanya iklim belajar
mengajar secara tertib, lancar,
dan efektif, tidak
terlepas dari kegiatan manajemen
mutu yang dilakukan kepala
sekolah dalam kapasitasnya sebagai pimpinan di sekolah.
Inovasi apapun dalam
pendidikan, dalam implementasinya terletak
pada kebijakan dan efektivitas
kepemimpinan pendidikan termasuk
kepala sekolah. Perubahan dalam
manajemen kelembagaan pendidikan
atau sekolah kepada manajemen mutu
terpadu dimaksudkan agar
kelembagaan pendidikan semakin efektif dan produktif. Hal ini hanya
akan dicapai jika semua sumber daya personal memiliki pemahaman
dan mampu mererapkan
semua filosofi, prinsip,
dan teknik manajemen mutu terpadu dalam pendidikan. Peningkatan mutu
secara berkelanjutan akan memenuhi kepuasan
pelanggan pendidikan. Kondisi
ini dipandang strategis dalam kepemimpinan
kepala sekolah untuk
membangun standarisasi dalam
sistem pendidikan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Karso. 2008. Problema dan Alternatif Solusi Implementasi
Standar Kepala Sekolah di Tingkat Sekolah Menengah Atas. Makalah Bandung:
Universitas Islam Nusantara.
Sallis, E. (2006). Total Quality Management in Education. London: Kogan Page Limited.
Syafaruddin. (2002). Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan. Jakarta: Grasindo Gramedia, Widia Sarana Indonesia.
Sallis, E. (2006). Total Quality Management in Education. London: Kogan Page Limited.
Syafaruddin. (2002). Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan. Jakarta: Grasindo Gramedia, Widia Sarana Indonesia.
Terima Kasih atas kunjungan anda,
jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar atas postingan ini...
Post a Comment