Mengatasi Kekerasan pada Peserta Didik
Table of Contents
Mengatasi Kekerasan
Di
sekolah, peserta didik yang berbeda latarbelakang maupun kemampuan rentan akan
terjadi diskriminasi dan kekerasan, misalnya, upaya untuk menjauhkan mereka
dari yang lain di dalam sekolah dan kadang-kadang di luar sekolah. Bahkan terjadinya
pelecehan seksual dan kekerasan fisik yang mengakibatkan luka-luka, kematian,
gangguan psikologis, perkembangan fisik yang buruk atau kerugian.
Ada
tiga bentuk tindak kekerasan, yaitu:
- Kekerasan terhadap diri sendiri adalah perilaku membahayakan yang sengaja dilakukan untuk menyakiti diri sendiri, termasuk upaya melakukan bunuh diri.
- Kekerasan antarpribadi adalah perilaku kekerasan antar individu yang berakibat pada hubungan korban-pelaku, misalnya penghinaan dan pelecehan.
- Kekerasan yang diorganisir adalah bentuk perilaku kekerasan yang dilakukan oleh kelompok sosial atau politik yang mempunyai tujuan politik, ekonomi atau sosial. Contoh: konflik agama atau ras yang terjadi di antara kelompok, geng atau mafia.
Penyebab Kekerasan: Kekerasan di Sekolah,
Keluarga, dan Masyarakat
Faktor penyebab pada anak:
- Anak mempunyai kekurangan yang berkaitan dengan pengetahuan, misalnya : sikap cara berfikir, kurang cakap berkomunikasi, dan sebagainya
- Penggunaan NAPZA
- Menyaksikan atau korban kekerasan antarpribadi
- Adanya akses pada penggunaan pistol dan senjata tajam lainnya.
Faktor penyebab pada keluarga:
- Kurangnya kasih sayang dan dukungan orang tua
- Adanya kekerasan di rumah
- Hukuman fisik dan penyiksaan anak
- Memiliki orang tua atau saudara kandung yang terlibat perilaku kriminal
Faktor penyebab yang ada di masyarakat
dan lingkungan lainnya
- Ketidak setaraan ekonomi, urbanisasi dan terlalu padat
- Tingkat pengangguran yang tinggi pada generasi pemuda
- Pengaruh media
- Norma sosial mendukung perilaku kekerasan
- Ketersediaan senjata
Contoh Kegiatan: Pemetaan Kekerasan
Banyak
di antara kita yang tidak berpikir bahwa sekolah dan masyarakat bisa menjadi
tempat terjadinya kekerasan. Tapi sayangnya, banyak kekerasan yang tidak
kelihatan karena korban tidak melaporkannya pada guru. Lagi pula, peristiwa
kekerasan bisa terjadi di luar sekolah, seperti ketika seorang anak dianiaya
atau dilecehkan dalam perjalanan ke sekolah, tapi pengaruhnya dibawa ke sekolah
dan kelas.
Menentukan
tingkat kekerasan di sekolah dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti
dengan bertanya kepada peserta didik untuk menjawab kuesioner dan melibatkan
mereka dalam diskusi kelompok atau melalui pemetaan. Tujuan pemetaan kekerasan
di sekolah adalah untuk menentukan di mana dan kapan kekerasan terjadi, jenis
kekerasan apa yang ada (merusak diri, antarpribadi, terorganisir), dan siapa
yang biasanya menjadi korban dan pelaku.
Proses
pemetaan bisa menjadi alat berharga untuk memonitor dan mengontrol kekerasan,
karena hal ini dapat:
- Mendorong peserta didik, guru dan staf sekolah lainnya untuk mulai membicarakan tentang kekerasan di sekolah, yang dapat mengarah pada pembuatan kebijakan yang lebih efektif.
- Membantu mengevaluasi program intervensi kekerasan yang dibuat untuk mendukung kebijakan melawan kekerasan di sekolah; dan meningkatkan keterlibatan sekolah dalam mengatasi timbulnya kekerasan lainnya.
Untuk
memetakan kekerasan di sekolah, kita dapat menggunakan suatu proses yang serupa
dengan pemetaan sekolah-masyarakat yang diberikan sebelumnya. Mulai dengan
memberikan peta sekolah kepada guru dan peserta didik atau mereka yang dapat
membuat peta sendiri dan minta mereka untuk mengidentifikasi tempat terjadinya
kekerasan. Kemudian kita dapat menganalisis peta ini untuk mengidentifikasi
lokasi terjadinya kekerasan.
Intervensi
dan kebijakan yang diprakarsai dan dilaksanakan guru memegang peranan
penting dalam mengurangi tindak
kekerasan di sekolah. Diskusi kelompok harus diadakan untuk membicarakan
tentang lokasi “titik rawan” kekerasan yang terjadi di sekolah, mengapa
beberapa anak rentan terhadap kekerasan, dan apa yang harus dilakukan untuk
mengurangi kekerasan di lokasi dan di antara peserta didik tersebut.
Meningkatkan
partisipasi anggota masyarakat dalam menghentikan kekerasan yang terjadi di
sekolah juga dapat memperbaiki lingkungan masyarakat. Ini sangat penting,
khususnya apabila kekerasan terjadi di luar lingkungan sekolah, seperti ketika
anak datang atau pulang dari sekolah. Di sini, strategi pemetaan dapat
digunakan untuk memetakan kekerasan di masyarakat dan di sekolah.
Jenis
pemetaan tersebut merupakan langkah pertama yang sangat bagus dalam menjalin
kerja sama dengan anggota masyarakat,
untuk mengidentifikasi mengapa lokasi tertentu menjadi tempat yang paling rawan
kekerasan, untuk mencari solusinya, dan untuk melaksanakan program intervensi
sekolah-masyarakat yang efektif.
Indikasi Peserta Didik yang Dilecehkan
Guru
yang jeli dapat melihat gejala-gejala terjadinya kekerasan pada peserta didik.
Di bawah ini sejumlah karakteristik eksternal yang diperlihatkan peserta didik.
Namun ingat, bahwa beberapa gejala yang muncul mungkin perilaku normal untuk
anak pada waktu itu. Oleh karenanya, penting untuk memperhatikan kebiasaan pola perilaku anak agar mengetahui perilaku
baru yang muncul, perilaku ekstrim atau kombinasi dari karakteristik berikut.
Jika hal ini terbukti, anak harus cepat
dirujuk untuk konseling dan diberi bantuan lainnya yang tepat (seperti akses
terhadap layanan kesejahteraan sosial atau hukum).
Bagaimana Mengidentifikasi Anak yang
Dilecehkan (emosional dan fisik)?
Akibat Anak yang dilecehkan:
- Takut akan hubungan antar pribadi atau terlalu mengalah/tunduk
- Menarik diri, agresif atau aktif secara abnormal (hiperaktif);
- Seringkali lesu atau mudah marah, memisahkan diri; atau
- Tidak ada rasa sayang atau terlalu menunjukkan rasa sayang (disalahartikan-merayu).
Gejala Fisik:
- Memar, luka bakar, bekas luka/goresan, bilur, tulang patah, luka-luka yang terus ada atau tak ketahuan penyebabnya;
- Penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual; atau
- Luka, pendarahan, atau gatal-gatal di sekitar kelamin.
Perilaku dan Kebiasaan:
- Mimpi buruk;
- Takut pulang ke rumah atau ke tempat lain;
- Takut berada dekat pada orang tertentu;
- Kabur dari sekolah;
- ”Nakal”; atau
- Suka berbohong.
Perilaku yang tidak sesuai dengan
perkembangan umur:
- Mengisap jempol;
- Aktivitas atau kesadaran seksual termasuk pelacuran;
- Penyimpangan seksual;
- Mengompol;
- Penyalahgunaan alkohol atau zat lainnya;
- Menyerang anak yang lebih muda; atau
- Memikul tanggung jawab orang dewasa.
Perilaku berkaitan dengan pendidikan:
- Rasa ingin tahu, imajinasi yang ekstrim;
- Kegagalan akademis;
- Tidur di kelas; atau
- Ketidakmampuan berkonsentrasi
Indikator emosional:
- Depresi;
- Fobia (ketakutan yang berlebihan, misalnya takut kegelapan, takut toilet umum, dll.);
- Melukai diri sendiri;
- Melukai atau membunuh binatang; atau
- Reaksi spontanitas dan kreatifitas berkurang.
Tanda-tanda Peserta Didik yang Rentan
Kekerasan
Di
bawah ini beberapa karakteristik anak yang rentan dan apa yang harus dilakukan
untuk membantu peserta didik tersebut.
Bagaimana Mengidentifikasi dan
Membantu Anak yang Rentan Kekerasan?
Faktor yang memungkinkan Peserta didik
rentan terhadap kekerasan:
- Keluarga yang tidak harmonis;
- Orang tua yang menyalahgunakan zat adiktif atau menderita gangguan mental;
- Pengabaian;
- Perilaku tak pantas atau agresif di kelas;
- Gagal atau kurang bertanggung jawab pada sekolah;
- Kecakapan sosial yang terbatas;
- Ikut teman yang menggunakan alkohol atau narkoba atau ikut serta dalam perilaku yang beresiko lainnya;
- Status ekonomi yang rendah; atau
- Perilaku yang menunjukkan pemakaian narkoba, alkohol atau rokok pada usia dini.
Faktor positif yang dapat membantu
mengurangi risiko:
- Ikatan keluarga yang kuat, keterlibatan keluarga dalam kehidupan anak;
- Sukses di sekolah;
- Kecakapan sosial yang baik;
- Aktif dalam kegiatan masyarakat setempat; atau
- Membangun hubungan yang baik setidaknya dengan satu orang dewasa seperti guru.
Sekolah bisa membantu dengan melakukan
beberapa hal sebagai berikut:
- Meningkatkan hubungan yang mendukung dan aman;
- Hadir di sekolah secara teratur dan bermakna;
- Mengembangkan kecakapan pribadi dan sosial;
- Meningkatkan kecakapan akademis;
- Membangun jaringan sosial yang suportif;
- Mendorong nilai-nilai positif;
- Mengajarkan pemahaman bagaimana mengakses informasi;
- Menyampaikan pemahaman bagaimana menunda keterlibatan penggunaan NAPZA atau perilaku beresiko lainnya; atau
- Memfasilitasi akses terhadap konseling.
Cara Mencegah Kekerasan di antara
Peserta Didik
Langkah-langkah untuk mencegah
kekerasan di sekolah.
- Buat peraturan yang tegas dan konsisten terhadap perilaku agresif.
- Didik peserta didik dengan pola perilaku yang sehat dan tanpa kekerasan.
- Pelajari dan terapkan pola tanpa kekerasan untuk menegakkan kedisiplinan dan terus mengoreksi ketika anak berperilaku tidak pantas (menggunakan kedisiplinan/hukuman fisik mengajarkan anak bahwa agresi merupakan bentuk kontrol yang benar).
- Perlihatkan diri kita sebagai contoh panutan yang baik untuk mengatasi konflik tanpa kekerasan.
- Tingkatkan komunikasi yang baik dengan anak kita (seperti mau mendengarkan).
- Laksanakan supervisi tentang keterlibatan anak yang berhubungan dengan media, sekolah, kelompok teman sebaya, dan organisasi masyarakat.
- Berikan harapan yang sesuai untuk semua anak.
- Dorong dan puji anak ketika selesai membantu orang lain dalam memecahkan masalah tanpa kekerasan.
- Identifikasi masalah narkoba, alkohol atau zat adiktif lainnya.
- Ajarkan mekanisme yang tepat untuk mengatasi situasi krisis.
- Minta bantuan dari para ahli (sebelum terlambat)
- Arahkan upaya masyarakat untuk melakukan analisis kekerasan di sekolah dan masyarakat (seperti melalui pemetaan) dan untuk mengembangkan layanan dukungan berbasis masyarakat dan sekolah yang diimplementasikan secara efektif.
- Berikan kesempatan anak untuk melatih kecakapan hidup (Life Skills) khususnya bagaimana memecahkan masalah tanpa kekerasan.