Perkembangan IPS di Indonesia

Table of Contents
sejarah ips di Indonesia

IPS sebagai sebuah bidang keilmuan yang dinamis, karena mempelajari tentang keadaan masyarakat yang cepat perkembangannya, tidak lepas dari perkembangan. Pengembangan kurikulum IPS merupakan jawaban terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat yang akan mempelajarinya. Perkembangan IPS di Indonesia dilatarbelakangi oleh beberapa hal berikut.
  1. Pengalaman hidup masa lampau dengan situasi sosialnya yang labil memerlukan masa depan yang lebih mantap dan utuh sebagai suatu bangsa yang bulat.
  2. Laju perkembangan pendidikan, teknologi, dan budaya Indonesia memerlukan kebijakan pendidikan pengajaran yang seirama dengan laju perkembangan tersebut.
  3. Agar output pendidikan persekolahan benar-benar lebih relevan dengan tuntutan masyarakat yang ia akan menjadi bagiannya dan materi yang dimuat dalam kurikulum atau dipelajari peserta didik dapat bermanfaat.
Segi lain yang menyebabkan dikembangkannya kurikulum IPS sebagai mata pelajaran wajib bagi setiap anak didik adalah menyiapkan mereka kelak apabila terjun ke dalam kehidupan masyarakat. Sejak diberlakukan kurikulum tahun 1964 sampai kurikulum 1968, program pengajaran ilmu-ilmu sosial masih menggunakan cara-cara (pendekatan) tradisional. Ilmu sosial seperti sejarah, geografi (ilmu bumi), dan ekonomi masih disajikan secara terpisah. Sejumlah ahli menyadari bahwa sebenarnya sistem tersebut telah usang dan tidak relevan.

Terkait dengan pengembangan kurikulum IPS, seorang ahli pendidikan, guru besar pada IKIP Malang, Prof. Dr. Soepartinah Pakasi, dapat dianggap sebagai penganut sosial studies yang pertama di Indonesia. Pada tahun 1968 beliau menerapkan pola pengajaran sosial studies pada sekolah percobaan IKIP Malang yang dipimpinnya.


Dalam penerapannya, guru-guru social  studies di sekolah-sekolah tersebut disamping diberi pedoman pelatihan keterampilan secara khusus juga didampingi oleh sebuah regu dosen jurusan sejarah, geografi, dan ekonomi. Dalam lingkup nasional ide-ide untuk menerapkan pengajaran sosial studies mulai ramai diperbincangkan sekitar tahun 1971/1972. Untuk menyongsong dilaksanakannya pengajaran sosial studies, telah dilaksanakan seminar-seminar sosial seperti "Seminar Sejarah" di Yogyakarta pada tahun 1971, "Seminar Geografi" di Semarang pada tahun 1972, dan seminar "Kependudukan" di Bandung pada tahun 1973.

Pada tahun 1972, oleh Badan Penelitian Pendidikan (sekarang menjadi Badan Penelitian Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan = BP3K) di Jakarta Diselenggarakan pertemuan para ahli pendidikan berbagai disiplin ilmu dari IKIP dan lembaga-lembaga lain untuk membahas masalah rencana pembaharuan kurikulum sekolah di Indonesia. Pertemuan tersebut menyepakati penerapan prinsip kerja kurikulum Broadfield untuk mata pelajaran ilmu-ilmu sosial, yaitu sistem kurikulum yang mengelompokkan mata pelajaran sejenis yang menjadi satu bidang studi. Disepakati pula untuk mata pelajaran kemasyarakatan (ilmu sosial) seperti sejarah, geografi, ekonomi dan lain-lain dikelompokkan dalam satu bidang studi dengan nama Ilmu Pengetahuan Sosial.

Pemaduan ilmu-ilmu sosial menjadi bidang studi IPS diterapkan pada kurikulum 1974 untuk 8 buah proyek perintis sekolah pembangunan (PPSP). Setahun kemudian nama bidang studi IPS resmi memperoleh status formal melalui pembakuan kurikulum 1975 untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah

Post a Comment