Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Table of Contents
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar tidak terlepas dari empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kemampuan berbahasa sangat penting bagi manusia, sebagai makhluk sosial, manusia perlu berinteraksi dengan sesama manusi lainnya dengan menggunakan bahasa sebagai media, baik secara lisan maupun tulisan.
Keterampilan berbahasa yang dilakukan manusia yang berupa menyimak, berbicara, membaca, dan menulis yang dimodali kekayaan kosakata, yaitu aktivitas intelektual, karya otak manusia yang berpendidikan.
Kemampuan berbahasa bukanlah insting, tidak dibawa sejak lahir, melainkan didapat dari hasil belajar sampai terampil berbahasa untuk kebutuhan berkomunikasi.
Dalam kelakuan interaksi, penggunaan bahasa dapat dibedakan menjadi dua, yakni lisan dan tulisan. Agar individu dapat menggunakan bahasa dalam suatu interaksi, maka harus memiliki kemampuan berbahasa. Kemampuan tersebut digunakan untuk mengkomunikasikan pesan yang dapat berupa ide (gagasan), keinginan, kemauan, perasaan, ataupun interaksi.
Ada lima faktor yang harus dipadukan dalam berkomunikasi, sehingga sebuah pesan dapat dinyatakan atau disampaikan, yaitu struktur pengetahuan, kebahasaan, strategi produktif, mekanisme psikofisik, dan konteks.
Kemampuan berbahasa lisan berupa berbicara dan menyimak, sedangkan kemampuan bahasa tulisan berupa kemampuan membaca dan menulis. Saat manusia berkomunikasi secara lisan, maka ide-ide, pikiran, gagasan, dan perasaan dituangkan dalam bentuk kata agar dapat dipahami oleh lawan bicara.
Pada saat anak memasuki usia TK (taman kanak-kanak) mereka dapat berkomunikasi dengan sesama dalam kalimat berita, kalimat tanya, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat lainnya.
Pada usia TK, anak telah dianggap memiliki kosakata yang cukup untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Mereka lebih mengungkapkan dalam bentuk lisan dibandingkan tulisan. Pola bahasa yang digunakan anak TK merupakan tiruan bahasa orang dewasa.
Pada saat memasuki usia sekolah dasar, anak-anak terkondisikan untuk mempelajari bahasa tulis. Pada masa ini anak dituntut untuk berfikir lebih dalam lagi sehingga dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak.
Menulis merupakan kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan sebuah pesan dalam bentuk tulisan. Keterampilan ini berkaitan dengan kegiatan seseorang dalam memilih, memilah, dan menyusun pesan untuk ditransaksikan melalui bahasa tulis.
Menurut Cahyani dan Hodijak (2007:127), pesan yang ditransaksikan itu dapat berupa wujud ide (gagasan), kemampuan, keinginan, perasaan, atau informasi. Selanjutnya pesan itu dapat menjadi isi sebuah tulisan yang ditransaksikan kepada pembaca. Melalui sebuah tulisan, pembaca dapat memahami pesan yang ditransaksikan serta tujuan penulisan.
Perkembangan bahasa anak berkembang seiring dengan perkembangan intelektual anak. Maksudnya, anak yang berkembang bahasanya cepat, exposed pada 'bantuan' yang meskipun tak tampak nyata, memperhatikan lingkungan yang kondusif, dalam arti emosional positif. Oleh sebab itu, perkembangan bahasa memiliki keterkaitan dengan intelektual anak.
Anak usia TK (5-6 tahun) memiliki kemampuan dalam menghasilkan cerita. Pada usia ini sebaiknya kemampuan bercerita anak diasah agar mereka dapat dengan leluasa mengungkapkan pikiran dan perasaannya yang terungkap dalam bentuk cerita.
Cerita yang diungkapkannya masih kurang jelas karena plotnya yang tidak runtut. Pada umumnya, yang mereka hasilkan adalah cerita yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan lingkungan tempat tinggal mereka.
Pada usia tujuh tahun, anak dapat membuat cerita yang lebih teratur. Mereka dapat membuat cerita dengan mengemukakan masalah, rencana pemecahan masalah, dan menyelesaikan masalah.
Pada saat anak memasuki kelas dua sekolah dasar, diharapkan anak-anak dapat bercerita dengan menggunakan kalimat yang lebih panjang dengan menggunakan konjungsi; dan, lalu, dan kata depan seperti di, ke, dan dari. Umumnya plot yang terdapat dalam cerita masih belum jelas, oleh sebab itu diperlukan pelatihan agar anak dapat mengungkapkan kejadian secara kronologis.
Post a Comment